ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢ
1. Dalil pengkhususan waktu selamatan kematian (1 hari, 3 hari, 40 hari dan seterusnya).
“Termashurlah selamatan yang diadakan pada hari pertama, ketujuh, empat puluh, seratus dan seribu" (Kitab Manawa Dharma Sastra Weda Smerti hal. 99, 192, 193).
Perintah penyembelihan hewan pada hari tersebut: “Tuhan telah menciptakan hewan untuk upacara korban, upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan dunia.” (kitab Panca Yadnya hal: 26, Bagawatgita hal: 5 no. 39).
Perkataan ulama': “Upacara selamatan untuk memperingati hari kematian orang Jawa hari ke 1, 7, 40, 100, dan 1000 hari, jelas adalah ajaran Hindu” (Ida Bedande Adi Suripto laknatullah 'alaihi, lihat kitab “Nilai-nilai Hindu dalam budaya Jawa).
2. Dalil selamatan (kenduri/kenduren): Sloka prastias mai pipisatewikwani widuse bahra aranggaymaya jekmayipatsiyad aduweni narah”.
“Antarkanlah sesembahan itu pada Tuhanmu Yang Maha Mengetahui”.
Yang gunanya untuk menjauhkan kesialan" (kitab sama weda hal. 373 no.10).
- a. Dewa Yatnya (selamatan) Yaitu korban suci yang secara tulus ikhlas ditujukan kepada Sang Hyang Widhi dengan jalan bakti sujud memuji, serta menurut apa yang diperintahkan-Nya (tirta yatra) metri bopo pertiwi.
- b. Pitra Yatnya Yaitu korban suci kepada leluhur (pengeling- eling) dengan memuji yang ada di akhirat supaya memberi pertolongan kepada yang masih hidup.
- c. Manusia Yatnya Yaitu korban yang diperuntukan kepada keturunan atau sesama supaya hidup damai dan tentram.
- d. Resi Yatnya Yaitu korban suci yang diperuntukan kepada guru atas jasa ilmu yang diberikan (danyangan).
- e. Buta Yatnya Yaitu korban suci yang diperuntukan kepada semua makhluk yang kelihatan maupun tidak, untuk kemulyaan dunia ini. (kitab Siwa Sasana hal: 46 bab ‘Panca maha yatnya’ dan pada Upadesa hal. 34).
RUKUN IMAN HINDU (PANCA SRADA) yang harus diyakini umat hindu:
- ¤1. Percaya adanya sang hyang widhi.
- ¤2. Percaya adanya roh leluhur.
- ¤3. Percaya adanya karmapala.
- ¤4. Percaya adanya smskra manitis.
- ¤5. Percaya adanya moksa.
- 1. PANCA YAJNA (artinya 5 macam selamatan): Selamatan DEWA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau biasa dikenal orang dalam istilah dengan,” memetri bapa kuasa ibu pertiwi “).
- 2. Selamatan PRITRA YAJNA (selamatan yang DI TUJUKAN PADA LELUHUR).
- 3. Selamatan RSI YAJNA (selamatan yang ditujukan pada guru atau kirim do’a yang ditujukan pada Guru, biasanya di punden / ndanyangan ). Kalau di kota di namakan dengan nama lain yaitu “SELAMATAN KHAUL” memperingati kiyainya / gurunya & semisalnya , yang meninggal dunia.
- 4. Selamatan MANUSIA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada hari kelahiran atau dikota disebut “ULANG TAHUN” ).
- 5. Selamatan BUTA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada hari kebaikan ), misalnya kita ambil contoh biasanya pada beberapa masyarakat islam (jawa) melakukan selamatan hari kebaikan pada awal bulan ramadhan yang disebut “selamatan MEGENGAN”.
AKIBAT YANG TIDAK DI SELAMATI DALAM KEYAKINAN HINDU, yaitu:
Pertanyaan ?
- - - - - 〜✽〜 - - - - -
Orang tua kalau tidak diselamati apa
rohnya gentayangan?Buka Dalilnya DIKITAB SUCI UMAT HINDU dikitab SIWASASANA HALAMAN: 46-47 CETAKAN TAHUN 1979.
Bagi yang tidak mau selamatan mereka di peralina hidup kembali dalam dunia bisa berwujud menjadi hewan atau bersemayam di dalam pohon, makanya kalau anda ke Bali banyak pohon yang dikasih kain-kain dan sajen-sajen itu, karena mereka meyakini roh nya ada dalam pohon itu, dan bersemayam dalam benda-benda bertuah misal keris dan jimat, di hari sukra umanis (jum’at legi) keris atau jimat di beri bunga & sajen-sajen.
DEWA ASURA akan marah besar jika orang tidak mau melakukan selamatan maka dewa asura akan mendatangkan bala / bencana & membunuh manusia yang ada di dunia.
DEWA ASURA atau dikenal dalam masyarakat dengan nama BETHARAKALA , anak ontang anting harus diruwat (ritual dengan selamatan & sajen) karena takut betharakala , sendhang kapit pancuran (anak wanita diantara kedua saudara kandung anak laki-laki) diruwat karena takut betharakala, rabi ngalor ngulon merga rawani karo betharakala (nikah tidak boleh karena rumahnya menghadap utara & barat, karena takut celaka ).
AKIBAT YANG DI SELAMATI DALAM KEYAKINAN HINDU, yaitu:
- 1. Dalam keyakinan hindu bagi yang mau selamatan maka mereka langsung punya tiket ke surga.
- 2. NASI TUMPENG Konsep dalam agama hindu : dalam kitab MANAWA DHARMA SASTRA WEDHA SMRTI, BAGI ORANG YANG BERKASTA SUDRA (KASTA YANG RENDAH) YANG TIDAK BISA MEMBACA KALIMAT PERSAKSIAN : HOM SUWASTIASU HOM AWI KNAMASTU EKAM EVA ADITYAM BRAHMAN ,BAGI YANG TIDAK BISA MENGUCAPKAN KALIMAT DALAM BAHASA SANSEKERTA DIATAS SEBAGAI PENGGANTINYA MAKA MEREKA CUKUP MEMBIKIN TUMPENG, BENTUKNYA ADALAH SEGITIGA, SEGITIGA YANG DIMAKSUT ADALAH TRIMURTI (SHIVA, VISHNU, BRAHMA=>BRAHMAN) ARTINYA TIGA MANIFESTASI IDA SANG HYANG WIDHI WASA, UMAT HINDU MENGATAKAN BARANG SIAPA YANG MEMBIKIN TUMPENG MAKA DIA SUDAH BERAGAMA HINDU. Dikitab BAGHAWAGHITA di jelaskan TUHAN_nya orang hindu lagi minum dan ditengahnya ada tumpeng, dan di depan dewa brahma ada sajen-sajen.●
3. Pemberangkatan mayat diwajibkan dipamitkan di depan rumah lalu beberapa sanak keluarga akan lewat di bawah tandu mayat (tradisi brobosan), karena umat hindu meyakini brobosan sebagai wujud bakti pada orang tua dan salam pada dewa, dalam hindu mayat di tandu lalu diatasnya diberi payung, pemberangkatan mayat menggunakan sebar/sawur bunga, uang logam, beraskuning,dll, lalu bunga di ronce (dirangkai dengan benang) lalu di taruh / dikalungkan di atas beranda mayat.
Hindu Meyakini :
- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -
- a. Bunga warna putih mempunyai kekuatan dewa brahma.
- b. Bunga warna merah mempunyai kekuatan dewa wisnu.
- c. Bunga warna kuning mempunyai kekuatan dewa siwa. Umat hindu berkeyakinan bunga itu berfungsi sebagai pendorong do’a (muspha / trisandya) & pewangi.●
4. KETUPAT, Didalam hindu roh anak menjelang hari raya pulang kerumah, sebagai penghormatan orang tua kepada anak, maka biasanya hindu setelah hari raya di pasang ketupat diatas pintu dan di bagi-bagikan tetangga.
Dengan penjelasan diatas maka teranglah bahwa ritual-ritual itu bukanlah sesuatu yang baru (bid'ah) dalam agama hindu, dikatakan bid'ah apabila itu dikerjakan oleh umat islam dan dianggap bagian dari ajaran islam.
Seperti yang kita ketahui agama islam lahir ribuan tahun setelah adanya agama hindu tersebut. Hanya saja beberapa "orang hindu" itu menggunakan kalimat TAHLIL ( لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللّهُ ) atau membaca surat YASIN pada ritual-ritual tersebut.
Jadilah serupa tapi tak sama dengan ajaran islam.
Islam tidaklah mengenal ritual-ritual tersebut, tidak ditemukan dalilnya baik didalam Al_qur'an Al_hadits maupun ijma' para sahabat.
Meminjam istilah fiqih "laukana khairan Lasabaquunaa ilaihi" (kalaulah seandainya perbuatan / amal itu baik, tentulah para sahabat mendahului kita mengerjakannya).
Islam adalah agama yang sempurna, tidak perlu lagi ditambah-tambahi dengan syari'at baru, bahkan Rasulullah ﷺ mewasiatkan kepada kita agar menjauhi bid'ah dalam sabdanya:
“Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan”. (HR Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi, 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya).
“Sesungguhnya sebaik baik perkataan adalah kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk muhammad ﷺ , sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR Abu dawud , an-Nasa’i, Ahmad).
Kita tentu tak mau agama kita yang mulia ini mengalami nasib serupa seperti agama-agama samawi lainnya (Yahudi dan Kristen) dimana alasan adat budaya telah mengambil alih dalil-dalil utama kitab suci sendiri. Karena alasan menghormati leluhur dan budaya lokal. الله azza wajalla telah memperingati kita dalam firmanNya:
”Dan apabila dikatakan kepada mereka : ”Ikutilah apa yang telah diturunkan الله ”.
Mereka menjawab :”(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”.
Apakah mereka akan mengikuti juga, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (Qs. Al-Baqarah:170).
Allah juga berfirman: “Dan janganlah kamu mencampur'adukkan Kebenaran dengan Kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran sedangkan kamu mengetahuinya” (Qs. Al-Baqarah:42).
Allah menyuruh kita untuk tidak boleh mencampuradukkan ajaran agama islam (kebenaran) dengan ajaran agama Hindu (kebatilan) tetapi kita malah ikut perkataan manusia bahwa mencampur'adukkan agama itu boleh, Apa Manusia Itu Lebih Pintar Dari الله ?
Selanjutnya الله berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”. (Qs. Al-Baqarah:208).
Allah menyuruh kita dalam ber'islam secara kaffah (menyeluruh) tidak setengah-setengah. Setengah Islam_Setengah Hindu.
Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 12 Th. XII Rabiul Awal 1430/Maret 2009
- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -
BARAZANJI...!!!
KITAB INDUK MAULID NABI
بِسْـــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Banyak Kaum Muslimin Yang Tidak
Paham Artinya, Padahal Kandungannya Penuh Dengan
Kesyirikan
Secara umum peringatan maulid Nabi ﷺ selalu
disemarakkan dengan sholawatan dan
puji-pujian kepada Rasulullah ﷺ , yang
mereka ambil dari kitab Barzanji
maupun Daiba’, ada kalanya ditambah
dengan senandung Qasidah Burdah.
Meskipun kitab Barzanji lebih populer di kalangan orang awam daripada yang lainnya, tetapi biasanya kitab Daiba’, Barzanji dan Qasidah Burdah dijadikan satu paket untuk meramaikan maulid Nabi ﷺ yang diawali dengan dengan membaca kitab Daiba’, lalu Barzanji, kemudian ditutup dengan Qasidah Burdah.
Biasanya kitab Barzanji menjadi kitab induk peringatan maulid Nabi ﷺ , bahkan sebagian pembacanya lebih tekun membaca kitab Barzanji daripada membaca al-Qur’an.
Maka tidak aneh jika banyak diantara mereka yang lebih hafal kitab Barzanji bersama lagu-lagunya dibanding al-Quran.
Fokus pembahasan dan kritikan terhadap kitab Barzanji ini adalah karena populernya, meskipun penyimpangan kitab Daiba’ lebih parah daripada kitab Barzanji.
Berikut
uraiannya:
Secara umum kandungan kitab
Barzanji terbagi menjadi tiga:
- 1. Cerita tentang perjalanan hidup Nabi ﷺ dengan sastra bahasa yang tinggi yang terkadang tercemar dengan riwayat-riwayat lemah.
- 2. Syair-syair pujian dan sanjungan kepada Nabi ﷺ dengan bahasa yang sangat indah, namun telah tercemar dengan muatan dan sikap ghuluw (berlebihan)
- 3. Sholawat kepada Nabi ﷺ , tetapi telah bercampur aduk dengan sholawat bid’ah dan sholawat- sholawat yang tidak berasal dari Rasulullah ﷺ .
Penulis Kitab Barzanji
●══════════════════●
●══════════════════●
Kitab Barzanji ditulis oleh : Ja’far al- Barzanji al-Madani, dia adalah khatib di Masjidil Haram dan seorang mufti dari kalangan Syafi’iyyah. Wafat di Madinah pada tahun 1177H/1763 M dan diantara karyanya adalah Kisah Maulid Nabi ﷺ (Al-Munjid fii al A’laam, 125) Sebagai seorang penganut paham tasawwuf yang bermahzab Syiah tentu Ja’far al-Barjanzi sangat mengkultuskan keluarga, keturunan dan Nabi Muhammad ﷺ . Ini dibuktikan dalam do’anya “Dan berilah taufik kepada apa yang Engkau ridhai pada setiap kondisi bagi para pemimpin dari keturunan az-Zahra di bumi Nu’man”. (Majmuatul Mawalid, hal. 132)
Kesalahan Umum Kitab Barzanji
Kesalahan kitab Barzanji tidak separah yang ada pada kitab Daiba’ dan Qasidah Burdah. Namun, penyimpangannya menjadi parah ketika kitab Barzanji dijadikan sebagai bacaan seperti al-Quran. Bahkan, dianggap lebih mulia daripada al- Quran. Padahal, tidak ada nash syar’i yang memberi jaminan pahala bagi orang yang membaca Barzanji, Daiba’ atau Qasidah Burdah. Sementara, membaca al-Quran yang jelas pahalanya, kurang diperhatikan. Bahkan, sebagian mereka lebih sering membaca kitab Barzanji daripada membaca al-Quran apalagi pada saat perayaan maulid Nabi.
Padahal Nabi ﷺ bersabda : “Barangsiapa membaca 1 (satu) huruf dari al- Quran maka dia akan mendapatkan 1 kebaikan yang kebaikan tersebut akan dilipatgandakan menjadi 10 pahala. Aku tidak mengatakan Alif Laam Miim satu huruf. Tetapi, Alif 1 huruf, Laam 1 huruf, Miim 1 huruf .” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam shahihul jam’i hadist ke 6468).
Kesalahan Khusus Kitab Barzanji Adapun kesalahan yang paling fatal dalam kitab Barzanji antara lain :
Pertama : Penulis kitab Barzanji menyakini melalui ungkapan syairnya bahwa kedua orang tua Rasulullah ﷺ termasuk ahlul iman dan termasuk orang-orang yang selamat dari neraka bahkan ia mengungkapkan dengan sumpah .
ﻭَﻗَﺪْ ﺃَﺳْﺒَﺤَﺎﻭَﺍﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ ﺍْﻹِ ﻳْﻤَﺎﻥِ ﻭَﺟَﺎﺀَﻟِﻬَﺬَﺍ ﻓِﻲ ﺍْﻟﺤَﺪِﻳْﺚِ ﺷَﻮَﺍ ﻫِﺪُ ﻭَﻣَﺎﻝَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺍﻟْﺠَﻢُّ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻌِﺮْﻓَﺎﻥِ ﻓَﺴَﻠَّﻢْ ﻓَﺈِﻥََّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺟَﻞَّ ﺟَﻼَﻟُﻪُ ﻭَﺇِﻥَّ ﺍْﻹِﻣَﺎﻡَ ﺍْﻷَ ﺷْﻌَﺮِﻱَ ﻟَﻤُﺜْﺒِﺖُ ﻧَﺠَﺎﺗَﻬُﻤَﺎﻧَﺼِﻢَﻜْﺤُﻤِﺑﺎَّ ﺗِﺒْﻴَﺎﻥِ
“ Dan sungguh kedua (orang tuanya) demi الله Ta’ala termasuk ahli iman Dan telah datang dalil dari hadist sebagai bukti-buktinya.
Banyak ahli ilmu yang condong terhadap pendapat ini Maka ucapkanlah salam, karena sesungguhnya الله Maha Agung.
Dan sesugguhnya Imam al-Asy’ari menetapkan bahwa keduanya selamat menurut nash tibyan (al- Quran).” (Lihat Majmuatul Mawalid Barzanji, hal 101)
Jelas, yang demikian itu bertentangan dengan hadist dari Anas radliyallahu’ahu: Bahwa sesungguhnya seorang laki- laki bertanya “Wahai Rasulullah, dimanakah ayahku (setelah mati)?”
Beliau ﷺ bersabda “Dia berada di neraka.” Ketika orang itu pergi, beliau memanggilnya dan bersabda : “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu berada di neraka”. (HR. Muslim dalam shahihnya (348) dan Abu Daud dalam sunannya (4718)
Imam Nawawi berkata : “Makna hadits ini adalah bahwa, barangsiapa yang mati dalam keadaan kafir, ia kelak berada di Neraka dan kedekatan kerabat tidak berguna baginya. Begitu juga orang Arab penyembah berhala yang mati pada masa fatrah (jahiliyah), maka ia berada di Neraka.
Ini tidak menafikan penyimpangan dakwah mereka, kaena sudah sampai kepada mereka dakwah Nabi Ibrahim ‘alahissalam dan yang lainnya.” (Lihat Minhaj Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi. 3/74)
Semua hadits yang menjelaskan tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Nabi ﷺ dan keduanya beriman dan selamat dari neraka semuanya palsu, diada-adakan secara dusta dan lemah sekali serta tidak ada satupun yang shahih. Para ahli hadits sepakat akan kedhaifannya seperti Daruquthni, al-Jauzaqani, Ibnu Syahin, al-Khatib, Ibnu Asaki, Ibnu Nashr, Ibnul Jauzi, as-Suhaili, al-Qurtubi, ath-Tabhari dan Fathuddin Ibnu Sayyidin Nas. (Aunul Ma’bud, Abu Thayyib (12/324).
Adapun anggapan bahwa Imam al- Asyari berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi beriman, harus dibuktikan kebenarannya.
Memang benar, Imam Suyuthi berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi ﷺ beriman dan selamat dari Neraka, namun hal ini menyelisihi para hafidz dan para ulama peneliti hadist. (Aunul Ma’bud, Abu Thayyib (12/324)
Kedua : Penulis kitab Barzanji mengajak para pembacanya agar mereka meyakini bahwa Rasulullah hadir pada saat membaca shalawat, terutama ketika Mahallul Qiyam (posisi berdiri), hal itu sangat nampak sekali di awal qiyam (berdiri) mambaca :
ﻣَﺮْﺣَﺒًَﺎﻳَﺎﻣَﺮْﺣَﺒًَﺎ ﻳَﺎﻣَﺮْﺣَﺒًَﺎ ﻣَﺮْ ﺣَﺒًَﺎﻳَﺎﺟَﺪَّ ﺍﻟْﺤُﺴَﻴْﻦِ ﻣَﺮْﺣَﺒًَﺎ
“ Selamat datang, selamat datang, selamat datang, selamat datang wahai kakek Husain selamat datang” Bukankah ucapan selamat datang hanya bisa diberikan kepada orang yang hadir secara fisik?
Meskipun di tengah mereka terjadi perbedaan, apakah yang hadir jasad Nabi Muhammad ﷺ bersama ruhnya ataukah ruhnya saja.
Muhammad Alawi al-Maliki (seorang pembela perayaan Maulid- red) mengingkari dengan keras pendapat yang menyatakan bahwa yang hadir adalah jasadnya. Menurutnya, yang hadir hanyalah ruhnya. Padahal Rasulullah ﷺ telah berada di alam Barzah yang tinggi dan ruhnya dimuliakan الله Ta’ala di surga, sehingga tidak mungkin kembali ke dunia dan hadir di antara manusia.
Pada bait berikutnya semakin jelas nampak bahwa Rasulullah ﷺ diyakini hadir, meskipun sebagian mereka meyakini yang hadir adalah ruhnya .
ﻳَﺎﻧَﺒِﻨﻲْ ﺳَﻼَﻡٌُ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻳَﺎﺭَﺳُﻮْﻝ ﺳَﻠَﻢٌُ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻳَﺎﺣَﺒِﺐُ ﺳَﻼَﻡٌُ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﺻَﻠَﻮَﺍﺕُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻚَ
“ Wahai Nabi, salam sejahtera atasmu, wahai Rasul "salam sejahtera atasmu. Wahai kekasih salam sejahtera atasmu, semoga rahmat الله tercurah atasmu.” Para pembela Barzanji seperti penulis “Fikih Tradisional” berkilah, bahwa tujuan membaca shalawat itu adalah untuk mengagungkan Nabi Muhammad ﷺ . Menurutnya, salah satu cara mengagungkan seseorang adalah dengan berdiri, karena berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi tradisi kita.
Bahkan tidak jarang hal itu dilakukan untuk menghormati benda mati.
Misalnya, setiap kali upacara bendera dilaksanakan pada hari Senin, setiap tanggal 17 Agustus, maupun pada waktu yang lain, ketiak bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dinyanyikan, seluruh peserta upacara diharuskan berdiri.
Tujuannya tidak lain adalah untuk menghormati bendera merah putih dan mengenang jasa para pejuang bangsa.
Jika dalam upacara bendera saja harus berdiri, tentu berdiri untuk menghormati Nabi lebih layak dilakukan, sebagai ekspresi bentuk penghormatan kepada beliau.
Bukankah Nabi Muhammad ﷺ adalah manusia teragung yang lebih layak dihormati dari pada orang lain? (Lihat Fikh Tradisional, Muhyiddin Abdusshamad (277-278))
Ini adalah qiyas yang sangat rancu dan rusak.
Bagaimana mungkin menghormati Rasul ﷺ disamakan dengan hormat bendera ketika upacara, sedangkan kedudukan beliau ﷺ sangat mulia dan derajatnya sangat agung, baik saat hidup atau setelah wafat.
Bagaimana mungkin beliau disambut dengan cara seperti itu, sedangkan beliau berada di alam Barzah yang tidak mungkin kembali dan hadir ke dunia lagi. Di samping itu, kehadiran Rasul ﷺ ke dunia merupakan keyakinan bathil karena termasuk perkara gaib yang tidak bisa ditetapkan kecuali berdasarkan wahyu الله Ta’ala, dan bukan dengan logika atau qiyas.
Bahkan, pengagungan dengan cara tersebut merupakan perkara bid’ah. Pengagungan Nabi ﷺ terwujud dengan cara menaatinya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya dan mencintainya.
Melakukan amalan bid’ah, khurafat, dan pelanggaran, bukan merupakan bentuk pengagungan terhadap Nabi ﷺ . Demikian juga dengan cara perayaan maulid Nabi ﷺ , perbuatan tersebut termasuk bid’ah yang tercela. Manusia yang paling besar pengagungannya kepada Nabi ﷺ adalah para shahabat, sebagaimana perkataan Urwah bin Mas’ud kepada kaum Quraisy : “Wahai kaumku, demi الله , aku pernah menjadi utusan kepada raja- raja besar, aku menjadi utusan kepada Kaisar, aku pernah menjadi utusan kepada Kisra dan Najasyi, demi Allah aku belum pernah melihat seorang Raja yang diagungkan oleh pengikutnya sebagaimana pengikut Muhammad.
Tidaklah Muhammad meludah kemudian mengenai telapak tangan seseorang di antara mereka, melainkan mereka langsung mengusapkannya ke wajah dan kulit mereka. Apabila ia memerintahkan suatu perkara, mereka bersegera melaksanakannya. Apabila beliau berwudhu, mereka saling berebut bekas air wudhunya. Apabila mereka berkata, mereka merendahkan suaranya dan mereka tidak berani memandang langsung kepadanya sebagai wujud pengagungan mereka.” (HR. Bukhari : 3/187, no. 2731, 2732, al-Fath 5/388)
Bentuk pengagungan para shahabat kepada Nabi ﷺ di atas sangat besar. Namun, mereka tidak pernah mengadakan acara maulid dan kemudian berdiri dengan keyakinan ruh Rasul ﷺ sedang hadir di tengah mereka. Seandainya perbuatan tersebut disyariatkan, niscaya mereka tidak akan meninggalkannya. Jika para pembela maulid tersebut berdalih dengan hadits Nabi ﷺ , “Berdirilah kalian untuk tuan atau orang yang paling baik di antara kalian” (Shahih HR. Bukhari-Muslim dalam shahihnya), maka alasan ini tidak tepat.
Memang benar Imam Nawawi berpendapat bahwa pada hadits di atas terdapat anjuran untuk berdiri dalam rangka menyambut kedatangan orang yang mempunyai keutamaan, (Lihat Minhaj Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi, juz XII, hal. 313).
Namun, tidak dilakukan kepada orang yang telah wafat meskipun terhadap Rasulullah ﷺ . Bahkan pendapat yang benar, hadits tersebut sebagai anjuran dan perintah Rasul kepada orang-orang Anshar agar berdiri dalam rangka membantu Sa’ad bin Mu’adz radliyallahu’anhu turun dari keledainya, karena ia sedang terluka parah, bukan menyambut atau menghormatinya, apalagi mengagungkannya secara berlebihan. (Lihat Ikmalil Mu’lim bi Syarah Shahih Muslim, Qadhi ‘Iyadh, 6/105).
Ketiga : Penulis Barzanji mengajak untuk mengkultuskan Nabi ﷺ secara berlebihan dan menjadikan Nabi sebagai tempat untuk meminta tolong dan bantuan sebagaimana pernyataannya
ﻓِﻴﻚَ ﻗَﺪْ ﺃَﺣْﺴَﻨْﺖُ ﻇَﻨِّﻲْ ﻳَﺎﺑَﺸِﻴْﺮُ ﻳَﺎﻧَﺬِﻳْﺮُ ﻓَﺄَﻏِﺜْﻨِﻲْ ﻭَ ﺃَﺟِﻦ ﻳَﺎﻣُﺠِﻴْﺮُﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻌِﻴْﺮِ ﻳَﺎﻏَﻴَﺎﺛِﻲْ ﻳَﺎﻣِﻼَﺫِﻱْ ﻓِﻲْ ﻣُﻬِﻤَّﺎﺕِ ﺍْﻷُﻣُﻮْﺭِ
“ Padamu sungguh aku telah berbaik sangka.
Wahai pemberi kabar gembira wahai pemberi peringatan Maka tolonglah aku dan selamatkanlah aku.
Wahai pelindung dari neraka sa’ir. Wahai penolongku dan pelindungku. Dalam perkara-perkara yang sangat penting (suasana susah dan genting)” Sikap berlebihan kepada Nabi ﷺ , mengangkatnya melebihi derajat kenabian dan menjadikannya sekutu bagi الله Ta’ala dalam perkara ghaib dengan memohon kepada beliau dan bersumpah dengan nama beliau merupakan sikap yang sangat dibenci Rasulullah ﷺ , bahkan termasuk perbuatan syirik.
Do’a dan tindakan tersebut menyakiti serta menyelisihi petunjuk dan manhaj dakwah beliau ﷺ , bahkan menyelisihi pokok ajaran Islam yaitu TAUHID.
Nabi telah mengkhawatirkan akan terjadinya hal tersebut.,
sehingga beliau ﷺ bersabda :
“Janganlah kamu berlebihan dalam mengagungkanku sebagaimana kaum Nasrani berlebihan ketika mengagungkan Ibnu Maryam.
AKu hanyalah seorang hamba, maka katakanlah aku adalah hamba dan utusan-Nya”. (HR. Bukhari dalam shahihnya 3445)
Telah dimaklumi, bahwa kaum Nasrani menjadikan Nabi Isa ‘alahissalam sebagai sekutu bagi الله dalam peribadatan mereka.
Mereka berdoa kepada Nabi-nya dan meninggalkan berdoa kepada الله Ta’ala, padahal ibadah tidak boleh dipalingkan kepada selain الله Ta’ala.
Nabi ﷺ telah memberi peringatan kepada umatnya agar tidak menjadikan kuburan beliau sebagai tempat berkumpul dan berkunjung, sebagaimana dalam sabdanya :
“Janganlah kalian jadikan kuburanku tempat berkumpul, bacalah shalawat atasku, sesungguhnya shalawatmu akan sampai kepadaku dimanapun kaum berada”. (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shahih (2042) dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Ghayatul Maram : 125)
Nabi ﷺ memberikan peringatan keras kepada umatnya tentang sikap berlebihan dalam menyanjung dan mengagungkan beliau. Bahkan, ketika ada orang yang berlebihan dalam mengagungkan Nabi ﷺ , mereka berkata : “Engkau Sayyid kami dan anak sayyid kami, engakau adalah orang terbaik di antara kami, dan anak dari orang terbaik di antara kami”, maka Nabi ﷺ bersabda kepada mereka : “Katakanlah dengan perkataanmu atau sebagiannya, dan jangan biarkan syaitan mengelincirkanmu.” (Shahih, disahhihkan oleh al-Albani dalam Ghayatul Maram 127, lihat takhrij beliau di dalamnya).
Termasuk perbuatan yang berlebihan dan melampaui batas terhadap Nabi adalah bersumpah dengan nama beliau, karena adalah bentuk pengagungan yang tidak boleh diberikan kecuali kepada الله Ta’ala.
Nabi ﷺ bersabda :
“Barangsiapa bersumpah hendaklah
bersumpah dengan nama الله Ta’ala,
jikalau tidak bisa hendaklah ia
diam.” (HR. Bukhari-Muslim dalam
shahihnya 2679 dan 1646)Cukuplah dengan hadist tentang larangan bersikap berlebihan dalam mengagungkan Nabi ﷺ menjadi dalil yang tidak membutuhkan tambahan dan pengurangan. Bagi setiap orang yang ingin mencari kebenaran, niscaya ia akan menemukannya dalam ayat dan hadist tersebut, dan hanya الله -lah yang memberi petunjuk.
Keempat : Penulis kitab Barzanji menurunkan beberapa shalawat bid’ah yang mengandung pujian yang sangat berlebihan kepada Nabi ﷺ . Para pengagum kitab Barzanji menganggap bahwa membaca shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ merupakan ibadah yang sangat terpuji. Sebagaimana firman الله Ta’ala
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﻣَﻼَﺋِﻜَﺘَﻪُ ﻳُﺼَﻠُّﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻳَﺂﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺻَﻠُّﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠِّﻤُﻮﺍ ﺗَﺴْﻠِﻴﻤًﺎ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﻣَﻼَﺋِﻜَﺘَﻪُ ﻳُﺼَﻠُّﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻳَﺂﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺻَﻠُّﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠِّﻤُﻮﺍ ﺗَﺴْﻠِﻴﻤًﺎ
“ Sesungguhnya الله dan malaikat-malaikat_Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (QS. Al-Ahzab: 56)
Ayat ini yang mereka jadikan dalil untuk membaca kitab tersebut pada setiap peringatan maulid Nabi ﷺ . Padahal, ayat di atas merupakan bentuk perintah kepada umat Islam agar mereka membaca shalawat di manapun dan kapanpun tanpa dibatasi saat tertentu seperti pada perayaan maulid Nabi ﷺ . Tidak dipungkiri bahwa bershalawat atas Nabi ﷺ terutama ketika mendengar nama Nabi ﷺ disebut sangat dianjurkan.
Apabila seorang muslim meninggalkan shalawat atas Nabi ﷺ , ia akan terhalang dari melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan manfaat, baik di dunia dan akhirat, karena :
1 》 Terkena doa Nabi ﷺ yaitu sabda beliau :“Sungguh celaka bagi seseorang yang disebutkan namaku disisnya, namun ia tidak bershalawat atasku.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya 2/254, At-Tirmidzi dalam Sunannya 3545 dan dishahihkanoleh al-Albani dal ‘Irwa : 6)
2 》 Mendapatkan gelar bakhil dari Nabi ﷺ , beliau bersabda : “Orang bakhil adalah orang yang ketika disebut namaku disisinya, ia tidak bershalawat atasku”. (Shahih, HR. At-Tirmidzi dalam Sunannya 3546, Ahmad dalam Musnadnya 1/201, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam ‘Irwa : 5)
3 》 Tidak mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari الله Ta’ala, karena meninggalkan shalawat dan salam atas Nabi dan keluarganya.Nabi bersabda : “Barangsiapa membaca shalawat atasku skali, maka الله Ta’ala bershalawat atasku 10 kali”. (HR. Imam Muslim dalam Shahinya 284)
4 》 Tidak mendapatkan keutamaan shalawat dari الله Ta’ala dan para malaikat. الله Ta’ala berfirman : “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat_Nya memohonkan ampunan untukmu, supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya yang teramg dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”(QS. Al Ahzab 33:34)
Bahkan membaca shalawat menyebabkan hati menjadi lembut, karena membaca shalawat termasuk bagian dari dzikir. Dengan dzikir, hati menjadi tentram dan damai Sebagaimana firman الله Ta’ala : “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dangan mengingat الله Ta’ala. Ingatlah, hanya dengan mengingat الله_lah, hati menjadi tenteram”.(QS. Ar-Ra’du 13:28).
Tetapi dengan syarat membaca shalawat secara benar dan ikhlas karena الله Ta’ala semata, bukan shalawat yang dikotori oleh bid’ah dan khurafat serta terlalu berlebihan kepada Rasulullah ﷺ , sehingga bukan mendapat ketentraman di dunia dan pahala di akherat, melainkan sebaliknya, mendapat murka dan siksaan dari الله Ta’ala. Siksaan tersebut bukan karena mambaca shalawat, namun karena menyelisihi sunnah ketika membacanya. Apalagi, dikhususkan pada malam peringatan maulid Nabi ﷺ saja, yang jelas-jelas merupakan perayaan bid’ah dan penyimpangan terhadap syariat.
Kelima : Penulis kitab Barzanji juga meyakini tentang Nur Muhammad ﷺ , sebagaimana yang terungkap dalam syairnya :
ﻭَﻣَﺎﺯَﺍﻝَ ﻧُﻮْﺭُﺍﻟْﻤُﺴْﻄَﻔَﻰ ﻣُﺘَﻨَﻘِّﻼًَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻄَّﻴِّﺐِ ﺍْﻷَﺗْﻘَﻲ ﻟِﻄَﺎﻫِﺮِﺃَﺭْﺩَﺍﻥٍِ
“ Nur musthafa (Muhammad) terus berpindah-pindah dari sulbi yang bersih kepada yang sulbi suci nan murni” Bandingkanlah dengan perkataan kaum zindiq dan sufi, seperti al-Hallaj yang berkata : “Nabi ﷺ memilik cahaya yang kekal abadi dan terdahulu keberadaannya sebelum diciptakan dunia. Semua cabang ilmu dan pengetahuan di ambil dari cahaya tersebut dan para Nabi sebelum Muhammad ﷺ menimba ilmu dari cahaya tersebut”. Demikian juga perkataan Ibnu Arabi Attha’i bahwa semua Nabi sejak Nabi Adam ‘alahissalam hingga Nabi terakhir mengambil ilmu dari cahaya kenabian Muhammad ﷺ yaitu penutup para Nabi. (Lihat perinciannya dalam kitab Mahabbatur Rasulullah oleh Abdur Rauf Utsman (169-192).
Perlu diketahui bahwa ghuluw itu banyak sekali macamnya.
Kesyirikan ibarat laut yang tidak memiliki tepi.
Kesyirikan tidak hanya terbatas pada perkataan kaum Nasrani saja, karena umat sebelum mereka juga berbuat kesyirikan dengan menyembah patung, sebagaimana perbuatan kaum jahiliyah. Diantara mereka tidak ada yang mengatakan kepada Tuhan merek seperti perkataan kaum Nasrani kepada Nabi Isa ‘alahissalam, seperti ; dia adalah الله , anak الله , atau menyakini prinsip Trinitas mereka.
Bahkan mereka adalah kepunyaan الله Ta’ala dan di bawah kekuasaan- Nya. Namun, mereka menyembah Tuhan-Tuhan mereka dengan keyakinan bahwa Tuhan-Tuhan mereka itu mempu memberi syafaat dan menolong mereka.
Demikian uraian sekilas tentang sebagian kesalahan kitab Barzanji,
Semoga Bermanfaat.
Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 12 Th. XII Rabiul Awal 1430/Maret 2009
●---------- 〜✽〜 ----------●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar