*📚KUMPULAN HADITS-HADITS PALSU TENTANG KEUTAMAAN BULAN RAJAB.*
(Postingan ini bbc sekaligus menjawab pertanyaan mengenai keutamasan bulan rajab)
*_✏Oleh: Syeikh Badr Muhammad Al Badr -hafidzahullah-._*
📂Segala puji hanya bagi Allah, Shalawat dan Salam semoga terlimpahkan kepada penutup para Nabi beserta keluarga dan para sahabat-sahabatnya.
Amma ba'du:
Ini adalah kumpulan *hadits-hadits palsu* yang diriwayatkan tentang *keutamaan bulan rajab serta amalan-amalan* yang ada didalamnya.
Aku merangkumnya dari kitab-kitab para ulama' yang aku meminta kepada Allah agar menjadikannya bermanfaat bagi khalayak umum.
*1.Hadits Anas bin Malik -radhiyallahu 'anhu-:*
_{Disebut Rajab (mulia) karena mereka menganggap mulia dengan memperbanyak amalan padanya untuk (menyambut) sya'ban dan ramadhan}._
🔻Berkata Syeikh Al Albany didalam Dhaiful Jami' (3285);
*Hadits ini palsu.*
2. Hadits:
_{Keutamaan bulan rajab dibanding bulan yang lainnya seperti keutamaan Al Qur_an dibandingkan seluruh perkataan}._
🔻Berkata As Sakhawy dlm Kasyful Khifa': 740. Berkata Syeikhunaa Ibnu Hajr:
*Hadits ini palsu.*
*3. Hadits Abu Umamah -radhiyallahu 'anhu- :*
_{Ada lima malam yang tidak akan ditolak suatu doa padanya; malam pertama dari bulan rajab...dst}._
🔻Berkata Syeikh Al Albany dlm Dhaiful Jami' (2852):
*Hadits palsu.*
4. Hadits:
_{Rajab adalah bulan yang sangat agung, Allah melipat gandakan (pahala) kebaikan didalamnya...dst}._
🔻 Berkata Adz Dzahaby dlm Al Mizan (5/62):
*Hadits ini batil* dan sanadnya gelap.
🔻Berkata Al Albany dlm silsilah Adh Dhaifah (5413):
*Hadits ini palsu.*
*5. Hadits Anas:*
_{Sesungguhnya disurga terdapat sebuah sungai yang disebut rajab, airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang berpuasa satu hari dibulan rajab, maka Allah akan memberinya minum dari sungai tsb}._
🔻Hadits ini disebutkan Ibnu Thahir dlm Tadzkiratul Maudhu'at (kitab yg memuat kumpulan *hadits-hadits palsu)* (288)
🔻Berkata Ibnul Jauzy dlm Al 'Ilal Al Mutanahiyah (912): Riwayat ini tidaklah shahih, didalamnya terdapat para perawi yg majhul yang kami tidak mengetahui siapakah mereka ini.
🔻Berkata Al Albany dlm Dhaiful Jami' (1902):
*Hadits ini palsu.*
*6. Hadits Abu Sa'id Al Khudry:*
_{Rajab adalah bulan Allah, barangsiapa yang berpuasa dua hari dibulan rajab, maka ia akan medapatkan pahala dua kali lipat, yang timbangan tiap kelipatannya seberat gunung yg ada didunia...dst}._
🔻Berkata Asy Syaukany dlm Al Fawaid (116):
*Hadits ini palsu.*
*7. Hadits Anas:*
_Barangsiapa yang berpuasa tiga hari dibulan rajab, maka dicatat baginya pahala puasa satu bulan penuh._ 🔻
*Hadits ini palsu,*
disebutkan oleh Asy Syaukany dlm Al Fawaid dalam kumpulan hadits-hadits palsu (116), didalam sanadnya ada seorang bernama 'Amr bin Azhar yang disebut oleh Imam Ahmad dan Ibnu Hibban sebagai pendusta.
Berkata Ibnu Rajab dlm Ath Thaif Al Ma'arif (174):
*Tidak ada satupun keterangan yang shahih dari Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- dan para sahabatnya tentang pengkhususan puasa dibulan rajab.*
*8. Hadits Al Husain bin 'Ali:*
_{Barangsiapa yang menghidupkan malam dibulan rajab dan berpuasa disiang harinya maka Allah akan memberikan makanan dari buah-buah surga...dst}._
*Hadits ini palsu,* disebutkan Asy Syaukany dlm Al Fawaid dalam kumpulan hadits-hadits palsu (117). Didalam sanadnya ada seorang perawi bernama Hafs bin Makhariq.
Imam Ad Daruquthny berkata:
Hafs bin Makhariq adalah *seorang pendusta.*
*9. Hadits Anas:*
_{Barangsiapa yang shalat maghrib diawal malam bulan rajab lalu setelahnya ia shalat dua puluh rakaat maka kelak ia akan melintasi jembatan Ash Shirath tanpa hisab...dst}._
🔻Berkata Ibnul Qayyim dlm Al Manarul Munir (170):
*Hadits ini dusta* dan dibuat-buat.
🔻Berkata Asy Syaukany dlm Al Fawaid (67): Diriwayatkan oleh Al Jauraqany dan beliau berkata:
*Hadits ini palsu,* kebanyakan perawinya majhul.
*10. Hadits Anas:*
_{ Barangsiapa yang shalat dimalam pertengahan bulan rajab sebanyak empat belas rakaat...dst}._
🔻Berkata Asy Syaukany dlm Al Fawaid (69):
Diriwayatkan oleh Al Jauraqany dan beliau berkata:
*Hadits ini palsu.*
🔻Berkata Ibnul Qayyim dlm Al Manarul Munif (170):
*Seluruh hadits yang menyebutkan tentang shalat disebagian malam bulan rajab adalah hadits dusta dan dibuat-buat.*
11. Hadits:
_{Jangan kalian lalaikan jum'at pertama dibulan rajab, karena sesungguhnya malamnya disebut oleh para malaikat dengan sebutan ragha'ib (pengharapan)...dst}._
🔻Berkata Syeikhul Islam dlm Al Iqtidha' (331):
Kamis pertama dibulan rajab dan malam jum'at yg disebut Raga'ib itu, diriwayatkan dalam sebuah *hadits yang palsu* dengan kesepakatan para ulama'.
🔻Berkata Ibnul Qayyim dlm Al Manarul Munif (169):
*Hadits dusta.*
🔻 Berkata Ibnu Rajab dlm Thaiful Ma'arif (173):
*Hadits-hadits yang diriwayatkan tentang shalat ragha'ib pada awal jum'at dibulan rajab adalah dusta, batil, tidak shahih, dan tidak ada satupun riwayat yang shahih tentang shalat khusus yang dikhususkan pada bulan rajab.*
Inilah *sebagian* hadits yang diriwayatkan berkaitan tentang bulan rajab, dan Al Hafidz Ibnu Hajar Al 'Asyqalany telah mengarang sebuah risalah yang mengumpulkan hadits-hadits palsu tentang keutamaan ibadah pada bulan rajab, yang beliau beri nama risalah tersebut:
(تبيين العجب فيما ورد في فضل رجب)
Selesai.
✏Ditulis oleh:
Badr Muhammad Al Badr
_____________
Penerjemah:
Fauzan Abu Muhammad Al Kutawy hafizhahullah
Sabtu, 17 Maret 2018
Rabu, 14 Maret 2018
Hukum Menari Atau Joget Dalam Islam
Hukum Menari Atau Joget Dalam Islam
Disebutkan dalam kamus Mu’jam Al-Wasith:
تنقَّل وحرك جسمه على إِيقاع موسيقى أو على الغناء
“(ar-raqshu adalah) seseorang berpindah-pindah posisi dan menggerak-gerakkan badannya sesuai irama musik atau nyanyian.”
Para ulama yang semangat membimbing umat kepada kebaikan dan mencegah umat dari keburukan membahas masalah ar-raqshu. Kita simak uraian ringkas berikut.
Hukum ar-raqshu secara umum
Allah Ta’ala berfirman,
لَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا {الإسراء: 37}.
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan cara al-marah, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung” (QS. Al-Isra: 37).
Imam Al-Qurthubi dalam Tafsirnya menjelaskan,
اسْتَدَلَّ الْعُلَمَاءُ بِهَذِهِ الْآيَةِ عَلَى ذَمِّ الرَّقْصِ وَتَعَاطِيهِ. قَالَ الْإِمَامُ أَبُو الْوَفَاءِ ابْنُ عَقِيلٍ: قَدْ نَصَّ الْقُرْآنُ عَلَى النَّهْيِ عَنِ الرَّقْصِ فَقَالَ:” وَلا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً” وَذَمَّ الْمُخْتَالَ. والرقص أشد المرح والبطر
“Para ulama berdalil dengan ayat ini untuk mencela joget dan pelakunya. Al-Imam Abul Wafa bin Aqil mengatakan, ‘Al-Qur’an menyatakan dilarangnya joget dalam firman-Nya janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan cara al marah (penuh kesenangan). Dan ayat ini juga mencela kesombongan. Sedangkan joget itu adalah bentuk jalan dengan ekspresi sangat-sangat senang dan penuh kesombongan” (Tafsir Al-Qurthubi, 10/263).
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum ar-raqshu. Sebagian ulama Syafi’iyyah membolehkan ar-raqshu (lihat Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, 23/10) berdalil dengan hadits Aisyah radhiallahu’anha,
جاء حَبَشٌ يزْفِنونَ في يومِ عيدٍ في المسجدِ . فدعاني النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ . فوضَعْتُ رأسي . على منكبِه . فجعلتُ أنظرُ إلى لعبِهم . حتى كنتُ أنا التي أنصرفُ عن النظرِ إليهم
“Datang orang-orang Habasyah menari-nari di masjid pada hari Id. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memanggilku. Aku letakkan kepalaku di atas bahu beliau. Dan akupun menonton orang-orang Habasyah tersebut sampai aku sendiri yang memutuskan untuk tidak ingin melihat lagi” (HR. Muslim no. 892).
Namun jika kita gabungkan dengan riwayat yang lain, maka kita akan ketahui bahwa يزْفِنونَ (menari-nari) di sini maksudnya bermain alat-alat perang. Sebagaimana dalam riwayat Bukhari,
كانَ الحَبَشُ يلعبونَ بِحِرابِهم فَسَتَرنِي رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ وأنَا أنْظُرُ ، فمَا زِلْتُ أنظرُ حتَّى كنْتُ أنا أَنْصَرِفُ
“Orang-orang Habasyah bermain-main dengan alat-alat perang mereka. Rasulullah pun membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat aku (‘Aisyah) sedangkan aku menonton mereka. Terus demikian sampai akhirnya aku (‘Aisyah) enggan melihat lagi” (HR. Bukhari no. 5190).
Dijelaskan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah (23/10),
فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَالْقَفَّال مِنَ الشَّافِعِيَّةِ إِلَى كَرَاهَةِ الرَّقْصِ مُعَلِّلِينَ ذَلِكَ بِأَنَّ فِعْلَهُ دَنَاءَةٌ وَسَفَهٌ، وَأَنَّهُ مِنْ مُسْقِطَاتِ الْمُرُوءَةِ، وَأَنَّهُ مِنَ اللَّهْوِ. قَال الأَْبِيُّ: وَحَمَل الْعُلَمَاءُ حَدِيثَ رَقْصِ الْحَبَشَةِ عَلَى الْوَثْبِ بِسِلاَحِهِمْ، وَلَعِبِهِمْ بِحِرَابِهِمْ، لِيُوَافِقَ مَا جَاءَ فِي رِوَايَةٍ: يَلْعَبُونَ عِنْدَ رَسُول اللَّهِ بِحِرَابِهِمْ وَهَذَا كُلُّهُ مَا لَمْ يَصْحَبِ الرَّقْصَ أَمْرٌ مُحَرَّمٌ كَشُرْبِ الْخَمْرِ، أَوْ كَشْفِ الْعَوْرَةِ وَنَحْوِهِمَا، فَيَحْرُمُ اتِّفَاقًا
“Ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan Al-Qafal dari Syafi’iyyah memakruhkan joget dengan alasan karena ia adalah perbuatan dana’ah (rendah) dan safah (kebodohan). Dan ia merupakan perbuatan yang menjatuhkan wibawa. Dan ia juga merupakan lahwun (kesia-siaan). Al-Abbi mengatakan, ‘Para ulama memaknai hadits jogetnya orang Habasyah bahwa maksudnya (bukan joget sebagaimana yang kita ketahui) namun sekedar lompat-lompat ketika bermain pedang, dan alat-alat perang mereka.’ Sehingga sesuai dengan riwayat yang lain yang menyatakan bahwa mereka (orang Habasyah) bermain-main di dekat Rasulullah dengan alat-alat perang mereka.’ Demikian pemaparan ini semua dengan asumsi joget tersebut tidak dibarengi dengan hal yang diharamkan syariat seperti minum khamr, membuka aurat, atau yang lainnya. Jika dibarengi hal yang diharamkan maka hukumnya haram menurut sepakat ulama.”
Asy-Syaikh Al-Faqih Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan,
الرقص مكروه في الأصل ، ولكن إذا كان على الطريقة الغربية ، أو كان تقليداً للكافرات : صار حراماً
“Berjoget/menari hukum asalnya makruh. Namun jika dilakukan dengan cara yang nyeleneh atau meniru orang kafir maka menjadi haram” (Liqaa Baabil Maftuh, 41/18).
Dengan demikian yang tepat, hukum ar-raqshu secara umum adalah makruh. Namun ini jika tidak disertai perbuatan yang dilarang agama seperti diiringi musik, membuka aurat, bergaya seperti wanita, meniru orang kafir, minum khamr dan lainnya. Jika dibarengi hal-hal yang diharamkan maka hukumnya haram menurut sepakat ulama.
Ini mencakup joget/menarinya lelaki di hadapan sesama lelaki, atau joget/menarinya wanita di hadapan sesama wanita, atau joget/menarinya lelaki di hadapan wanita.
Joget dan menarinya wanita di depan lelaki non mahram
Walaupun hukum asal ar-raqshu adalah makruh, namun jika dilakukan wanita di depan lelaki ajnabi (non-mahram) maka hukumnya haram. Karena jelas hal ini menimbulkan fitnah (godaan) yang besar bagi lelaki, termasuk perbuatan fahisyah dan mendekati zina. Padahal Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mewanti-wanti fitnah (godaan) wanita, beliau bersabda,
ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ
“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. Al-Bukhari 5096, Muslim 2740).
Beliau juga bersabda,
إن الدنيا حلوةٌ خضرةٌ . وإن اللهَ مستخلفُكم فيها . فينظرُ كيف تعملون . فاتقوا الدنيا واتقوا النساءَ . فإن أولَ فتنةِ بني إسرائيلَ كانت في النساءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan Allah telah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, sehingga Allah melihat apa yang kalian perbuat (di sana). Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah (cobaan) dunia dan takutlah kalian terhadap fitnah (cobaan) wanita. Karena sesungguhnya fitnah (cobaan) pertama pada Bani Isra’il adalah cobaan wanita” (HR Muslim 2742).
Kemudian lelaki mukmin dan wanita mukminah diperintahkan oleh Allah untuk saling menundukkan pandangan, maka jika sengaja memperlihatkan joget dan tarian kepada lelaki non mahram ini menyelisihi 180 derajat perintah Allah tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya’” (QS. An-Nur: 30-31).
Lelaki muslim dilarang memandang wanita yang tidak halal baginya dengan sengaja, baik dengan atau tanpa syahwat. Jika dengan syahwat atau untuk bernikmat-nikmat maka lebih terlarang lagi.
Dan zinanya mata adalah dengan memandang. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا العينِ النظرُ، وزنا اللسانِ المنطقُ، والنفسُ تتمنى وتشتهي، والفرجُ يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه
“sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al-Bukhari 6243).
Para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’ ditanya, “apa hukum wanita berjoget/menari di depan lelaki ajnabi (non mahram)?” Mereka menjawab,
الواجب على المرأة المسلمة الاحتشام والتستر بالحجاب الكامل عن الرجال غير المحارم، والبعد عن أسباب الفتنة، ومن أعظمها رقصها أمام الرجال الأجانب، فهو محرم لا يجوز، وهو مسبب للفتنة والوقوع في الفاحشة، ومناف للحياء، فعلى المرأة المسلمة الابتعاد عن ذلك وعن غيره من أسباب الفتنة
“Wajib bagi wanita muslimah untuk berlaku sopan dan menutup dirinya dengan hijab yang sempurna dari para lelaki yang bukan mahram. Dan wajib juga bagi mereka untuk menjauhi sebab-sebab fitnah (godaan). Dan di antara godaan yang paling besar adalah joget/menarinya mereka di depan lelaki yang bukan mahram. Ini hukumnya haram, tidak diperbolehkan. Dan ini merupakan sebab fitnah dan sebab terjerumusnya seseorang dalam perbuatan fahisyah (zina). Maka wajib bagi wanita muslimah untuk menjauhkan diri dari perbuatan tersebut dan dari semua perbuatan yang menyebabkan fitnah (godaan)” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, jilid 3 no. 16638).
Joget dan menarinya wanita di depan suaminya
Adapun jogetnya istri khusus di depan suaminya maka hukumnya halal. Karena jogetnya istri di depan suami tentunya tidak ada faktor kesombongan, dan juga tidak termasuk perbuatan dana’ah dan safah.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyebutkan,
أما رقص المرأة أمام زوجها وليس عندهما أحد فلا بأس به؛ لأن ذلك ربما يكون أدعى لرغبة الزوج فيها، وكل ما كان أدعى لرغبة الزوج فيها فإنه مطلوب ما لم يكن محرماً بعينه، ولهذا يسن للمرأة أن تتجمل لزوجها، كما يسن للزوج أيضاً أن يتجمل لزوجته كما تتجمل له
“Adapun joget/menarinya wanita di depan suaminya tanpa dilihat orang lain, maka tidak mengapa. Karena ini terkadang bisa membangkitkan cinta suami terhadap istrinya. Dan semua hal yang membangkitkan cinta suami terhadap istrinya adalah hal yang dituntut dalam syariat, selama bukan perbuatan yang haram secara dzatnya. Oleh karena itu istri disunnahkan untuk berhias di depan suaminya. Sebagaimana juga suami disunnahkan untuk berhias bagi istrinya” (Liqa Asy-Syahri, 12/19).
Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman mengatakan, “Jogetnya seorang istri khusus untuk suaminya hukumnya halal dalam bentuk apapun. Wallahu’alam” (Fatawa Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman, fatwa no. 49, Asy-Syamilah).
Demikian uraian ringkas mengenai ar-raqshu, semoga menjadi tambahan ilmu untuk kita semua. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Disebutkan dalam kamus Mu’jam Al-Wasith:
تنقَّل وحرك جسمه على إِيقاع موسيقى أو على الغناء
“(ar-raqshu adalah) seseorang berpindah-pindah posisi dan menggerak-gerakkan badannya sesuai irama musik atau nyanyian.”
Para ulama yang semangat membimbing umat kepada kebaikan dan mencegah umat dari keburukan membahas masalah ar-raqshu. Kita simak uraian ringkas berikut.
Hukum ar-raqshu secara umum
Allah Ta’ala berfirman,
لَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا {الإسراء: 37}.
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan cara al-marah, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung” (QS. Al-Isra: 37).
Imam Al-Qurthubi dalam Tafsirnya menjelaskan,
اسْتَدَلَّ الْعُلَمَاءُ بِهَذِهِ الْآيَةِ عَلَى ذَمِّ الرَّقْصِ وَتَعَاطِيهِ. قَالَ الْإِمَامُ أَبُو الْوَفَاءِ ابْنُ عَقِيلٍ: قَدْ نَصَّ الْقُرْآنُ عَلَى النَّهْيِ عَنِ الرَّقْصِ فَقَالَ:” وَلا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً” وَذَمَّ الْمُخْتَالَ. والرقص أشد المرح والبطر
“Para ulama berdalil dengan ayat ini untuk mencela joget dan pelakunya. Al-Imam Abul Wafa bin Aqil mengatakan, ‘Al-Qur’an menyatakan dilarangnya joget dalam firman-Nya janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan cara al marah (penuh kesenangan). Dan ayat ini juga mencela kesombongan. Sedangkan joget itu adalah bentuk jalan dengan ekspresi sangat-sangat senang dan penuh kesombongan” (Tafsir Al-Qurthubi, 10/263).
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum ar-raqshu. Sebagian ulama Syafi’iyyah membolehkan ar-raqshu (lihat Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, 23/10) berdalil dengan hadits Aisyah radhiallahu’anha,
جاء حَبَشٌ يزْفِنونَ في يومِ عيدٍ في المسجدِ . فدعاني النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ . فوضَعْتُ رأسي . على منكبِه . فجعلتُ أنظرُ إلى لعبِهم . حتى كنتُ أنا التي أنصرفُ عن النظرِ إليهم
“Datang orang-orang Habasyah menari-nari di masjid pada hari Id. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memanggilku. Aku letakkan kepalaku di atas bahu beliau. Dan akupun menonton orang-orang Habasyah tersebut sampai aku sendiri yang memutuskan untuk tidak ingin melihat lagi” (HR. Muslim no. 892).
Namun jika kita gabungkan dengan riwayat yang lain, maka kita akan ketahui bahwa يزْفِنونَ (menari-nari) di sini maksudnya bermain alat-alat perang. Sebagaimana dalam riwayat Bukhari,
كانَ الحَبَشُ يلعبونَ بِحِرابِهم فَسَتَرنِي رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ وأنَا أنْظُرُ ، فمَا زِلْتُ أنظرُ حتَّى كنْتُ أنا أَنْصَرِفُ
“Orang-orang Habasyah bermain-main dengan alat-alat perang mereka. Rasulullah pun membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat aku (‘Aisyah) sedangkan aku menonton mereka. Terus demikian sampai akhirnya aku (‘Aisyah) enggan melihat lagi” (HR. Bukhari no. 5190).
Dijelaskan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah (23/10),
فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَالْقَفَّال مِنَ الشَّافِعِيَّةِ إِلَى كَرَاهَةِ الرَّقْصِ مُعَلِّلِينَ ذَلِكَ بِأَنَّ فِعْلَهُ دَنَاءَةٌ وَسَفَهٌ، وَأَنَّهُ مِنْ مُسْقِطَاتِ الْمُرُوءَةِ، وَأَنَّهُ مِنَ اللَّهْوِ. قَال الأَْبِيُّ: وَحَمَل الْعُلَمَاءُ حَدِيثَ رَقْصِ الْحَبَشَةِ عَلَى الْوَثْبِ بِسِلاَحِهِمْ، وَلَعِبِهِمْ بِحِرَابِهِمْ، لِيُوَافِقَ مَا جَاءَ فِي رِوَايَةٍ: يَلْعَبُونَ عِنْدَ رَسُول اللَّهِ بِحِرَابِهِمْ وَهَذَا كُلُّهُ مَا لَمْ يَصْحَبِ الرَّقْصَ أَمْرٌ مُحَرَّمٌ كَشُرْبِ الْخَمْرِ، أَوْ كَشْفِ الْعَوْرَةِ وَنَحْوِهِمَا، فَيَحْرُمُ اتِّفَاقًا
“Ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan Al-Qafal dari Syafi’iyyah memakruhkan joget dengan alasan karena ia adalah perbuatan dana’ah (rendah) dan safah (kebodohan). Dan ia merupakan perbuatan yang menjatuhkan wibawa. Dan ia juga merupakan lahwun (kesia-siaan). Al-Abbi mengatakan, ‘Para ulama memaknai hadits jogetnya orang Habasyah bahwa maksudnya (bukan joget sebagaimana yang kita ketahui) namun sekedar lompat-lompat ketika bermain pedang, dan alat-alat perang mereka.’ Sehingga sesuai dengan riwayat yang lain yang menyatakan bahwa mereka (orang Habasyah) bermain-main di dekat Rasulullah dengan alat-alat perang mereka.’ Demikian pemaparan ini semua dengan asumsi joget tersebut tidak dibarengi dengan hal yang diharamkan syariat seperti minum khamr, membuka aurat, atau yang lainnya. Jika dibarengi hal yang diharamkan maka hukumnya haram menurut sepakat ulama.”
Asy-Syaikh Al-Faqih Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan,
الرقص مكروه في الأصل ، ولكن إذا كان على الطريقة الغربية ، أو كان تقليداً للكافرات : صار حراماً
“Berjoget/menari hukum asalnya makruh. Namun jika dilakukan dengan cara yang nyeleneh atau meniru orang kafir maka menjadi haram” (Liqaa Baabil Maftuh, 41/18).
Dengan demikian yang tepat, hukum ar-raqshu secara umum adalah makruh. Namun ini jika tidak disertai perbuatan yang dilarang agama seperti diiringi musik, membuka aurat, bergaya seperti wanita, meniru orang kafir, minum khamr dan lainnya. Jika dibarengi hal-hal yang diharamkan maka hukumnya haram menurut sepakat ulama.
Ini mencakup joget/menarinya lelaki di hadapan sesama lelaki, atau joget/menarinya wanita di hadapan sesama wanita, atau joget/menarinya lelaki di hadapan wanita.
Joget dan menarinya wanita di depan lelaki non mahram
Walaupun hukum asal ar-raqshu adalah makruh, namun jika dilakukan wanita di depan lelaki ajnabi (non-mahram) maka hukumnya haram. Karena jelas hal ini menimbulkan fitnah (godaan) yang besar bagi lelaki, termasuk perbuatan fahisyah dan mendekati zina. Padahal Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mewanti-wanti fitnah (godaan) wanita, beliau bersabda,
ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ
“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. Al-Bukhari 5096, Muslim 2740).
Beliau juga bersabda,
إن الدنيا حلوةٌ خضرةٌ . وإن اللهَ مستخلفُكم فيها . فينظرُ كيف تعملون . فاتقوا الدنيا واتقوا النساءَ . فإن أولَ فتنةِ بني إسرائيلَ كانت في النساءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan Allah telah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, sehingga Allah melihat apa yang kalian perbuat (di sana). Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah (cobaan) dunia dan takutlah kalian terhadap fitnah (cobaan) wanita. Karena sesungguhnya fitnah (cobaan) pertama pada Bani Isra’il adalah cobaan wanita” (HR Muslim 2742).
Kemudian lelaki mukmin dan wanita mukminah diperintahkan oleh Allah untuk saling menundukkan pandangan, maka jika sengaja memperlihatkan joget dan tarian kepada lelaki non mahram ini menyelisihi 180 derajat perintah Allah tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya’” (QS. An-Nur: 30-31).
Lelaki muslim dilarang memandang wanita yang tidak halal baginya dengan sengaja, baik dengan atau tanpa syahwat. Jika dengan syahwat atau untuk bernikmat-nikmat maka lebih terlarang lagi.
Dan zinanya mata adalah dengan memandang. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا العينِ النظرُ، وزنا اللسانِ المنطقُ، والنفسُ تتمنى وتشتهي، والفرجُ يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه
“sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al-Bukhari 6243).
Para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’ ditanya, “apa hukum wanita berjoget/menari di depan lelaki ajnabi (non mahram)?” Mereka menjawab,
الواجب على المرأة المسلمة الاحتشام والتستر بالحجاب الكامل عن الرجال غير المحارم، والبعد عن أسباب الفتنة، ومن أعظمها رقصها أمام الرجال الأجانب، فهو محرم لا يجوز، وهو مسبب للفتنة والوقوع في الفاحشة، ومناف للحياء، فعلى المرأة المسلمة الابتعاد عن ذلك وعن غيره من أسباب الفتنة
“Wajib bagi wanita muslimah untuk berlaku sopan dan menutup dirinya dengan hijab yang sempurna dari para lelaki yang bukan mahram. Dan wajib juga bagi mereka untuk menjauhi sebab-sebab fitnah (godaan). Dan di antara godaan yang paling besar adalah joget/menarinya mereka di depan lelaki yang bukan mahram. Ini hukumnya haram, tidak diperbolehkan. Dan ini merupakan sebab fitnah dan sebab terjerumusnya seseorang dalam perbuatan fahisyah (zina). Maka wajib bagi wanita muslimah untuk menjauhkan diri dari perbuatan tersebut dan dari semua perbuatan yang menyebabkan fitnah (godaan)” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, jilid 3 no. 16638).
Joget dan menarinya wanita di depan suaminya
Adapun jogetnya istri khusus di depan suaminya maka hukumnya halal. Karena jogetnya istri di depan suami tentunya tidak ada faktor kesombongan, dan juga tidak termasuk perbuatan dana’ah dan safah.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyebutkan,
أما رقص المرأة أمام زوجها وليس عندهما أحد فلا بأس به؛ لأن ذلك ربما يكون أدعى لرغبة الزوج فيها، وكل ما كان أدعى لرغبة الزوج فيها فإنه مطلوب ما لم يكن محرماً بعينه، ولهذا يسن للمرأة أن تتجمل لزوجها، كما يسن للزوج أيضاً أن يتجمل لزوجته كما تتجمل له
“Adapun joget/menarinya wanita di depan suaminya tanpa dilihat orang lain, maka tidak mengapa. Karena ini terkadang bisa membangkitkan cinta suami terhadap istrinya. Dan semua hal yang membangkitkan cinta suami terhadap istrinya adalah hal yang dituntut dalam syariat, selama bukan perbuatan yang haram secara dzatnya. Oleh karena itu istri disunnahkan untuk berhias di depan suaminya. Sebagaimana juga suami disunnahkan untuk berhias bagi istrinya” (Liqa Asy-Syahri, 12/19).
Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman mengatakan, “Jogetnya seorang istri khusus untuk suaminya hukumnya halal dalam bentuk apapun. Wallahu’alam” (Fatawa Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman, fatwa no. 49, Asy-Syamilah).
Demikian uraian ringkas mengenai ar-raqshu, semoga menjadi tambahan ilmu untuk kita semua. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Kamis, 08 Maret 2018
RINGKASAN FATWA ‘ULAMA SEPUTAR DAKWAH DENGAN VIDEO BERGAMBAR
Masjid Imam Al-Wadi'i:
🏮 *RINGKASAN FATWA ‘ULAMA SEPUTAR DAKWAH DENGAN VIDEO BERGAMBAR*
1⃣ Lajnah Dâimah.
SOAL:
هَلِ التَّصْوِيْرُ الَّذِي تَسْتَخْدِمُ فِيْهِ كَامِيْرَا الفِيْدِيُو يَقَعُ حُكْمُهُ تَحْتَ التَّصْوِيْرِ الفُوتُوغْرَافِي؟
“Apakah gambar yang menggunakan padanya kamera video hukumnya seperti gambar fotografi?
JAWAB:
نَعَم ، حُكْمُ التَّصْوِيْرِ بِالفِيدِيُو حُكْمُ التَّصْوِيْرِ الفُوتُوغْرَافِيِّ بِالمَنْع وَالتَّحْرِيمِ لِعُمُومِ الأَدِلَّةِ».
*“Iya, hukum gambar dengan video adalah hukum gambar dengan fotografi dalam larangan dan keharomannya sesuai dengan keumuman dalil.”* [fatwa (no.16259)]
2⃣ Asy-Syaikh Muhammad Nâshiruddîn Al-Albânî rohimahullôh mengatakan:
كُلُّ الصُّوَرِ مُحرَّمَةٌ سَوَاءٌ كَانَتْ يَدَوِيَّةٌ أَو فُوتُوغْرَافِيَّةٌ أَو هَذِهِ (الموضة) الجَدِيْدَةُ الَّتِي سَمَّيْتَهَا -آنِفاً- (فِيْدِيُو)، كُلُّ هَذِهِ وَهَذِهِ وَهَذِهِ مُحرَّمَةٌ».
*“Setiap gambar adalah harom, sama saja dengan cara tangan, fotografi atau model baru yang sekarang engkau namakan dengan (video), maka semua ini, ini dan ini adalah harom.”* [dinukil dari “Al-Ibrôz li aqwâlil ‘Ulamâ fie hukmit tilfâz” (hal.14)]
3⃣ Asy-Syaikh Ibnu Bâz rohimahulloh.
SOAL:
س: مَا حُكْمُ التَّغْسِيْلِ وَالتَّكْفِيْنِ عَنْ طَرِيْقِ الفِيْدِيُو؟
“Apa hukum memandikan dan mengkafani (jenazah) melalui cara video?
JAWAB:
ج: التَّعْلِيْمُ يَكُونُ بِغَيْرِ الفِيْدِيُو لِمَا فِي الأَحَادِيْثِ الكَثِيْرَةِ الصَّحِيْحَةِ مِنَ النَّهْيِ عَنِ التَّصْوِيْرِ وَلَعْنِ المُصَوِّرِيْنَ».
*“Pengajaran dilakasanakan dengan tanpa video karena terdapat pada hadits-hadits yang banyak lagi shohih, yang melarang dari menggambar dan melaknat orang-orang yang menggambar.”* [dari “As’ilah Al-Jam’iyyah Al-Khoiriyyah bi Syaqrô”]
Beliau juga mengatakan:
«وَظُهُورُ صُورَتِي لَيْسَ دَلِيْلاً عَلَيَّ اِجَازَتِي التَّصْوِيْر وَلاَ عَلَى رِضَايَ بِهِ فَاِنِّي لَمْ أَعْلَمْ أَنَّهُمْ صَوَّرُونِي».
*“Nampaknya gambarku bukanlah dalil tentang pembolehan dariku tentang gambar, tidak pula juga bentuk keridhoanku padanya, karena aku tidaklah tahu bahwasanya mereka (mengambil) gambarku.”* [lihat “Lajnah Dâimah” (1/460)]
4⃣ Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdî Al-Wâdi’î rohimahulloh mengatakan:
»وَمُنْكَرٌ عَظِيْمٌ أَنْ يَقُومَ المُحَاضِرُ فِي المَسَاجِدِ يُحَاضِرُ النَّاسَ وَالمُصَوَّرَة _أي الكَامِيْرَا_ مُوَجَّهَةٌ اِلَيْهِ ..... وَالبَثُّ المُبَاشِرُ _أَيّ النَّقْلُ الحَيُّ_ دَاخِلٌ فِي التَّحْرِيْمِ فَهُوَ يُعْتَبَرُ صُوْرَةً وَالنَّاسُ يُسَمَّونَهَا صُورَةً فَهِيَ مُحَرَّمَةٌ«
*“Kemungkaran yang besar adalah ketika seorang pemberi ceramah di Masjid; memberikan ceramah kepada orang-orang dalam keadaan kamera menghadap ke arahnya* ... dan siaran langsung masuk juga padanya dalam hal yang harom, maka hal tersebut termasuk gambar, dan orang-orang (pun) menamakannya juga gambar, dan ini adalah harom.” [lihat “Hukmu Tashwîr” (70-71)]
5⃣ Asy-Syaikh Ahmad bin Yahyâ An-Najmî rohimahullôh mengatakan:
«أَمَّا يَعْنِي ظُهُورُهُ عَلَى الشَّاشَةِ هَذَا لاَ شَكَّ أَنَّهُ مُنْكَرٌ ..»
*“Adapun nampaknya da’i di layar (TV), ini tidaklah diragukan bahwa itu mungkar.”* [dinukil dari “Al-Ibrôz li aqwâlil ‘Ulamâ fie hukmit tilfâz” (hal.32)]
6⃣ Asy-Syaikh Shôlih Al-Fauzân hafidzohullôh.
SOAL:
مَا حُكْمُ اسْتِخْدَامِ الوَسَائِلِ التَّعْلِيْمِيَّةِ مِن فِيدِيُو وَسِيْنِمَا وَغَيرِهِمَا فِي تَدْرِيْسِ المَوَّادِ الشَّرْعِيَّةِ كَالفِقْهِ وَالتَّفْسِيْرِ وَغَيرِهَا مِنَ المَوَّادِ الشَّرْعِيَّةِ؟ وَهَلْ فِي ذَلِكَ مَحْذُورٌ شَرْعِيٌّ؟ أَفْتُونَا مَأجُورِيْنَ.
“Apa hukumnya menggunakan wasilah untuk pengajaran dengan video dan sinema atau selain keduanya dalam mengejarkan bidang syari’ah seperti Fiqh, Tafsir atau selain keduanya dari bidang syari;ah? Apakah dalam hal tersebut ada larangan secara syari’at? Berikanlah kami fatwa semoga anda diberikan pahala.
JAWAB:
الَّذِي أَرَاهُ أَنَّ ذَلِكَ لَا يَجُوزُ؛ لِأَنَّهُ لاَبُدَّ أَن يَكُونَ مَصْحُوبًا بِالتَّصْوِيْرِ، وَالتَّصْوِيْرُ حَرَامٌ، وَليسَ هُنَاك ضَرُورَة تَدْعو إِلَيهِ. والله أعلم
“Dan yang aku pandang (dalam hal ini) adalah tidak boleh, karena diharuskan darinya disertai dengan (pengambilan) gambar, dan gambar adalah harom. *Dan tidaklah ada disana namanya darurat yang dibutuhkan padanya*, Wa Allôhu a’lam.” [lihat “Al-Muntaqo” (no.513)]
⁉🎙📹⛔ BOLEHKAH MEREKAM CERAMAH DENGAN VIDEO
✍🏻 Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
📬 Penanya: Semoga Allah berbuat baik kepada Anda wahai Samahatul Walid, penanya mengatakan: “Salah seorang ikhwah menukil dari Anda bahwa Anda berpendapat bolehnya merekam pelajaran-pelajaran dengan kamera video dan dia mengklaim bahwa Anda pernah mengatakan bahwa rekaman tersebut bisa dihapus setelah memanfaatkannya, apakah hal ini benar?
🔓 Asy-Syaikh: Cukuplah bagimu bahwa itu hanyalah klaim, cukup ini.
Klaim adalah sedusta-dusta ucapan, ini merupakan sedusta-dusta ucapan. Saya tidak mengucapkan perkataan seperti ini. Jika dia memang benar, maka saya menantangnya untuk menunjukkan rekaman suaraku atau tulisan yang saya tulis dengan penaku. Adapun engkau merasa tenang (cukup –pent) dengan apa yang dikatakan oleh manusia maka Allah Subhanahu wa Ta’ala yang akan menghisab kalian atasnya.
Wallahu Ta’ala a’lam.
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ.
.
🏮 *RINGKASAN FATWA ‘ULAMA SEPUTAR DAKWAH DENGAN VIDEO BERGAMBAR*
1⃣ Lajnah Dâimah.
SOAL:
هَلِ التَّصْوِيْرُ الَّذِي تَسْتَخْدِمُ فِيْهِ كَامِيْرَا الفِيْدِيُو يَقَعُ حُكْمُهُ تَحْتَ التَّصْوِيْرِ الفُوتُوغْرَافِي؟
“Apakah gambar yang menggunakan padanya kamera video hukumnya seperti gambar fotografi?
JAWAB:
نَعَم ، حُكْمُ التَّصْوِيْرِ بِالفِيدِيُو حُكْمُ التَّصْوِيْرِ الفُوتُوغْرَافِيِّ بِالمَنْع وَالتَّحْرِيمِ لِعُمُومِ الأَدِلَّةِ».
*“Iya, hukum gambar dengan video adalah hukum gambar dengan fotografi dalam larangan dan keharomannya sesuai dengan keumuman dalil.”* [fatwa (no.16259)]
2⃣ Asy-Syaikh Muhammad Nâshiruddîn Al-Albânî rohimahullôh mengatakan:
كُلُّ الصُّوَرِ مُحرَّمَةٌ سَوَاءٌ كَانَتْ يَدَوِيَّةٌ أَو فُوتُوغْرَافِيَّةٌ أَو هَذِهِ (الموضة) الجَدِيْدَةُ الَّتِي سَمَّيْتَهَا -آنِفاً- (فِيْدِيُو)، كُلُّ هَذِهِ وَهَذِهِ وَهَذِهِ مُحرَّمَةٌ».
*“Setiap gambar adalah harom, sama saja dengan cara tangan, fotografi atau model baru yang sekarang engkau namakan dengan (video), maka semua ini, ini dan ini adalah harom.”* [dinukil dari “Al-Ibrôz li aqwâlil ‘Ulamâ fie hukmit tilfâz” (hal.14)]
3⃣ Asy-Syaikh Ibnu Bâz rohimahulloh.
SOAL:
س: مَا حُكْمُ التَّغْسِيْلِ وَالتَّكْفِيْنِ عَنْ طَرِيْقِ الفِيْدِيُو؟
“Apa hukum memandikan dan mengkafani (jenazah) melalui cara video?
JAWAB:
ج: التَّعْلِيْمُ يَكُونُ بِغَيْرِ الفِيْدِيُو لِمَا فِي الأَحَادِيْثِ الكَثِيْرَةِ الصَّحِيْحَةِ مِنَ النَّهْيِ عَنِ التَّصْوِيْرِ وَلَعْنِ المُصَوِّرِيْنَ».
*“Pengajaran dilakasanakan dengan tanpa video karena terdapat pada hadits-hadits yang banyak lagi shohih, yang melarang dari menggambar dan melaknat orang-orang yang menggambar.”* [dari “As’ilah Al-Jam’iyyah Al-Khoiriyyah bi Syaqrô”]
Beliau juga mengatakan:
«وَظُهُورُ صُورَتِي لَيْسَ دَلِيْلاً عَلَيَّ اِجَازَتِي التَّصْوِيْر وَلاَ عَلَى رِضَايَ بِهِ فَاِنِّي لَمْ أَعْلَمْ أَنَّهُمْ صَوَّرُونِي».
*“Nampaknya gambarku bukanlah dalil tentang pembolehan dariku tentang gambar, tidak pula juga bentuk keridhoanku padanya, karena aku tidaklah tahu bahwasanya mereka (mengambil) gambarku.”* [lihat “Lajnah Dâimah” (1/460)]
4⃣ Asy-Syaikh Muqbil bin Hâdî Al-Wâdi’î rohimahulloh mengatakan:
»وَمُنْكَرٌ عَظِيْمٌ أَنْ يَقُومَ المُحَاضِرُ فِي المَسَاجِدِ يُحَاضِرُ النَّاسَ وَالمُصَوَّرَة _أي الكَامِيْرَا_ مُوَجَّهَةٌ اِلَيْهِ ..... وَالبَثُّ المُبَاشِرُ _أَيّ النَّقْلُ الحَيُّ_ دَاخِلٌ فِي التَّحْرِيْمِ فَهُوَ يُعْتَبَرُ صُوْرَةً وَالنَّاسُ يُسَمَّونَهَا صُورَةً فَهِيَ مُحَرَّمَةٌ«
*“Kemungkaran yang besar adalah ketika seorang pemberi ceramah di Masjid; memberikan ceramah kepada orang-orang dalam keadaan kamera menghadap ke arahnya* ... dan siaran langsung masuk juga padanya dalam hal yang harom, maka hal tersebut termasuk gambar, dan orang-orang (pun) menamakannya juga gambar, dan ini adalah harom.” [lihat “Hukmu Tashwîr” (70-71)]
5⃣ Asy-Syaikh Ahmad bin Yahyâ An-Najmî rohimahullôh mengatakan:
«أَمَّا يَعْنِي ظُهُورُهُ عَلَى الشَّاشَةِ هَذَا لاَ شَكَّ أَنَّهُ مُنْكَرٌ ..»
*“Adapun nampaknya da’i di layar (TV), ini tidaklah diragukan bahwa itu mungkar.”* [dinukil dari “Al-Ibrôz li aqwâlil ‘Ulamâ fie hukmit tilfâz” (hal.32)]
6⃣ Asy-Syaikh Shôlih Al-Fauzân hafidzohullôh.
SOAL:
مَا حُكْمُ اسْتِخْدَامِ الوَسَائِلِ التَّعْلِيْمِيَّةِ مِن فِيدِيُو وَسِيْنِمَا وَغَيرِهِمَا فِي تَدْرِيْسِ المَوَّادِ الشَّرْعِيَّةِ كَالفِقْهِ وَالتَّفْسِيْرِ وَغَيرِهَا مِنَ المَوَّادِ الشَّرْعِيَّةِ؟ وَهَلْ فِي ذَلِكَ مَحْذُورٌ شَرْعِيٌّ؟ أَفْتُونَا مَأجُورِيْنَ.
“Apa hukumnya menggunakan wasilah untuk pengajaran dengan video dan sinema atau selain keduanya dalam mengejarkan bidang syari’ah seperti Fiqh, Tafsir atau selain keduanya dari bidang syari;ah? Apakah dalam hal tersebut ada larangan secara syari’at? Berikanlah kami fatwa semoga anda diberikan pahala.
JAWAB:
الَّذِي أَرَاهُ أَنَّ ذَلِكَ لَا يَجُوزُ؛ لِأَنَّهُ لاَبُدَّ أَن يَكُونَ مَصْحُوبًا بِالتَّصْوِيْرِ، وَالتَّصْوِيْرُ حَرَامٌ، وَليسَ هُنَاك ضَرُورَة تَدْعو إِلَيهِ. والله أعلم
“Dan yang aku pandang (dalam hal ini) adalah tidak boleh, karena diharuskan darinya disertai dengan (pengambilan) gambar, dan gambar adalah harom. *Dan tidaklah ada disana namanya darurat yang dibutuhkan padanya*, Wa Allôhu a’lam.” [lihat “Al-Muntaqo” (no.513)]
⁉🎙📹⛔ BOLEHKAH MEREKAM CERAMAH DENGAN VIDEO
✍🏻 Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
📬 Penanya: Semoga Allah berbuat baik kepada Anda wahai Samahatul Walid, penanya mengatakan: “Salah seorang ikhwah menukil dari Anda bahwa Anda berpendapat bolehnya merekam pelajaran-pelajaran dengan kamera video dan dia mengklaim bahwa Anda pernah mengatakan bahwa rekaman tersebut bisa dihapus setelah memanfaatkannya, apakah hal ini benar?
🔓 Asy-Syaikh: Cukuplah bagimu bahwa itu hanyalah klaim, cukup ini.
Klaim adalah sedusta-dusta ucapan, ini merupakan sedusta-dusta ucapan. Saya tidak mengucapkan perkataan seperti ini. Jika dia memang benar, maka saya menantangnya untuk menunjukkan rekaman suaraku atau tulisan yang saya tulis dengan penaku. Adapun engkau merasa tenang (cukup –pent) dengan apa yang dikatakan oleh manusia maka Allah Subhanahu wa Ta’ala yang akan menghisab kalian atasnya.
Wallahu Ta’ala a’lam.
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ.
.
Langganan:
Postingan (Atom)