Senin, 24 November 2014

Wanita yang Sholatnya Tidak Melampaui Kepalanya

WANITA YANG SHOLATNYA TIDAK MELAMPAUI KEPALANYA,

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

اثْنَانِ لا تُجَاوِزُ صَلاتُهُمَا رُءُوسَهُمَا عَبْدٌ آبِقٌ مِنْ مَوَالِيهِ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْهِمْ وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ

“Ada dua orang yang sholatnya tidak melampaui kepalanya; seorang budak yang lari dari tuannya sampai ia kembali dan seorang wanita yang tidak taat kepada suaminya sampai ia bertaubat (kembali taat).” [HR. Ath-Thabrani dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 1888]

Al-Munawi rahimahullah berkata,

أي لا ترفع إلى الله تعالى في رفع العمل الصالح

“Maknanya, sholat mereka tidak diangkat kepada Allah ta’ala  dalam pengangkatan amal shalih.”

Beliau rahimahullah juga berkata,

ولا يلزم من عدم القبول عدم الصحة فالصلاة صحيحة لا يجب قضاؤها لكن ثوابها قليل أو لا ثواب فيها أما لو أبق لعذر كخوف قتل أو فعل فاحشة أو تكليفه على الدوام ما لا يطيقه أو عصت المرأة بمعصية كوطئه في دبرها أو حيضها فثواب صلاتهما بحاله ولا طاعة لمخلوق في معصية الخالق

“Dan tidaklah mengharuskan amalan yang tidak diterima itu juga dihukumi sebagai amalan yang tidak sah. Shalatnya tetap sah, tidak ada kewajiban meng-qodho, akan tetapi pahalanya sedikit atau tidak ada sama sekali. (Hal itu kalau tanpa alasan yang dibenarkan syari’at), adapun jika seorang budak lari karena satu alasan seperti karena takut dibunuh atau karena perbuatan keji atau karena dibebankan suatu pekerjaan terus menerus yang tidak mampu ia lakukan, atau seorang istri tidak taat ketika mau disetubuhi pada duburnya atau ketika haidnya, maka pahala sholat keduanya ketika itu tetap mereka dapatkan. Dan tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah Al-Khaliq.” [Faidhul Qodir, 1/195]

Beberapa Pelajaran:

1) Agungnya kedudukan suami atas istri, bahkan seorang istri tidak dapat menunaikan hak Allah ta’ala tanpa menunaikan hak suami; sholatnya maupun ibadahnya yang lain menjadi kurang atau tidak bernilai sama sekali apabila ia tidak taat kepada suaminya. Namun ia tetap wajib sholat, apabila ia meninggalkan sholat maka ia terjerumus dalam dosa yang jauh lebih besar, yaitu kekafiran.

2) Kewajiban istri untuk selalu taat kepada suami dalam perka apa pun selama bukan kemaksiatan kepada Allah ta’ala, walau pun dalam perkara yang tidak disenangi oleh si istri atau keluarganya, maka ia tetap mendahulukan suaminya di atas dirinya dan keluarganya, selama bukan maksiat.

3) Tidak boleh taat kepada suami dan kepada siapa pun dalam kemaksiatan kepada Allah ta’ala, misalkan suami memerintahkan istrinya membuka aurat dan berbagai kemaksiatan lainnya maka tidak boleh taat, karena hakikat ketaatan kepada suami hanyalah demi taat kepada Allah ta’ala.

4) Ketaatan seorang istri terhadap suami adalah ibadah kepada Allah ta’ala yang akan memuliakan seorang wanita di dunia dan akhirat, dan bukan tanda kelemahan seorang wanita seperti yang dikatakan kaum feminis yang tidak punya akal (kalau wanita akalnya setengah laki-laki, kalau kaum feminis tidak punya akal sama sekali).

5) Kebahagiaan yang hakiki hanyalah dalam ketaatan kepada Allah ta’ala, barangsiapa merasa bahagia dalam kemaksiatan maka ia telah ditipu oleh setan dan hawa nafsunya, maka siapa saja yang terjerumus dalam kemaksiatan hendaklah segera bertaubat kepada Allah ta’ala yang Maha Penyayang lagi Maha Penerima Taubat dan Maha Pengampun.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم







Tidak ada komentar:

Posting Komentar