ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢِ
MEMULIAKAN TAMU
Berkata as Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullahu Ta'ala: "Memuliakan tamu sepantasnya jangan kita mengatakan sebagai bahagian dari 'adat, bahkan kita katakan afalah 'ibadat; karena Nabi Shollallahu 'alaihi wa Sallam berkata: "Barang siapa yang beriman dengan Allah dan hari akhirat maka hendaklah dia memuliakan tamunya.
" Maka memuliakan tamu adalah 'ibadat yang akan mendekatkan seorang manusia kepada Rabbnya, dan sebagai sebab untuk kebajikan dia dengan idzin Allah Ta'ala. (Fataawa Nuur 'alad Darb 11/274).
Penterjemah : Abul Mundzir Lc.
Faedah WA Ta'zhiim as Sunnah Riau.
- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -
BERTAMU DENGAN CARA NABI ﷺ
بِسْـــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Saling berkunjung & bertamu di antara kita adalah hal yang biasa terjadi. Baik bertamu di antara sanak famili, dengan tetangga, atau teman.
Namun, banyak di antara kita yang melupakan atau belum mengetahui adab-adab dalam bertamu, dimana syari’at Islam yang lengkap telah memiliki tuntunan tersendiri dalam hal ini.
Nah, alangkah indahnya jika setiap yang kita lakukan kita niatkan ibadah kepada الله تعالي dan ittiba’ pada Rasulullah ﷺ , termasuk dalam hal adab bertamu ini.
1. Minta Izin Maksimal Tiga Kali.
Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kita, bahwa batasan untuk meminta izin untuk bertamu adalah tiga kali. Sebagaimana dalam sabdanya,
عن أبى موسى الاشعريّ رضي الله عمه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه و سلم: الاستئذانُ ثلاثٌ، فان أذن لك و الاّ فارجع
Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiallahu’anhu, dia berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda,
‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Mengucapkan Salam & Minta Izin Masuk.
Terkadang seseorang bertamu dengan memanggil-manggil nama yang hendak ditemui atau dengan kata-kata sekedarnya. Rasulullah ﷺ mengajarkan, hendaknya seseorang ketika bertamu memberikan salam dan meminta izin untuk masuk.
الله سبحانه و تعالي berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَّكَّرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nuur [24]:27)
Sebagaimana juga terdapat dalam hadits dari Kildah ibn al-Hambal radhiallahu’anhu, ia berkata,
“Aku mendatangi Rasulullah ﷺ lalu aku masuk ke rumahnya tanpa mengucap salam.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Keluar dan ulangi lagi dengan mengucapkan ‘ اَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ ’, boleh aku masuk?’” (HR. Abu Daud & Tirmidzi berkata: Hadits Hasan)
Dalam hal ini (memberi salam dan minta izin), sesuai dengan poin pertama, maka batasannya adalah tiga kali.
Maksudnya adalah, jika kita telah memberi salam tiga kali namun tidak ada jawaban atau tidak diizinkan, maka itu berarti kita harus menunda kunjungan kita kali itu.
Adapun ketika salam kita telah dijawab, bukan berarti kita dapat membuka pintu kemudian masuk begitu saja atau jika pintu telah terbuka, bukan berarti kita dapat langsung masuk.
Mintalah izin untuk masuk dan tunggulah izin dari sang pemilik rumah untuk memasuki rumahnya.
Hal ini disebabkan, sangat dimungkinkan jika seseorang langsung masuk, maka ‘aib atau hal yang tidak diinginkan untuk dilihat belum sempat ditutupi oleh sang pemilik rumah.
Sebagaimana diriwayatkan dari Sahal ibn Sa’ad radhiallahu’anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,
اِنّما جُعل الاستئذان من أجل البصر
“Sesungguhnya disyari’atkan minta izin adalah karena untuk menjaga pandangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Ketukan Yang Tidak Mengganggu.
Sering kali ketukan yang diberikan seorang tamu berlebihan sehingga mengganggu pemilik rumah. Baik karena kerasnya atau cara mengetuknya. Maka, hendaknya ketukan itu adalah ketukan yang sekedarnya dan bukan ketukan yang mengganggu seperti ketukan keras yang mungkin mengagetkan atau sengaja ditujukan untuk membangunkan pemilik rumah. Sebagaimana diceritakan oleh Anas bin Malik radhiallahu’anhu,
إن أبواب النبي صلى الله عليه وسلم كانت تقرع بالأظافير
“Kami di masa Nabi ﷺ mengetuk pintu dengan kuku-kuku.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod bab Mengetuk Pintu)
4. Posisi Berdiri Tidak Menghadap Pintu.
Masuk Hendaknya posisi berdiri tamu tidak di depan pintu dan menghadap ke dalam ruangan.
Poin ini juga berkaitan hak sang pemilik rumah untuk mempersiapkan dirinya dan rumahnya dalam menerima tamu. Sehingga dalam posisi demikian, apa yang ada di dalam rumah tidak langsung terlihat oleh tamu sebelum diizinkan oleh pemilik rumah.
Sebagaimana amalan Rasulullah ﷺ dari Abdullah bin Bisyr ia berkata,
كان رسول الله إذا أتى باب قوم لم يستقبل الباب من تلقاء و جهه و لكن ركنها الأيمن أو الأيسر و يقول السلام عليكم السلام عليكم
“Adalah Rasulullah ﷺ apabila mendatangi pintu suatu kaum, beliau tidak menghadapkan wajahnya di depan pintu, tetapi berada di sebelah kanan atau kirinya dan mengucapkan اَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ … اَسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ …” (HR. Abu Dawud, shohih – lihat majalah Al-Furqon)
5. Tidak Mengintip.
Mengintip ke dalam rumah sering terjadi ketika seseorang penasaran apakah ada orang di dalam rumah atau tidak.
Padahal Rasulullah ﷺ sangat mencela perbuatan ini dan memberi ancaman kepada para pengintip, sebagaimana dalam sabdanya,
لو أنّ امرأ اطلع عليك بغير إذن فخذفته بحصاة ففقأت عينه لم يكن عليك جناح
“Andaikan ada orang melihatmu di rumah tanpa izin, engkau melemparnya dengan batu kecil lalu kamu cungkil matanya, maka tidak ada dosa bagimu.” (HR. Bukhari Kitabul Isti’dzan)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِك أَنَّ رَجُلًا اطَّلَعَ مِنْ بَعْضِ حُجَرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِشْقَصٍ أَوْ بِمَشَاقِصَ فَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَخْتِلُ الرَّجُلَ لِيَطْعُنَهُ
“Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu sesungguhnya ada seorang laki-laki mengintip sebagian kamar Nabi ﷺ , lalu nabi berdiri menuju kepadanya dengan membawa anak panah yang lebar atau beberapa anak panah yang lebar, dan seakan-akan aku melihat beliau menanti peluang untuk menusuk orang itu.” (HR. Bukhari Kitabul Isti’dzan)
6. Pulang Kembali Jika Disuruh Pulang.
Kita harus menunda kunjungan atau dengan kata lain pulang kembali ketika setelah tiga kali salam tidak di jawab atau pemilik rumah menyuruh kita untuk pulang kembali. Sehingga jika seorang tamu disuruh pulang, hendaknya ia tidak tersinggung atau merasa dilecehkan karena hal ini termasuk adab yang penuh hikmah dalam syari’at Islam.
Di antara hikmahnya adalah hal ini demi menjaga hak-hak pemilik rumah.
الله سبحانه و تعالي berfirman,
لو أنّ امرأ اطلع عليك بغير إذن، فخَذّفْتَه بخَصاة ففَقأت عينه لم يكن عليك جناح
“Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin.
Dan jika dikatakan kepadamu: Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan الله Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nuur [24]: 28)
Makna ayat tersebut disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya, “Mengapa demikian? Karena meminta izin sebelum masuk rumah itu berkenaan dengan penggunaan hak orang lain. Oleh karena itu, tuan rumah berhak menerima atau menolak tamu.”Syaikh Abdur Rahman bin Nasir As Sa’di dalam Tafsir Al Karimur Rahman menambahkan, “Jika kamu di suruh kembali, maka kembalilah.
Jangan memaksa ingin masuk, dan jangan marah. Karena tuan rumah bukan menolak hak yang wajib bagimu wahai tamu, tetapi dia ingin berbuat kebaikan.
Terserah dia, karena itu haknya mengizinkan masuk atau tidak.
Jangan ada perasaan dan tuduhan bahwa tuan rumah ini angkuh dan sombong sekali.” Oleh karena itu, kelanjutan makna ayat “Kembali itu lebih bersih bagimu. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Artinya supaya hendaknya seorang tamu tidak berburuk sangka atau sakit hati kepada tuan rumah jika tidak diizinkan masuk, karena الله -lah yang Maha Tahu kemaslahatan hamba-Nya. (Majalah Al Furqon).
7. Menjawab Dengan Nama Jelas,
Jika Pemilik Rumah Bertanya “Siapa?” Terkadang pemilik rumah ingin mengetahui dari dalam rumah siapakah tamu yang datang sehingga bertanya, “Siapa?” Maka hendaknya seorang tamu tidak menjawab dengan “saya” atau “aku” atau yang semacamnya, tetapi sebutkan nama dengan jelas.
Sebagaimana terdapat dalam riwayat dari Jabirradhiallahu’anhu, dia berkata,
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دَيْنٍ كَانَ عَلَى أَبِي فَدَقَقْتُ الْبَابَ فَقَالَ مَنْ ذَا فَقُلْتُ أَنَا فَقَالَ أَنَا أَنَا كَأَنَّهُ كَرِهَهَا
“Aku mendatangi Rasulullah ﷺ , maka aku mengetuk pintu, lalu beliau bertanya, ‘Siapa?’ Maka Aku menjawab, ‘Saya.’ Lalu beliau bertanya, ‘Saya, saya?’ Sepertinya beliau tidak suka.” (HR. Bukhari & Muslim)
Demikianlah beberapa poin yang perlu kita perhatikan agar apa yang kita lakukan ketika bertamu pun sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ .
Dengan mengetahui adab-adab yang telah diajarkan Rasulullah ﷺ ini juga membuat kita lebih lapang kepada saudara kita sebagai tuan rumah ketika ia menjalankan apa yang menjadi haknya sebagai pemilik rumah.
Wallahu a’lam.
Maraji’:Majalah Al Furqon edisi 2 Tahun II 1423 H Terjemah Riyadush Shalihin, takhrij Syaikh M. Nashiruddin Al Albani jilid 2. Imam Nawawi.
Cetakan Duta Imu. 2003 Adabul Mufrod. Imam Bukhari. Maktabah Syamilah***
- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar