*Beberapa Adab dan Hukum Seputar Air Hujan*
Adab-adab seputar hujan
1. Sebelum hujan dan pada saat melihat awan yang hitam, disunnahkan berdo'a seperti yang disebutkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan,
اللَّهُمَّ إنِّي أعوذُ بك مِن شَرِّها
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya.
(Riwayat Abu Daud)
2. Pada saat turunnya hujan, disunnahkan membaca,
ﺍﻟﻠَّهُمَّ ﺻَﻴِّﺒﺎً ﻧَﺎﻓِﻌﺎً
Allohumma shoyyiban nafi'an
Artinya: "Ya Allah, (Jadikan hujan ini) hujan yang bermanfaat"
(Riwayat Al-Bukhari)
3. Jika hujan telah berhenti, disunnahkan membaca,
ﻣُﻄِﺮْﻧَﺎ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺘِﻪِ
Mutirna bi fadlillahi wa rahmatihi
"Kami telah dihujani dengan karunia dan rahmat Allah-Nya"
4. Jika curah hujan sangat banyak sehingga bisa menimbulkan bencana seperti banjir, maka disunnahkan membaca,
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺣَﻮَﺍﻟَﻴْﻨَﺎ ﻭَﻻَ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ، ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻵﻛَﺎﻡِ ﻭَﺍﻟﻈِّﺮَﺍﺏِ، ﻭَﺑُﻄُﻮﻥِ ﺍﻷَﻭْﺩِﻳَﺔِ، ﻭَﻣَﻨَﺎﺑِﺖِ ﺍﻟﺸَّﺠَﺮِ
Allohumma hawaalaiyna wa laa 'alaina, allohumma 'alal aakami wadzhoroobi wa buthuunil audiyyati, wa manaabitis syajari
“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan atas kami! Ya Allah, turunkanlah hujan pada dataran tinggi, perbukitan, perut-perut lembah dan tempat-tempat tumbuhnya tanaman."
Dan boleh hanya membaca,
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺣَﻮَﺍﻟَﻴْﻨَﺎ ﻭَﻻَ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ
5. Jika terjadi angin kencang, maka ia membaca do'a,
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻭَﺧَﻴْﺮَ ﻣَﺎ ﻓﻴْﻬَﺎ ، ﻭَﺧَﻴْﺮَ ﻣَﺎ ﺃَﺭْﺳَﻠْﺖَ ﺑِﻪِ ، ﻭَﺃَﻋُﻮْﺫُﺑِﻚَ ﻣِﻦْ ﺷَﺮِّﻫَﺎ ، ﻭَﺷَﺮِّ ﻣَﺎ ﻓِﻴْﻬَﺎ ، ﻭَﺷَﺮِّ ﻣَﺎ ﺃَﺭْﺳَﻠْﺖَ ﺑِﻪِ
Allahumma innii as’aluka khairaha wa khaira maa fiihaa wa khaira maa ursilat bihi wa ’udzu bika min syarriha wa syarri maa fiihaa wa syarri maa ursilat bihi
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan kebaikan yang ada padanya, dan kebaikan apa yang dibawanya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya, dan kejelekan yang ada padanya, dan kejelekan apa yang dibawanya."
6. Disunnahkan membasahi tubuh ketika terjadi hujan,
قَالَ أَنَسٌ أَصَابَنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَطَرٌ قَالَ فَحَسَرَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثَوْبَهُ حَتَّى أَصَابَهُ مِنَ الْمَطَرِ. فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا قَالَ « لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى ».
Anas Radhiallahu ’anhu berkata, “Suatu saat, hujan turun ketika kami bersama Nabi Shallallahu’alaihiwasallam
, maka beliau membuka pakaiannya sehingga terkena air hujan. Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan hal itu?’ Beliau menjawab, ‘Karena air hujan ini masih baru datang dari Rabbnya."
(Riwayat Muslim)
7. Pada saat hujan turun, maka itu termasuk waktu yang mustajabah. Sehingga seharusnya seseorang memperbanyak do'a.
Hukum-hukum fiqih seputar hujan
1. Air hujan adalah air yang suci, sehingga ia bisa digunakan berwudhu atau mandi wajib.
Allah berfirman,
(وَهُوَ ٱلَّذِیۤ أَرۡسَلَ ٱلرِّیَـٰحَ بُشۡرَۢا بَیۡنَ یَدَیۡ رَحۡمَتِهِۦۚ وَأَنزَلۡنَا مِنَ ٱلسَّمَاۤءِ مَاۤءࣰ طَهُورࣰا)
Dan Kami turunkan dari langit air yang suci
[Al-Furqan 48]
2. Jika seseorang kedinginan saat musim hujan, maka boleh berwudhu dengan satu kali saja pada setiap bagian anggota wudhu. Misalnya, berkumur satu kali, mencuci wajah satu kali dan seterusnya.
3. Saat kedinginan di musim hujan, boleh menghangatkan air yang ingin dipakai mandi junub atau berwudhu.
4. Jika seseorang butuh pakai kaus kaki, maka boleh memakai kaus kaki atau khuf (jenis sepatu) yang menutupi sampai mata kaki. Pada saat berwudhu tidak perlu melepas kaus kaki, tapi cukup mengusap saja di atasnya dengan syarat bahwa telah wudhu sebelumnya. Misalnya, ia berwudhu sempurna lalu memakai kaus kaki, pada saat wudhunya batal, maka ia tidak perlu membuka kaus kakinya, tapi cukup diusap di atasnya. Jika seorang mukim (bukan musafir), maka hanya boleh mengusap sampai satu hari satu malam. Jika musafir batasnya sampai tiga hari tiga malam.
5. Ada keringanan mendatangi shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki, jika hujan tersebut memberatkan untuk datang shalat berjamaah.
Dan muadzin menyebutkan pada saat adzan dengan lafal,
صلوا في رحالكم
(Shollu fi rihalikum)
Atau,
صلوا في بيوتكم
(Shollu fi buyutikum)
Yang berarti, shalatlah di rumah kalian.
Lafal ini diucapkan dengan tiga cara:
- Hanyyallasshalah tidak dibaca, tapi diganti shallu fii buyutikum
- Dibaca setelah hayya 'alassholah dan hayya 'alal falah.
- Setelah selesai adzan yang sempurna, lalu dibaca shallu fii buyutikum.
6. Boleh menjamak pada saat hujan deras di antara dua shalat yg bisa dijamak, misalnya menjamak Maghrib dan Isya dengan jamak taqdim (dikerjakan di waktu Maghrib). Namun jamak tanpa qasar. Karena qashar khusus untuk orang musafir.
Menjamak shalat pada saat hujan dibolehkan dengan dua syarat:
a. Hujan tersebut memberatkan orang-orang datang ke masjid untuk kedua kalinya.
b. Jika hadir shalat berjamaah di masjid (karena orang yang shalat di rumahnya, tidak boleh menjamak).
7. Pada saat musim hujan atau cuaca dingin, atau mati lampu, sehingga seseorang butuh untuk menyalakan api untuk menghangatkan atau penerangan, maka tidak boleh shalat menghadap ke api, karena itu termasuk tasyabbuh dengan ibadah orang kafir yang menyembah api. Jadi api tersebut di letakkan di samping atau di belakang dan bukan di arah kiblat.
Wallahu A'lam.
*✒️Ustadz. Irfandi Makku, Lc حفظه الله*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar