Rabu, 13 Juli 2016

BUMI BULAT, TIDAK BERGERAK DAN MATAHARI MENGELILINGINYA







✍🏼 _*Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray*_  _Hafidzahullah_


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ


 _*ULAMA ISLAM SEPAKAT;  BENTUK BUMI BULAT, TIDAK BERGERAK DAN MATAHARI BERPUTAR MENGELILINGINYA*_

✅ *KESEPAKATAN ULAMA ISLAM ADALAH KEBENARAN*

  _*Allah azza wa jalla berfirman,*_

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” _[An-Nisa: 115]_

_*Asy-Syaikh Al-Mufassir Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata,*_

وقد استدل بهذه الآية الكريمة على أن إجماع هذه الأمة حجة وأنها معصومة من الخطأ.

ووجه ذلك: أن الله توعد من خالف سبيل المؤمنين بالخذلان والنار، و {سبيل المؤمنين} مفرد مضاف يشمل سائر ما المؤمنون عليه من العقائد والأعمال. فإذا اتفقوا على إيجاب شيء أو استحبابه، أو تحريمه أو كراهته، أو إباحته – فهذا سبيلهم، فمن خالفهم في شيء من ذلك بعد انعقاد إجماعهم عليه، فقد اتبع غير سبيلهم.

“Dalam ayat yang mulia ini terdapat pendalilan bahwa ijma’ umat ini adalah hujjah, dan bahwa ia maksum (terjaga) dari kesalahan.

Sisi Pendalilannya: Bahwa Allah telah mengancam siapa yang menyelisihi jalan kaum mukminin dengan kehinaan dan neraka, dan jalan kaum mukminin dalam ayat ini dalam bentuk mufrod mudhof (satu kata yang disandarkan) sehingga maknanya mencakup seluruh keyakinan dan amalan kaum mukminin, apabila mereka telah sepakat untuk mewajibkan sesuatu, atau mensunnahkannya, atau mengharamkannya, atau memakruhkannya, atau membolehkannya maka itulah jalan mereka, barangsiapa menyelisihi satu perkara saja setelah terjadinya ijma’ maka ia telah mengikuti selain jalannya kaum mukminin.” _[Taisirul Kaarimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil Mannan, hal. 202]_

_*Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,*_

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلاَلَةٍ، وَيَدُ اللهِ مَعَ الجَمَاعَةِ

“Sesungguhnya Allah tidak akan menyatukan umatku di atas kesesatan, dan tangan Allah bersama jama’ah.” _[HR. At-Tirmidzi dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Shahihul Jaami’: 1848]_

Berikut ini kami sebutkan tiga permasalahan yang dianggap oleh sebagian ulama sebagai perkara yang disepakati oleh seluruh ulama Islam:

 ✅ *[PERTAMA] ULAMA ISLAM SEPAKAT: BENTUK BUMI BULAT*

_*Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata,*_

إِن أحدا من أَئِمَّة الْمُسلمين الْمُسْتَحقّين لاسم الْإِمَامَة بِالْعلمِ رَضِي الله عَنْهُم لم ينكروا تكوير الأَرْض وَلَا يحفظ لأحد مِنْهُم فِي دَفعه كلمة بل الْبَرَاهِين من الْقُرْآن وَالسّنة قد جَاءَت بتكويرها

“Sungguh tidak ada seorang pun ulama kaum muslimin yang berhak menyandang gelar keimaman dalam ilmu agama -semoga Allah meridhoi mereka- yang mengingkari pendapat bundarnya bumi. Tidak dihapal satu kalimat pun dari para ulama tersebut yang menolaknya. Bahkan bukti-bukti dari Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menerangkan bahwa bumi itu bulat.” _[Al-Fashl fil Milal wal Ahwa wan Nihal, 2/78]_

_*Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan,*_

أجمعوا على أن الأرض بجميع أجزائها من البر والبحر مثل الكرة

“Ulama sepakat bahwa bumi dengan seluruh bagiannya, baik daratan maupun lautan, bentuknya seperti bola.” _[Majmu’ Al-Fatawa, 25/195. Lihat juga Ash-Showaa’iq Asy-Syadiidah ‘ala Atbaa’il Haihatil Jadidah karya Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri rahimahullah, hal. 39]_

➡ *DIANTARA DALIL WAHYU YANG MENUNJUKKAN BENTUK BUMI BULAT*

_*Allah ta’ala berfirman,*_

يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ

“Allah menggulung malam ke dalam siang dan menggulung siang ke dalam malam.” _[Az-Zumar: 5]_

_*Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata,*_

وَهَذَا أوضح بَيَان فِي تكوير بَعْضهَا على بعض مَأْخُوذ من كور الْعِمَامَة وَهُوَ إدارتها وَهَذَا نَص على تكوير الأَرْض ودوران الشَّمْس كَذَلِك

“Ayat ini adalah penjelasan yang paling terang bahwa siang dan malam digulung. Diambil dari kata yang semakna, yaitu: Menggulung sorban, artinya menggulung dengan cara diputar. Maka ini adalah nash yang menunjukkan bundarnya bumi dan berputarnya matahari juga demikian.” _[Al-Fashl fil Milal wal Ahwa wan Nihal, 2/78]_

_*Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,*_

والتكوير جعل الشيء كالكور مثل كور العمامة ومن المعلوم أن الليل والنهار يتعاقبان على الأرض وهذا يقتضي أن تكون الأرض كروية

“Menggulung artinya menjadikan sesuatu seperti gulungan, contohnya gulungan sorban. Dan telah dimaklumi bahwa siang dan malam selalu berganti menutupi bumi, maka konsekuensinya bermakna bahwa bumi itu berbentuk bulat.” _[Fatawa Nur ‘alad Darbi, 24/2 – Asy-Syaamilah]_

Disebutkan dalam fatwa ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah di masa ini,

الأرض كروية الكل مسطحة الجزء

“Bumi secara keseluruhan berbentuk bundar, namun sebagiannya datar.” _[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daaimah, 26/414 no. 9544]_

➡ *DIANTARA DALIL KENYATAAN DAN AKAL SEHAT YANG MENUNJUKKAN BENTUK BUMI BULAT*

_*Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,*_

وَيَدُلُّ عَلَيْهِ أَنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالْكَوَاكِبَ لَا يُوجَدُ طُلُوعُهَا وَغُرُوبُهَا عَلَى جَمِيعِ مَنْ فِي نَوَاحِي الْأَرْضِ فِي وَقْتٍ وَاحِدٍ بَلْ عَلَى الْمَشْرِقِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ

“Dan yang menunjukkan bahwa bumi itu balat adalah matahari, bulan dan bintang-bintang tidak terbit dan terbenam terhadap semua orang di seluruh penjuru bumi dalam waktu bersamaan, akan tetapi terbit di Timur dulu sebelum ke Barat.” _[Majmu’ Al-Fatawa, 25/195]_

_*Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,*_

وأما دلالة الواقع فإن هذا قد ثبت فإن الرجل إذا طار من جدة مثلاً متجهاً إلي الغرب خرج إلى جدة من الناحية الشرقية إذا كان على خط مستقيم وهذا شيء لا يختلف فيه اثنان وأما كلام أهل العلم فإنهم ذكروا أنه لو مات رجل بالمشرق عند غروب الشمس ومات آخر بالمغرب عند غروب الشمس وبينهما مسافة فإن من مات بالمغرب عند غروب الشمس يرث من مات بالمشرق عند غروب الشمس إذا كان من ورثته فدل هذا على أن الأرض كروية لأنها لو كانت الأرض سطحية لزم أن يكون غروب الشمس عنها من جميع الجهات في آن واحد وإذا تقرر ذلك فإنه لا يمكن لأحد إنكاره

“Adapun dalil kenyataan maka sungguh itulah kenyataannya, karena apabila seseorang terbang dengan pesawat misalkan dari Jeddah ke arah Barat maka ia akan keluar ke Jeddah kembali dari arah Timur apabila ia berada di atas satu garis lurus, dan ini adalah sesuatu yang disepakati. Adapun ucapan ulama, maka para ulama telah menyebutkan bahwa apabila seseorang wafat di Timur ketika matahari tenggelam dan seseorang yang lain wafat di Barat juga ketika matahari tenggelam, maka diantara keduanya terdapat jarak tempuh, sehingga yang wafat di Barat setelah terbenam matahari dialah yang berhak mewarisi yang wafat di Timur setelah terbenam matahari (karena yang duluan wafat adalah yang di Timur, karena matahari lebih dulu terbenam di bagian Timur), jika ia termasuk ahli warisnya. Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa bumi berbentuk bundar, karena apabila bentuk bumi itu datar maka terbenamnya matahari di semua penjuru bumi akan terjadi pada waktu yang bersamaan. Dan apabila ini sudah jelas, tidak mungkin ada seorang pun yang dapat mengingkarinya.” _[Fatawa Nur ‘alad Darbi, 24/2 – Asy-Syaamilah]_

 ✅ *[KEDUA] ULAMA ISLAM SEPAKAT: BUMI TIDAK BERGERAK*

_*Asy-Syaikh Abdul Qohir bin Thohir Al-Baghdadi rahimahullah berkata,*_

وَأَجْمعُوا على وقُوف الارض وسكونها وان حركتها انما تكون بِعَارِض يعرض لَهَا من زَلْزَلَة وَنَحْوهَا

“Ulama sepakat bahwa bumi diam dan tidak bergerak, adapun pergerakannya hanyalah apabila ada sesuatu yang menimpanya seperti gempa bumi dan yang semisalnya.” _[Al-Farqu baynal Firoq wa Bayaanul Firqotin Naajiyah, hal. 318]_

➡ *DIANTARA DALIL YANG MENUNJUKKAN BUMI TIDAK BERGERAK*

_*Allah ta’ala berfirman,*_

أَلَمْ نَجْعَلِ الأرْضَ مِهَادًا

“Tidakkah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan?” _[An-Naba’: 6]_

_*Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,*_

{أَلَمْ نَجْعَلِ الأرْضَ مِهَادًا} ؟ أَيْ: مُمَهَّدَةٌ لِلْخَلَائِقِ ذَلُولا لَهُمْ، قَارَّةً سَاكِنَةً ثَابِتَةً

“Tidakkah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan? Maknanya: Disiapkan serta ditundukkan untuk kemaslahatan makhluk, dalam keadaan bumi itu diam, tidak bergerak dan tetap.” _[Tafsir Ibnu Katsir, 8/302]_

Disebutkan dalam fatwa ulama besar Ahlus Sunnah masa ini,

فإن الأرض ثابتة قارة

“Sesungguhnya bumi itu tetap (diam), tidak bergerak.” _[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daaimah, 26/415 no. 18647]_

 ✅ *[KETIGA] ULAMA ISLAM SEPAKAT: MATAHARI BERPUTAR (MENGELILINGI BUMI)*

_*Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,*_

وَقَدْ ثَبَتَ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَإِجْمَاعِ عُلَمَاءِ الْأُمَّةِ أَنَّ الْأَفْلَاكَ مُسْتَدِيرَةٌ

“Telah tetap berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ ulama bahwa benda-benda langit itu berputar.” _[Majmu’ Al-Fatawa, 25/193]_

➡ *DIANTARA DALIL YANG MENUNJUKKAN MATAHARI BERPUTAR MENGELILINGI BUMI*

_*Allah ta’ala berfirman,*_

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.” _[Al-Anbiya’: 33]_

_*Allah ta’ala juga berfirman,*_

لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” _[Yasin: 40]_

_*Asy-Syaikh Ibnul Utsaimin rahimahullah berkata,*_

ظاهر الأدلة الشرعية تثبت أن الشمس هي التي تدور على الأرض، وبدورتها يحصل تعاقب الليل والنهار على سطح الأرض وليس لنا أن نتجاوز ظاهر هذه الأدلة إلا بدليل أقوى من ذلك يسوغ لنا تأويلها عن ظاهرها

“Zhahir (yang nampak jelas dari) dalil-dalil syari’at, menetapkan bahwa matahari yang berputar mengelilingi bumi, dan dengan perputarannya terjadilah pergantian malam dan siang di atas permukaan bumi. Dan tidak sepatutnya bagi kita untuk melampaui zhahir (yang nampak jelas dari) dalil-dalil ini kecuali dengan dalil yang lebih kuat yang membolehkan kita untuk menafsirkannya hingga keluar dari zhahir-nya.” _[Majmu Fatawa war Rosaail, 1/73]_

➡ *NASIHAT ULAMA BESAR AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH UNTUK PARA GURU PELAJARAN GEOGRAFI*

يجب على مدرس الجغرافيا إذا عرض على الطلاب نظرية الجغرافيين حول ثبوت الشمس ودوران الأرض عليها – أن يبين أن هذه النظرية تتعارض مع الآيات القرآنية والأحاديث النبوية، وأن الواجب الأخذ بما دل عليه القرآن والسنة، ورفض ما خالف ذلك، ولا بأس بعرض نظرية الجغرافيين من أجل معرفتها والرد عليها كسائر المذاهب المخالفة، لا من أجل تصديقها والأخذ بها

“Wajib atas guru pelajaran Geografi apabila menjelaskan kepada siswa-siswa tentang teori para ahli Geografi seputar diamnya matahari dan berputarnya bumi, hendaklah ia menjelaskan bahwa teori ini bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, maka wajib mengambil petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan menolak pendapat yang menyelisihinya. Dan tidak mengapa menyampaikan teori para ahli Geografi tersebut untuk sekedar mengetahuinya dan membantahnya, sebagaimana pendapat-pedapat yang menyimpang lainnya wajib dibantah, bukan untuk membenarkannya dan mengambilnya.” _[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daaimah, 26/414-415 no. 15255]_

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


_Sumber;_
http://sofyanruray.info/ulama-islam-sepakat-bentuk-bumi-bulat-tidak-bergerak-dan-matahari-mengelilinginya/

Selasa, 12 April 2016

MUSLIM TIDAK PERNAH SHOLAT, TIDAK BOLEH DISHOLATKAN?

🏓 MUSLIM TIDAK PERNAH SHOLAT, TIDAK BOLEH DISHOLATKAN?

⛳️ Tanya :

Apa benar jika seorang muslim tapi ia tidak melaksanakan shalat wajibnya maka tidak akan dishalatkan jika ia meninggal dunia?

⛸ Jawab :

Permasalahan menyalati orang yang meninggalkan shalat, kembali kepada hukum apakah orang yang meninggalkan shalat itu kafir atau tidak?

Sebagian ulama seperti Syaikh Ibnu Utsaimin memandang orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dengan dalil : perbedaan diantara kita dengan mereka adalah shalat, siapa yang meninggalkannya maka dia telah kafir, sehingga mereka tidak disholatkan, dan tidak dikubur diperkuburanan kaum muslimin.

Tetapi disana sebagian ulama, memahami hadits yang disebutkan diatas, adalah kufur kecil, yang seseorang tidak dikafirkan apabila meninggalkan sholat karena bermalas-malasan, namun dihukumi sebagai fasiq, dan orang yang fasiq kewajiban bagi kita melaksanakan fardhu kifayahnya, namun tidaklah perhatian kita sebagaimana meninggalnya orang yang shalih.

Terlebih dia sebagai panutan dalam masyarakat, untuk tidak menghadiri pemakamannya sebagai bentuk pelajaran bagi orang-orang yang meninggalkan shalat. Wallahu a'lam.

(Ustadz Haris)

#tanyajawab

Join channel telegram AsSunnah:
🌐 https://goo.gl/8TGjRf

Jumat, 08 April 2016

HUKUM KONTRAK KEBUN

🌳 HUKUM KONTRAK KEBUN

🍅 Tanya :

Bagaimana hukumnya mengontrak perkebunan beserta isinya dengan sejumlah uang tertentu dalam waktu tertentu? Selama masa kontrak seluruh hasil perkebunan adalah milik pengontrak dan biaya perawatan ditanggung pengontrak. Saat mengontrak, hasil perkebunan belum bisa diperkirakan.

🍆 Jawab :

Hal yang ditanyakan adalah perkara yang tidak diperbolehkan, karena adanya ketidakjelasan pada perkara tersebut. Telah syah dalam hadits Abu Hurairah riwayat Muslim bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli gharar (tidak jelas).

Pohon-pohon yang berada pada kebun, mungkin bisa menghasilkan dan mungkin tidak menghasilkan. Hal ini adalah ketidakjelasan untuk si pemilik kebun maupun si penyewa.

Solusinya adalah antara kedua belah pihak membuat ada kerjasama (syarikah). Tentunya dalam kerjasama itu harus ada modal dari kedua belah pihak dalam bentuk materi maupun manfaat, dan pembagian hasilnya harus berdasarkan persenan, serta jika terjadi kerugian akan ditanggung oleh kedua belak pihak.

Juga diperbolehkan bagi seorang hanya menyewa tanah saja.

Wallahu A’lam.

(Ustadz Dzulqarnain M. Sunusi)

#tanyajawab

Join channel telegram AsSunnah:
🌐 https://goo.gl/8TGjRf

Senin, 28 Maret 2016

KETIKA HUJAN TURUN

🌨KETIKA HUJAN TURUN
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
☘Dari 'Aisyah ~Radhiyallahu 'anha, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam apabila melihat hujan turun beliau mengucapkan:

"اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا "

"Ya Allah Anugerahkanlah Air Hujan Yang Bermanfaat". 
📚[HR. Bukhari, No.1032]

Adakah Do'a Ketika Petir..❓❓

🔆Datang dari Sahabat Abdullah Ibnu Zhubair ~Radhiyallahu 'anhu, bahwa ketika mendengar suara petir,  beliau meninggalkan pembicaraan dan mengucapkan:

" سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ

"Maha suci (Allah) dzat yang petir dan malaikat bertasbih dengan memuji-Nya karena takut kepada-Nya."
📖 [QS. Ar-Ra'du:13]

Kemudian Beliau berkata:

"إِنَّ هَذَا لَوَعِيدٌ شَدِيدٌ لِأَهْلِ الْأَرْضِ"

☝"Sesungguhnya ini (petir) merupakan ancaman keras terhadap penduduk bumi"

📃[Atsar tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad , No. 723 dan Imam Malik dalam Al-Muwaththa', No3641.
Dishahihkan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkaar, dan Syaikh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrod] 

Ketika hujan turun merupakan waktu mustajab untuk berdo'a.

🌴Dalam sebuah hadits yang di shahihkan oleh Syaikh Al Albani di kitab Shahihal-Jami', No 1026, Nabi bersabda:

"اطلبوا استجابة الدعاء عند التقاء الجيوش وإقامة الصلاة ونزول الغيث"

⏱"Carilah waktu mustajab do'a, yaitu tatkala bertemu dengan musuh di medan jihad, ketika di tegakkan shalat dan apabila hujan turun"⏱

📃[HR. Imam Syafi'i dalam kitabnya Al-Umm].

🌐Faidah dari hadits dan atsar di atas:
1⃣. Pentingnya do'a dan do'a merupakan sumber kebaikan dunia dan akhirat bagi seorang hamba.

2⃣. Apapun kebaikan yang sudah dimiliki oleh seorang hamba, maka jangan pernah dia jauh dari memohon kepada Allah.

3⃣. Sesuatu itu bernilai manakala ada manfaatnya. Oleh karena itu Nabi memohon agar hujan yang turun dapat memberi manfaat.

4⃣. Petir merupakan teguran dari Allah agar hamba-hamba-Nya takut dan kembali kepada-Nya.

5⃣. Luasnya kasih-sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya, dimana Ia senantiasa memberi teguran kepada mereka agar mereka bertaubat dan kembali kepada-Nya.
__________________

✒Akhukum:
Farhan Bin Ramli Bin Ahmad - حفظه الله -

Jumat, 18 Maret 2016

Perhatikanlah makanan dan minumanmu sebelum menuntut ilmu


=========

☝🏻Diantara penghalang seseorang untuk mendapatkan ilmu adalah tatkala ia tumbuh dari makanan dan minuman yang tidak halal.

🍃Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- berkata;

Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- bersabda;

إن الله طيب لا يقبل إلا طيبا وإن الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين فقال { يا أيها الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحا} وقال {يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم} ثم ذكر الرجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد يداه إلى السماء وقال يا رب يا رب ومطعمه حرام ومشربه حرام وملبسه حرام وغذي بالحرام فأنى يستجاب له

"Sesungguhnya Allah itu baik, dan tidak menerima kecuali dari perkara yang baik pula, dan sungguh Allah telah memerintahkan kepada orang-orang beriman sebagaimana Allah memerintahkan kepada para Rasul, Allah -subhanahu wa ta'ala- berfirman; {Wahai para Rasul, makanlah dari perkara yang baik dan beramalah dengan amalan yang shalih} dan Allah -subhanahu wa ta'ala- berfirman; {Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari perkara yang baik dari hal yang Allah berikan rezeki kepada kalian}, kemudian Beliau menyebutkan seorang lelaki yang melakukan perjalanan jauh dan keadaan rambutnya kusut serta pakaiannya berdebu sedang menengadahkan kedua tangannya keatas langit seraya berdoa; wahai Rabbku, wahai Rabbku..., sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dibesarkan dengan perkara yang haram, sehingga bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan!!?".
_______
HR. Muslim.

🔎Berkata 'Ubaid bin Junad -rahimahullah-;

ينبغي للرجل أن يعرف من أين مطعمه وملبسه ومسكنه وكذا وكذا ثم يطلب العلم

" Sepantasnyalah bagi seseorang untuk mengetahui dari mana asal makanannya, pakaiannya, tempat tinggalnya, ininya dan itunya lalu barulah ia menuntut ilmu".
________
📙Riwayat Al Khatib dalam Al Jami' (1/98)

🔎Berkata Bisyr bin Al Harits -rahimahullah-;

ينبغي للرجل أن ينظر خبزه من أين هو، ومسكنه الذي سكنه أصله من أيش هو، ثم يتكلم

"Seharusnyalah bagi seseorang untuk melihat kepada roti yang ia akan makan dari manakah ia, dan tempat tinggalnya yang ia tempati, dari manakah asal muasalnya?? lalu setelah itu barulah ia berbicara".
_______
📙Riwayat Ahmad dalam kitab Al Wara' (10)

🔎Berkata Maimun bin Mihran -rahimahullah-;

لا يكون الرجل تقيا حتى يحاسب نفسه محاسبة شريكه وحتى يعلم من أين ملبسه ومشربه ومطعمه

" Seseorang tidak akan sampai kejenjang ketakwaan hingga ia mengoreksi dirinya sebagaimana ia mengoreksi serikatnya, dan hingga ia mengetahui darimana pakaiannya, minumannya serta makanannya".
______
📙Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf (35261)

☝🏻Dan sungguh Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- telah mengingatkan kita tentang adanya sebahagian manusia yang tidak lagi memperhatikan perkara ini.

🍃Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- berkata;

Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- bersabda;

يأتي على الناس زمان لا يبالي المرء ما أخذ منه أمن حلال أو حرام

"Akan datang suatu zaman kepada manusia yang seseorang tak memperhatikan lagi apa yang ia ambil, apakah dari perkara yang halal ataukah yang haram".
_______
HR. Bukhari (4/313)

👉🏻Didalam riwayat An Nasa_i dengan lafadz;

يأتي على الناس زمان ما يبالي الرجل من أين أصاب المال من حل أو حرام

" Akan datang kepada manusia suatu zaman yang seorang tidak lagi memikirkan dari mana ia mendapatkan harta, apakah dari perkara yang halal ataukah yang haram".

Wallohu a'lam.

📝Ustadz Fauzan Al-Kutawy hafizhahullah

📲WA Radio As-Sunnah Sidrap
📟Telegram : @assunnahsidrap

Rabu, 16 Maret 2016

KECEMBURUAN PARA ISTRI

🛍KECEMBURUAN PARA ISTRI
=========

Sifat Al Ghairah (cemburu) adalah sifat yang ada pada seseorang ,bahkan sebagian orang mengatakan bahwa cemburu adalah tanda suatu cinta.

☝🏻Namun jika kecemburuan yang berlebihan yang sampai kebatas memberikan mudharat (bahaya) kepada seseorang adalah perkara yang tercela didalam syariat, dan perkara yang bisa merusak keharmonisan rumah tangga, oleh sebab itulah Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- enggan untuk menikahi sebagian wanita yang mereka dikenal dengan kecemburuan yang berlebihan.

🍃Dari Anas -radhiyallahu 'anhu- berkata;

"Ya Rasulullah, tidakkah engkau mau menikah dengan wanita anshar??"

Maka Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- menjawab;

إن فيهم لغيرة شديدة

"Sesungguhnya mereka memiliki kecemburuan yang sangat".
_______
HR. An Nasa_i (6916) dan dishahihkan Syeikh Al Albany dalam Shahih Sunan An Nasa_i (3233) dan Syeikh Muqbil dalam Ash Shahih Al Musnad (102).

👉🏻Dan tatkala Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- mengutus Hatib bin Abi Balta'ah -radhiyallahu 'anhu- untuk melamarkan Beliau Ummu Salamah, maka Ummu Salamah berkata;

" Sesungguhnya saya memiliki seorang anak perempuan dan sungguh saya adalah seorang wanita yang pencemburu"

Maka Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- bersabda;

أما ابنتها فندعو الله أن يغنيها عنها وأدعو الله أن يذهب بالغيرة

"Adapun anak perempuannya maka Kami berdoa kepada Allah agar memberikan kecukupan dengannya, dan akupun berdoa agar Allah menghilangkan kecemburuannya".
________
HR. Muslim (918)

👆🏼Dari hadits ini nampak bahwa tidaklah Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- menikahi Ummu Salamah kecuali setelah Beliau berdoa agar Allah menghilangkan sifat kecemburuan yang ada pada diri Ummu Salamah.
Dan sekaligus menunjukkan bahwa sifat cemburu yang berlebihan adalah sifat tercela yang ada pada seorang wanita sehingga Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- meminta agar hal tersebut dihilangkan pada calon istrinya.

💞Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kecemburuan yang wajar dan semestinya adalah sifat yang dimiliki dan terdapat pada para wanita mulia, bahkan wanita termulia dari ummat ini yaitu 'Aisyah -radhiyallahu 'anha- juga adalah seorang wanita yang memiliki sifat kecemburuan, beliau berkata;

ما غرت على امرأة لرسول الله صلى الله عليه وسلم كما غرت على خديجة لكثرة ذكر رسول الله صلى الله عليه وسلم  إياها وثناءه عليها

" Aku tidak pernah merasa cemburu kepada seorangpun melebihi kecemburuanku terhadap Khodijah, karena Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam- selalu menyebut-nyebutnya dan memujinya".
_______
HR. Bukhari (5229) dan Muslim (2435).

☝🏻Jika 'Aisyah -radhiyallahu 'anha- yang merupakan wanita termulia saja merasakan kecemburuan terhadap wanita lainnya maka sungguh selain itu dari para wanita juga pasti merasakannya.

❓❓Namun bagaimanakah sikap seorang suami untuk menghadapi para istri yang dilanda kecemburuan??

👉🏻Mari kita simak kisah kecemburuan yang terjadi dikeluarga Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam-;

🍃Dari Anas bin Malik -radhiyallahu 'anhu- berkata;

"Suatu ketika Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- berada dirumah 'Aisyah -radhiyallahu 'anha-, dan Beliau kedatangan para tamu dari kalangan shahabat, maka tiba-tiba datanglah seseorang membawa semangkok makanan yang dikirim oleh Ummu Salamah (untuk menjamu tamu yang ada dirumah 'Aisyah, padahal bukan hak Ummu Salamah untuk menjamu tamu dirumah 'Aisyah. Pent), maka 'Aisyah pun memukul tangan utusan Ummu Salamah tersebut, hingga jatuhlah mangkuk tsb dan terpecah, maka Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- mengumpulkan pecahan mangkuk tersebut dan juga makanannya, seraya berkata kepada para sahabat;

غارت أمكم غارت أمكم غارت أمكم

" Ibu kalian ini sedang cemburu, ibu kalian ini sedang cemburu, ibu kalian ini sedang cemburu"

Kemudian Beliau menggantikan mangkuk yang pecah itu dengan mangkuk yang baru dari rumah 'Aisyah -radhiyallahu 'anha-".
________
HR. Bukhari (5225).

☝🏻Subhanalloh....
Dalam kisah ini terdapat banyak faidah dan pelajaran, diantaranya:

✔Sikap bijaksana Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- dalam mengatasi kecemburuan istri.
✔Kelembutan Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- dan sifat pemaaf Beliau tatkala Beliau tidak sedikitpun menyalahkan istrinya apalagi memarahinya.
✔Tidak menampakkan suatu permasalahan dihadapan orang lain ketika terjadi suatu permasalahan.
 ✔Tidak membesarkan suatu masalah bahkan berusaha menjadikan hal tersebut perkara yang mudah.
✔Kepandaian Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- dalam mendidik para sahabat tatkala beliau dihadapkan dengan suatu masalah ternyata beliau menggambarkan hal tersebut dengan nada canda dihadapan para sahabat.
✔Tidak terburu-buru menyalahkan sikap istri.
☝🏻Dan masih banyak lagi faidah lainnya yang kita bisa petik dari kisah diatas.

Wallohu a'lam.

✍🏻Ust. Fauzan Abu Muhammad Al Kutawy

______
📲WA Silsilah Durus Linnisa'📚

Jumat, 11 Maret 2016

Sutrah/pembatas ketika shalat

🔎  SUNNAH NABI~صلى الله عليه و سلم~
YANG DITINGGALKAN BANYAK ORANG}

🚧"Sutrah/pembatas ketika shalat"

1⃣: Dari Shahabat Ibnu 'Umar~رضي الله عنه~:

"أن رسول الله صلى الله عليه وسلم :
كان إذا خرج يوم العيد، أمر بالحربة فتوضع بين يديه، فيصلي إليها. والناس وراءه. وكان يفعل ذلك في السفر"

Artinya:
"Bahwa Rasulullah~صلى الله عليه و سلم~ apabila keluar menuju mushalla di hari 'ied, maka beliau memerintahkan untuk dipersiapkan tongkat kecil (sabagai sutrah shalat, pent).
Lantas ditancapkan di hadapan beliau, kemudian beliau shalat menghadap tongkat tersebut, dan manusia di belakang beliau.
Dan Beliau juga senantiasa menggunakan sutrah (pembatas) ketika shalat di waktu safar".

📓[H.R. Imam Bukhari, no:245]

2⃣: Dari 'Aisyah ~رضي الله عنه~, Bahwa Nabi~صلى الله عليه وسلم~ pernah ditanya ketika perang tabuk, tentang ukuran sutrah (pembatas) bagi orang shalat.

Maka beliau menjawab:
"مثل مؤخرة الرحل"
"SEPERTI PELANA KUDA"

📓[H.R. Imam Muslim no:500]

Faidah hadits:
1⃣Disyariatkan sutrah bagi orang yang shalat.
Telah dinukilkan oleh sebagian ulama akan kesepakatan Ulama atas disyariatkannya sutrah bagi orang shalat.

➡[lihat: al-mughni, al-majmu' syarhul muhazzab, al-iqnaa', al-muhalla bil atsar].

2⃣Bahwa ukuran sutrah paling rendah adalah seukuran pelana kuda, kurang lebih satu jengkal tangan manusia.

3⃣Jarak antara dia berdiri dan sutrah tiga hasta, atau dengan jarak yang dapat di lewati oleh seekor kambing ketika dia sujud.
Demikian di terngkan ulama berdasarkan dalil2nya.
➡[lihat:almugni, almajmu' syarhul muhazzab, al iqnaa', almuhalla bil atsar, subulussalaam, nailul authar].

4⃣ Bahwa beliau~صلى الله عليه وسلم~ senantiasa menggunakan sutrah ketika shalat, walaupun dalam safar.


____________:
✒Akhukum:
Farhan Bin Ramli Bin Ahmad~حفظه الله~,

Minggu, 24 Januari 2016

Resep Cara Membuat Telur Asin Nano Nano Paling Enak & Lezat

Resep Cara Membuat Telur Asin Nano Nano Paling Enak & Lezat

Anda mau membuat telur asin yang rasanya
Pedes ,,,,,,
Gurih ,,,,,,
Wangi jahe ,,,,,
Warnanya menggoda iman ,,,,,
telur 3
Bahan :
✔10-20 Telur bebek usahakan yang masih segar/ baru
✔300 – 500 gr garam (bisa garam dapur, garam kasar, garam gosok)
✔Bawang putih 6 siung msh sm kulitnya geprek
✔Cabe merah 7 buah di geprek2
✔Jahe kira2 5 cm digeprek
1,5 – 2 liter air
✔Toples berbahan plastik atau kaca yang bisa di tutup rapat.
Cara membuatnya:
✔Rendam telur di dalam air bersih kurang lebih 2 menit.
✔Perhatikan saat merendam “jika telur mengapung” berarti telur tersebut jelek (jangan digunakan).
✔Kemudian bersihkan telur dengan menggunakan spon hingga kotoran bersih, tujuanya adalah agar kotoran tidak menyebabkan telur rusak saat proses pengasinan.
✔Keringkan telur yang sudah di cuci bersih tadi, lalu gosok dengan amplas halus, tujuanya adalah agar pori-pori telur terbuka, namun jangan terlalu lama menggosoknya.
✔Kemudian letakkan di toples susun dengan rapih.
✔Campur garam dan air di tempat lain, setelah garam larut (menjadi air), tuangkan air garam ke toples
✔Masukkan bumbu2 geprek.
Ternyata telur jadi mengapung karena air mengandung garam.
Maka solusinya adalah dengan menyiapkan kantong plastik ukuran 1/4 yang di isi air (isi 1/2 saja airnya) berfungsi untuk menindih telur agar tenggelam sepenuhnya di dalam air.
Pastikan seluruh bagian telur terendam dalam air.
Tutup rapat toples biarkan selama 12 hari sudah bisa di buka
rasanya juga sudah enak.
Jika ingin lebih “Masir” dan “Berminyak”biarkan selama 3 minggu hasilnya tentunya lebih awet dan tahan.
Untuk memasak, bisa memasaknya dengan merebus di air mendidih dengan api sedang selama 1 jam.
Bisa juga di kukus dengan durasi waktu yang sama.
sebetulnya 15 menit juga matang tapi itu untuk langsung konsumsi ya bun
Sedikit tips :
Telor setelah di kukus/rebus masukkan es batu sampai es nya cair ,rasanya lebih punel /keset.
Met mencoba ya Bunda.
Semoga sukses.
SHARE,, Agar semakin banyak yang tahu Cara Membuat Telur Asin Yang Enak & Lezat

Senin, 04 Januari 2016

10 Pertanyaan untuk Membungkam Mulut Hani Burek & Luqman ba Abduh, cs.


Disana terdapat sejumlah pertanyaan yang belum dijawab oleh Hani Burek, cs. dan Luqman ba Abdu, cs. Kapan mereka jawab, maka semuanya akan terbongkar borok-borok mereka dalam brmanhaj dan ber-mawqif.
Kumpulan pertanyaan ini akan membuka wawasan dan pola pikir kawan-kawan salafiyin yg slama ini terkurung dalam tempurung hizbiyah yang dibuat dan dibangun oleh Hani di luar negeri dan Luqman di Indonesia.
Pertanyaan2 ini akan dihindari oleh mereka dan selalu berkelit dengan mengangkat tema dan problema lain yang mengalihkn perhatian kita dr pokok2 permasalahan fitnah yg salam ini trjadi.
Sedang pokok2 permasalahan itu akan anda pahami dgn baik jika anda mengikuti dan membaca dg seksama apa yang ditulis oleh sebagian pencinta dakwah salafiyah di Yaman. Berikut rangkaian pertanyaan2 tersebut, semoga Allah membalas kbaikan si Penulis, disertai dengan ta'liqot (footnote) yg berfaedah untuk membantu memahamkan anda :
السؤال الأول : مَن مِن علماء الدنيا - من اهل السنة - جرح الشيخ السلفي / محمد بن عبدالله الإمام - حفظه الله - او حزبه او بدعه او ضلله ؟ سوى الشيخ عبيد - حفظه الله - عن اجتهاد ناتج عن اخبار وصلته إما مغلوطة أو مكذوبة ؟
السؤال الثاني: هل الشيخ الامام - حفظه الله - مضطر في التوقيع على الوثيقة أم لا ؟ . إن كان جوابكم: لا - فقد كذبتم وجهلتم والواقع خير شاهد. وإن كان الجواب : نعم فكيف صار مبتدعا اخوانيا بلحظة واحدة ؟؟ مع انه من اكثر - إن لم يكن اكثر- علماء السنة في العالم محاربة للإخوان المسلمين ومنهجهم الخارجي
السؤال الثالث: لماذ قبلتم جرح الشيخ عبيد في الشيخ الامام والشيخ العدني ولم تقبلوه في الشيخ بازمول والعتيبي ؟؟
السؤال الرابع : ما هو السبب لجرح الشيخ عبيد للشيخ عبدالرحمن العدني - حفظه الله- ؟
السؤال الخامس : لماذا تنكرون على علماء ومشايخ اليمن ابسط زلة او هفوة ولم تنكروا زلات وهفوات واخطاء هاني العقدية والمنهجية كقوله استطعنا ان نصنع المستحيل وتدريسه بجمعية شرورة ومدحه لبعض الحزبيين المفتونين الذي حذر منهم علماء الامة ؟ وكذلك قيامه بالتصوير مع ظهور البهجة والسرور على ملامح وجهه وهذه واحدة من عشرات؟ !
السؤال السادس : هل كل من جرحه عالم صار مجروحا محذر منه بدون تفصيل او سبب ؟ ان كان الجواب: لا - فما شأن علمائنا عندكم - هداكم الله - وان كان الجواب نعم فقد تكلم عماؤنا قاطبة في هاني وحذروا منه ووصفه الشيخ العلامة / وصي الله عباس - حفظه الله - : انه يجالس الحزبيين - وهذا واقع معلوم وقد تكلم فيه ايضا الشيخ العلامة/ صالح السحيمي - حفظه الله - !!
السؤال السابع : من تقصدون بالعلماء الكبار ؟ هل هو الشيخ عبيد فقط ؟ فهذا غلو شديد وهو منهج الحدادية وان كان الشيخ عبيد وغيره علماء اكابر فهاتوا لنا كلامهم - صوتا او خطا- يحذرون من علماء اليمن ومراكزهم او يبدعونهم او يضللونهم ؟؟ ثم ماذا تقولون في مخالفة شيخكم هاني للعلماء الكبار - في حكم الخروج عن الحاكم المسلم اذا وجدت القدرة وكذلك امر التصوير؟ وغيرها من المسائل؟
السؤال الثامن : ماذا تقولون في من عذر الشيخ الامام في شأن الوثيقة كالعلامة الفوزان والعباد والسحيمي ومحمد بن هادي ووصي الله عباس والرحيلي ومحمد بن عبدالوهاب الوصابي - رحمه الله- ؟؟ ..... ان كانوا حزبيين فقد كذبتم وافتريتم . وان كانوا عندكم علماء اجلاء فلماذا علماء اليمن عندكم غير علماء ؟؟
السؤال الثامن : لماذا لم يظهر مشايخكم - هاني وياسين والجونة وكنتوش وباشعيب والسيئ البذيئ منير السعدي لماذا لم يظهروا الملف الذي عمره 25 سنة تقريبا قديما ولم يظهر الا هذه الايام وقبلها بقليل ؟ ثم كيف كان امثال هاني وياسين والجونة وكنتوش وغيرهم يحضرون مجالس ومراكز مشايخ اليمن بل وبعضهم الف كتبا وقدمها له بعض مشايخنا كيف هذا وهم عندكم مخذلة وعندهم اخطاء وضلالات من زمن عمره 25 عاما
السؤال التاسع : هل كل عالم اخطأ خطا او زل زلة يشنع عليه ويبدع ويضلل ام تحفظ له مكانته ويقبل صوابه ويرد مع المناصحة خطأه؟؟ فلا اظن لكم خيار الا الاول وقد وقعتم انتم في هذا وزيادة فقد صار عندكم الشيخ العلامة الفقيه عبدالرحمن العدني ماكر ولايصلح للدعوة وصار عندكم البذيئ السيئ الكلام منير السعدي شيخ فاضل .. فسبحان مقلب الاحوال !!!!
هذه بعض الأسئلة كتبتها على عجالة وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
كتبها / ابو عبدالله الحميري - غفر الله له - 20 من ربيع اول لعام 1437 ه . من يوم الخميس
Soal Pertama: Siapakah ulama di dunia dari kalangan ahlussunnah yang men-jarh Asyeh As Salafy Muhammad Iben Abdillah Al Imam -hafizohulloh-, meng-hizbi-kannya, mencapnya sbg ahli bid'ah, atau menyesatkannya, selain Asy Syekh Ubaid –hafizohulloh-, karena adanya ijtihad yg muncul krn berita2 yg sampai kpd beliau, entah keliru atau dusta.[1]
Pertanyaan kedua : Apakah syekh Al Imam –hafizohulloh- terpaksa menandatangani perjanjian itu atau tidak?
Jika jawaban kalian, "Tidak terpaksa," maka sungguh kalian dusta, dan jahil, sedangkan realita adalah bukti terbaik.
Jika jawaban kalian (wahai Hani dan Luqman, cs.) , "Ya (terpaksa)," bagaimanakah beliau berbalik jadi ikhwani dlm waktu sekejap??[2]
Padahal beliau (Asy Syekh Al Imam) termasuk yang terbanyak –kalau bukan yang paling banyak - dari kalangan ulama sunnah di dunia dalam memerangi Ikhwanul Muslimin dan manhaj Khowarij mereka.
Pertanyaan Ketiga : Kenapa kalian menerima Jarh Syekh Ubaid trhadap Syekh Al Imam dan Syekh Al Adny, sementara kalian tidak menerima jarh beliau trhadap Syekh (ahmad bin Umar) Bazimul dan Al Utaiby??[3]
Pertanyaan Keempat : Apa sebab Syekh Ubaid men-jarh Syekh Abdur Rohman Al-Adny -hafizohulloh-?
Pertanyaan Kelima : Kenapa kalian (wahai Burekiyun & Luqmaniyun, -pent.) mengingkari ulama dan masyayekh Yaman. Coba paparkan ketergelinciran dan kesalahan (dari ulama Yaman)[4].
Sementara itu kalian tidak mengingkari berbagai ketergelinciran dan kesalahan-kesalahan Hani dr sisi aqidah dan manhaj, seperti pernyataan Hani, "Kami mampu melakukan sesuatu yg mustahil,"[5] Hani mengajar di Jum'iyah Saruroh[6], dan pujiannya terhadap sebagian hizbiyin yg terfitnah yg telah di-tahdzir oleh ulama umat. Demikian pula ia berfoto dengan wajah ceria dan bahagia pada mimik wajahnya.[7] Ini baru satu di antara puluhan foto yg lainnya.
Pertanyaan Keenam : Apakah setiap org yg di-jarh oleh seorg ulama, langsung di-jarh, di-tahdzir, tanpa ada perincian atau sebab?
Jika jawabnya, "tidak," maka apa kedudukannya para ulama kita di sisi kalian? Semoga Allah memberikan hidayah kpd kalian.
Bila jawabnya, "Ya," maka sungguh para ulama kita seluruhnya telah berkomentar ttg Hani dan mereka men-tahdzir-nya serta disifati oleh Asy Syekh Al Allamah Washiyyulloh Abbas –hafizohulloh- bahwa Hani suka duduk bersama hizbiyyin!! Perkara ini adalah terjadi lagi diketahui. Sungguh Asy Syekh Al Allamah Sholih As Suhaimy -hafizohulloh- telah berkomentar juga ttg org ini[8].
Pertanyaan Ketujuh : Siapakah yg kalian maksudkan dgn "ulama kibar" (ulama besar)?[9]
Apakah Syekh Ubaid saja? Ini merupakan sikap ekstrim keras, dan ia merupakan manhaj haddadiyah.
Apabila Syekh Ubaid dan lainnya adalah ulama kibar, maka tolong berikan kpd kami ucapan-ucapan mereka (para ulama kibar itu) dalam bentuk audio atau tulisan, men-tahdzir ulama yaman dan markaz-markaz (pesantren2) mereka, menganggap mereka sbg ahli bid'ah atau menganggapnya sesat!!
Kemudian apa yg kalian nyatakan ttg penyelisihan Syekh kalian 'Hani' terhadap para ulama kibar ttg masalah memberontak melawan pemerintah muslim, bila ada kemampuan.[10]Demikian pula masalah berfoto dan lainnya diantara perkara2 lainnya.
Pertanyaan Kedelapan : Apa yg kalian nyatakan ttg ulama yg memberikan udzur bagi Syekh Al Imam dlm urusan watsiqoh (perjanjian) itu, seperti Al Allamah Al Fauzan, Al Abbad, As Suhaimy, Muhammad bin Hadi, Washiyyulloh Abbas, Ar Ruhaily, Muhammad bin Abdil Wahhab Al Wushoby -rahimahullah-??
Jika mereka (para ulama ini) adalah hizbiyun (menurut kalian), maka sungguh kalian telah dusta dan mengada-ada.
Bila mereka di sisi kalian adalah ulama2 mulia, maka kenapa para ulama ulama Yaman menurut kalian bukan ulama.[11]
Pertanyaan Kesembilan: Kenapa para masyayekh kalian –Hani, Yasin, Al Junah, Kentusy, ba Syu'aib, si buruk lagi jorok Munir As Sa'di- kenapa mereka dahulu tidak menampakkan data2 yg berumur sekitar 25 tahun.[12]
Kenapa data-data itu tidak tampak, kecuali pada hari2 ini dan sebelumnya sedikit?
Kemudian bagaimana bisa orang2 semisal Hani, Yasin, Al Junah, Kentusy dan slain mereka menghadiri majelis2 para masyayekh Yaman. Bahkan sebagian diantara mereka ini pernah menyusun kitab2 dan diberi pendahuluan (muqoddimah) baginya oleh sebagian masyayekh tsb.
Bagaimana ini bisa terjadi, sementara mereka (para ulama Yaman) menurut kalian
ditinggalkan. Sementara itu mereka memiliki berbagai kesalahan dan kesesatan sejak 25 tahun (yang lalu).
Pertanyaan Kesepuluh : Apakah setiap ulama yg melakukan suatu kekeliruan atau ketergelinciran, ia dicaci maki, dicap ahli bid'ah, sesat, ataukah dijaga kedudukannya, diterima kebenarannya dan kesalahannya ditolak sambil diiringi nasehat??
Aku tidak mengira kalian punya pilihan, kecuali yg pertama dan sungguh kalian telah terjerumus ke dalam hal ini dan lebih lg.
Sungguh menurut kalian Asy Syekh Al Allamah Al Faqih AbdurRohman Al Adny telah jadi makir (pelaku makar) dan tdk cocok untuk brdakwah dan menurut kalian jadilah si jorok lagi buruk 'Munir As Sa'dy sbg syekh yg utama. Maha Suci (Allah) Yang membolak-balikkan keadaan.[13]
Inilah beberapa buah pertanyaan yang aku tulis dengan segera, semoga sholawat & salam untuk Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Ditulis oleh Abu Abdillah Al-Himyary –ghofarollohu lah-
20 Robi'ul Awwal 1437 H, pada Hari Kamis.
Link : https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=1087872944580831&id=945590848809042
[1] Apa yg dialami oleh Syekh Al Imam, juga dialami oleh akhuna Ust. Dzulqarnain Al Makasary -hafizohulloh-, dimana Luqman ba Abduh telah melaporkan data-data dusta kepada Syekh Robi' ttg diri beliau. Semoga Allah mematahkan smua kedustaannya.
[2] Hani & Luqman,cs. hanya merangkai benang2 kusut yang membingugkan org, namun akan membinasakan mereka, insya Allah. Tunggu saja saatnya.
[3] Mereka tidak menerima tahdzir Syekh Ubaid trhadap dua org dai (Ahmad Bazimul dan Usamah Athoya Al Utaiby), karena keduanya adalah Syekh andalannya Hani dan Luqmaniyun. Jadi, wala' dan baro'-nya di atas hawa nafsu. itulah ciri-ciri ahli bid'ah!!
[4] Palingan mereka berhujjah dengan penandatanganan watsiqoh. Siapa yg mendukung Syekh Al Imam atau siapa mendiamkan Syekh Al Imam dan tidak mentahdzirnya, maka ia sama dengan Syekh Al Imam. Jika Syekh Al Imam disikapi, maka ulama2 Yaman lainnya hrs disikapi. Lantas kenapa para masyayikh, seperti Al Fawzan, As Suhaimy, Muhammad bin hadi, Sulaiman Ar Ruhaily, dll nggak disikapi sama?!! Skali lagi Hawa nafsu yg berbicara dan menentukan.
[5] Ucapan Hani dan bantahannya dr sisi aqidah manhaj, dapat anda baca disini: http://salfi.net/bb/viewtopic.php?f=2&t=227&p=429&hilit=%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B3%D8%AA%D8%AD%D9%8A%D9%84#p429
[6] Adapun kegiatan Hani di Jum'iyah Hizbiyah Syaruroh, silakan tengok disini akhi : http://pelita-sunnah.blogspot.co.id/2015/12/pesan-pesan-kemesraan-hani-bin-buroik.html
[7] Ini yg disembunyikan oleh Luqmaniyun. Kalau orang lain yg ia benci melakukan hal sama, maka ia dengan tergopoh-gopoh bikin artikel yg berisi kritikan kpdnya, sebagaimana yg anda bisa lihat dalam situsnya Luqman : http://tukpencarialhaq.com/2015/08/08/peringatan-asy-syaikh-abdul-muhsin-bin-hamd-al-abbad-al-badr-%D8%AD%D9%81%D8%B8%D9%87-%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87-terkait-mengambil-gambar/
[8] Cuma di sisi Luqmaniyun, si Hani Burek kebal hukum, hehehe…
[9] Dalam menentukan ulama kibar atau bukan, Burekiyun-Luqmaniyun nggak punya standar kokoh alias plinplan. Barometernya, siapa yg cocok dengan rencana dan makarnya alias hawa nafsunya, maka itulah kibar!! Jadi, kibar di sisi mereka adalah hawa nafsunya!!!
[10] Faedah lain, silakan baca disini : http://salfi.net/bb/viewtopic.php?f=2&t=227&p=427&hilit=%D9%87%D8%A7%D9%86%D9%8A+%D8%AE%D8%B1%D9%88%D8%AC+%D8%B9%D9%84%D9%89#p427
[11] Maksudnya –wallohu' alam- : jika para ulama (semisal : Syekh Al Fauzan, As Suhaimy, Muhammad bin Hadi, dll) tidak berani kalian cap sbg "hizbi" setelah memberikn udzur kpd Syekh Al Imam, nah kenapa para ulama Yaman yg kalian anggap sbg ulama justru kalian anggap hizbi dan sesat saat memberikn udzur kpd Syekh Al Imam?! Dua timbangan yg berbeda. Itulah namanya "Manhaj Standar Ganda" (MSG).
[12] Ini sama dg pertanyaan Luqmaniyun bhw mereka sdh lama mengetahui penyimpangan masyayekh Yaman. Tapi anehnya mereka msh perintahkn murid2nya tuk belajar ke Yaman dlm rentang waktu mrk sdh tahu penyimpangan itu!!
[13] Jika yg dijadikan panutan jorok lagi buruk, maka pasti yg mengekor akan sama!!


Minggu, 03 Januari 2016

SYUBHAT SEPUTAR LARANGAN ISBAL

Syubhat Seputar Larangan Isbal

Isbal artinya menjulurkan pakaian melebihi mata kaki. Isbal terlarang dalam Islam, hukumnya minimal makruh atau bahkan haram. Banyak sekali dalil dari hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang mendasari hal …

 
  16291  116
isbal
Isbal artinya menjulurkan pakaian melebihi mata kaki. Isbal terlarang dalam Islam, hukumnya minimal makruh atau bahkan haram. Banyak sekali dalil dari hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang mendasari hal ini.
Dalil seputar masalah ini ada dua jenis:
Pertama, mengharamkan isbal jika karena sombong.
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
من جر ثوبه خيلاء ، لم ينظر الله إليه يوم القيامة . فقال أبو بكر : إن أحد شقي ثوبي يسترخي ، إلا أن أتعاهد ذلك منه ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنك لن تصنع ذلك خيلاء . قال موسى : فقلت لسالم : أذكر عبد الله : من جر إزاره ؟ قال : لم أسمعه ذكر إلا ثوبه
Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat. Abu Bakar lalu berkata: ‘Salah satu sisi pakaianku akan melorot kecuali aku ikat dengan benar’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Engkau tidak melakukan itu karena sombong’.Musa bertanya kepada Salim, apakah Abdullah bin Umar menyebutkan lafadz ‘barangsiapa menjulurkan kainnya’? Salim menjawab, yang saya dengan hanya ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya’. ”. (HR. Bukhari 3665, Muslim 2085)
بينما رجل يجر إزاره من الخيلاء خسف به فهو يتجلجل في الأرض إلى يوم القيامة.
Ada seorang lelaki yang kainnya terseret di tanah karena sombong. Allah menenggelamkannya ke dalam bumi. Dia meronta-ronta karena tersiksa di dalam bumi hingga hari Kiamat terjadi”. (HR. Bukhari, 3485)
لا ينظر الله يوم القيامة إلى من جر إزاره بطراً
Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong” (HR. Bukhari 5788)
Kedua, hadits-hadits yang mengharamkan isbal secara mutlak baik karena sombong ataupun tidak.
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار
Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka” (HR. Bukhari 5787)
ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب
Ada tiga jenis manusia yang tidak akan diajak biacar oleh Allah pada hari Kiamat, tidak dipandang, dan tidak akan disucikan oleh Allah. Untuk mereka bertiga siksaan yang pedih. Itulah laki-laki yang isbal, orang yang mengungkit-ungkit sedekah dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu”. (HR. Muslim, 106)
لا تسبن أحدا ، ولا تحقرن من المعروف شيئا ، ولو أن تكلم أخاك وأنت منبسط إليه وجهك ، إن ذلك من المعروف ، وارفع إزارك إلى نصف الساق ، فإن أبيت فإلى الكعبين ، وإياك وإسبال الإزار ؛ فإنه من المخيلة ، وإن الله لا يحب المخيلة
Janganlah kalian mencela orang lain. Janganlah kalian meremehkan kebaikan sedikitpun, walaupun itu hanya dengan bermuka ceria saat bicara dengan saudaramu. Itu saja sudah termasuk kebaikan. Dan naikan kain sarungmu sampai pertengahan betis. Kalau engkau enggan, maka sampai mata kaki. Jauhilah isbal dalam memakai kain sarung. Karena isbal itu adalah kesombongan. Dan Allah tidak menyukai kesombongan” (HR. Abu Daud 4084, dishahihkan Al Albani dalamShahih Sunan Abi Daud)
مَرَرْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي إِزَارِي اسْتِرْخَاءٌ فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ ارْفَعْ إِزَارَكَ! فَرَفَعْتُهُ. ثُمَّ قَالَ: زِدْ! فَزِدْتُ. فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ. فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ: إِلَى أَيْنَ؟ فَقَالَ: أَنْصَافِ السَّاقَيْنِ
Aku (Ibnu Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara kain sarungku terjurai (sampai ke tanah). Beliau pun bersabda, “Hai Abdullah, naikkan sarungmu!”.  Aku pun langsung menaikkan kain sarungku. Setelah itu Rasulullah bersabda, “Naikkan lagi!” Aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu.” Ada beberapa orang yang bertanya, “Sampai di mana batasnya?” Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan kedua betis.” (HR. Muslim no. 2086)
Dari Mughirah bin Syu’bah Radhiallahu’anhu beliau berkata:
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم أخذ بحجزة سفيان بن أبي سهل فقال يا سفيان لا تسبل إزارك فإن الله لا يحب المسبلين
Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendatangi kamar Sufyan bin Abi Sahl, lalu beliau berkata: ‘Wahai Sufyan, janganlah engkau isbal. Karena Allah tidak mencintai orang-orang yang musbil’” (HR. Ibnu Maajah no.2892, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah)
Dari dalil-dalil di atas, para ulama sepakat haramnya isbal karena sombong dan berbeda pendapat mengenai hukum isbal jika tanpa sombong. Syaikh Alwi bin Abdil Qadir As Segaf berkata:
“Para ulama bersepakat tentang haramnya isbal karena sombong, namun mereka berbeda pendapat jika isbal dilakukan tanpa sombong dalam 2 pendapat:
Pertama, hukumnya boleh disertai ketidak-sukaan (baca: makruh), ini adalah pendapat kebanyakan ulama pengikut madzhab yang empat.
Kedua, hukumnya haram secara mutlak. Ini adalah satu pendapat Imam Ahmad, yang berbeda dengan pendapat lain yang masyhur dari beliau. Ibnu Muflih berkata : ‘Imam Ahmad Radhiallahu’anhu Ta’ala berkata, yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka, tidak boleh menjulurkan sedikitpun bagian dari pakaian melebihi itu. Perkataan ini zhahirnya adalah pengharaman’ (Al Adab Asy Syari’ah, 3/492). Ini juga pendapat yang dipilih Al Qadhi ‘Iyadh, Ibnul ‘Arabi ulama madzhab Maliki, dan dari madzhab Syafi’i ada Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar Al Asqalani cenderung menyetujui pendapat beliau.  Juga merupakan salah satu pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, pendapat madzhab Zhahiriyyah, Ash Shan’ani, serta para ulama di masa ini yaitu Syaikh Ibnu Baaz, Al Albani, Ibnu ‘Utsaimin. Pendapat kedua inilah yang sejalan dengan berbagai dalil yang ada.
Dan kewajiban kita bila ulama berselisih yaitu mengembalikan perkaranya kepada Qur’an dan Sunnah. Sebagaimana firman AllahTa’ala:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa: 59)
Dan dalil-dalil yang mengharamkan secara mutlak sangat jelas dan tegas”
Jadi Islam melarang isbal, baik larangan sampai tingkatan haram atau tidak. Tapi sungguh disayangkan larangan ini agaknya sudah banyak tidak diindahkan lagi oleh umat Islam. Karena kurang ilmu dan perhatian mereka terhadap agamanya. Lebih lagi, adanya sebagian oknum yang menebarkan syubhat (kerancuan) seputar hukum isbal sehingga larangan isbal menjadi aneh dan tidak lazim di mata umat. Berikut ini beberapa syubhat tersebut:

Syubhat 1: Memakai pakaian atau celana ngatung agar tidak isbal adalah ajaran aneh dan nyeleneh

Bagaimana mungkin larangan isbal dalam Islam dianggap nyelenehpadahal dalil mengenai hal ini sangat banyak dan sangat mudah ditemukan dalam kitab-kitab hadits dan buku-buku fiqih. Lebih lagi, larangan isbal dibahas oleh ulama 4 madzhab besar dalam Islam dan sama sekali bukan hal aneh dan asing bagi orang-orang yang mempelajari agama. Berikut ini kami nukilkan beberapa perkataan para ulama madzhab mengenai hukum isbal sebagai bukti bahwa pembahasan larangan isbal itu dibahas oleh para ulama 4 madzhab dari dulu hingga sekarang.
Madzhab Maliki
Ibnu ‘Abdil Barr dalam At Tamhid (3/249) :
وقد ظن قوم أن جر الثوب إذا لم يكن خيلاء فلا بأس به واحتجوا لذلك بما حدثناه عبد الله بن محمد بن أسد …. قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : «من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة» فقال أبو بكر: إن أحد شقى ثوبي ليسترخي إلا أن أتعاهد ذلك منه،فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم: «إنك لست تصنع ذلك خيلاء» قال موسى قلت لسالم أذَكر عبد الله من جر إزاره،قال لم أسمعه إلا ذكر ثوبه،وهذا إنما فيه أن أحد شقى ثوبه يسترخي، لا أنه تعمد ذلك خيلاء، فقال له رسول الله صلى الله عليه و سلم: «لست ممن يرضى ذلك» ولا يتعمده ولا يظن بك ذلك
“Sebagian orang menyangka bahwa menjulurkan pakaian jika tidak karena sombong itu tidak mengapa. Mereka berdalih dengan riwayat dari Abdullah bin Muhammad bin Asad (beliau menyebutkan sanadnya) bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat’. Abu Bakar lalu berkata: ‘Salah satu sisi pakaianku akan melorot kecuali aku ikat dengan benar’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Engkau tidak melakukan itu karena sombong’. Musa bertanya kepada Salim, apakah Abdullah bin Umar menyebutkan lafadz ‘barangsiapa menjulurkan kainnya’? Salim menjawab, yang saya dengan hanya ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya‘.
Dalam kasus ini yang melorot hanya satu sisi pakaiannya saja, bukan karena Abu Bakar sengaja memelorotkan pakaiannya. Oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Engkau bukanlah termasuk orang yang dengan suka rela melakukan hal tersebut, bersengaja melakukan hal tersebut dan tidak mungkin ada orang yang punya praduga bahwa engkau wahai Abu Bakar melakukan hal tersebut dengan sengaja“.
Abul Walid Sulaiman Al Baaji dalam Al Muntaqa Syarh Al Muwatha(9/314-315)  :
وقوله صلى الله عليه وسلم الذي يجر ثوبه خيلاء يقتضي تعلق هذا الحكم بمن جره خيلاء، أما من جره لطول ثوب لا يجد غيره، أو عذر من الأعذار فإنه لا يتناوله الوعيد… قوله صلى الله عليه وسلم: «إزارة المؤمن إلى أنصاف ساقيه»، يحتمل أن يريد به والله أعلم أن هذه صفة لباسه الإزار؛ لأنه يلبس لبس المتواضع المقتصد المقتصر على بعض المباح، ويحتمل أن يريد به أن هذا القدر المشروع له ويبين هذا التأويل قوله صلى الله عليه وسلم :لا جناح عليه فيما بينه وبين الكعبين يريد والله أعلم أن هذا لو لم يقتصر على المستحب مباح لا إثم عليه فيه ، وإن كان قد ترك الأفضل
“Sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong‘ ini menunjukkan hukumnya terkait bagi orang yang melakukannya karena sombong. Adapun orang yang pakaiannya panjang dan ia tidak punya yang lain (hanya punya satu), atau orang yang punya udzur lain, maka tidak termasuk ancaman hadits ini. Dan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: ‘Kainnya orang mu’min itu sepertengahan betis’, dimungkinkan –wallahu’alam– inilah deskripsi pakaian beliau. Karena beliau lebih menyukai memakai pakaian ketawadhu’an, yaitu yang seadanya, dibanding pakaian lain yang mubah. Dimungkinkan juga, perkataan beliau ini menunjukkan kadar yang masyru’ [baca: yang dianjurkan]. Tafsiran ini diperjelas oleh sabda beliau yang lain: ‘Tidak mengapa bagi mereka untuk mengenakan antara paha dan pertengahan betis’. Beliau ingin mengatakan -wallahu’alam- bahwa kalau tidak mencukupkan diri pada yang mustahab [setengah betis], maka boleh dan tidak berdosa. Namun telah meninggalkan yang utama”.
Catatan:
Perhatikan, Al Baji berpendapat bahwa larangan isbal tidak sampai haram jika tidak sombong. Namun beliau  mengatakan bahwa yang ditoleransi untuk memakai pakaian lebih dari mata kaki adalah yang hanya memiliki 1 pakaian saja dan yang memiliki udzur!!
Mazhab Hambali
Abu Naja Al Maqdisi:
ويكره أن يكون ثوب الرجل إلى فوق نصف ساقه وتحت كعبه بلا حاجة لا يكره ما بين ذلك
“Makruh hukumnya pakaian seorang lelaki panjangnya di atas pertengahan betis atau melebihi mata kaki tanpa adanya kebutuhan. Jika di antara itu [pertengahan betis sampai sebelum mata kaki] maka tidak makruh” (Al Iqna, 1/91)
Ibnu Qudamah Al Maqdisi :
ويكره إسبال القميص والإزار والسراويل ؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بَرفْع الإزار . فإن فعل ذلك على وجه الخيلاء حَرُم
“Makruh hukumnya isbal pada gamis, sarung atau sarowil (celana). Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk meninggalkan ketika memakai izar (sarung). Jika melakukan hal itu karena sombong, maka haram” (Al Mughni, 1/418)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
وإن كان الإسبال والجر منهياً عنه بالاتفاق والأحاديث فيه أكثر، وهو محرم على الصحيح، لكن ليس هو السدل
“Walaupun memang isbal dan menjulurkan pakaian itu itu terlarang berdasarkan kesepakatan ulama serta hadits yang banyak, dan ia hukumnya haram menurut pendapat yang tepat, namun isbal itu berbeda dengan sadl” (Iqtidha Shiratil Mustaqim, 1/130)
Madzhab Hanafi
As Saharunfuri :
قال العلماء : المستحب في الإزار والثوب إلى نصف الساقين ، والجائز بلا كراهة ما تحته إلى الكعبين ، فما نـزل عن الكعبين فهو ممنوع . فإن كان للخيلاء فهو ممنوع منع تحريم وإلا فمنع تنـزيه
“Para ulama berkata, dianjurkan memakai sarung dan pakaian panjangnya sampai setengah betis. Hukumnya boleh (tanpa makruh) jika melebihi setengah betis hingga mata kaki. Sedangkan jika melebihi mata kaki maka terlarang. Jika melakukannya karena sombong maka haram, jika tidak maka makruh” (Bazlul Majhud, 16/411)
Dalam kitab Fatawa Hindiyyah (5/333) :
تَقْصِيرُ الثِّيَابِ سُنَّةٌ وَإِسْبَالُ الْإِزَارِ وَالْقَمِيصِ بِدْعَةٌ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ الْإِزَارُ فَوْقَ الْكَعْبَيْنِ إلَى نِصْفِ السَّاقِ وَهَذَا فِي حَقِّ الرِّجَالِ، وَأَمَّا النِّسَاءُ فَيُرْخِينَ إزَارَهُنَّ أَسْفَلَ مِنْ إزَارِ الرِّجَالِ لِيَسْتُرَ ظَهْرَ قَدَمِهِنَّ. إسْبَالُ الرَّجُلِ إزَارَهُ أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ إنْ لَمْ يَكُنْ لِلْخُيَلَاءِ فَفِيهِ كَرَاهَةُ تَنْزِيهٍ
“Memendekkan pakaian (sampai setengah betis) hukumnya sunnah. Dan isbal pada sarung dan gamis itu bid’ah. Sebaiknya sarung itu di atas mata kaki sampai setengah betis. Ini untuk laki-laki. Sedangkan wanita hendaknya menurunkan kainnya melebihi kain lelaki untuk menutup punggung kakinya. Isbalnya seorang lelaki melebihi mata kaki jika tidak karena sombong maka hukumnya makruh”

Madzhab Syafi’i
An Nawawi:
فما نـزل عن الكعبين فهو ممنوع ، ، فإن كان للخيلاء فهو ممنوع منع تحريم وإلا فمنع تنـزيه
“Kain yang melebihi mata kaki itu terlarang. Jika melakukannya karena sombong maka haram, jika tidak maka makruh” (Al Minhaj, 14/88)
Ibnu Hajar Al Asqalani :
وحاصله: أن الإسبال يستلزم جرَّ الثوب، وجرُّ الثوب يستلزم الخيلاء، ولو لم يقصد اللابس الخيلاء، ويؤيده: ما أخرجه أحمد بن منيع من وجه آخر عن ابن عمر في أثناء حديث رفعه: ( وإياك وجر الإزار؛ فإن جر الإزار من المخِيلة
“Kesimpulannya, isbal itu pasti menjulurkan pakaian. Sedangkan menjulurkan pakaian itu merupakan kesombongan, walaupun si pemakai tidak bermaksud sombong. Dikuatkan lagi dengan riwayat dari  Ahmad bin Mani’ dengan sanad lain dari Ibnu Umar. Di dalam hadits tersebut dikatakan ‘Jauhilah perbuatan menjulurkan pakaian, karena menjulurkan pakaian itu adalah kesombongan‘” (Fathul Baari, 10/264)
Dengan demikian tidak benar bahwa larangan isbal itu adalah ajaran aneh dan nyeleneh. Lebih lagi jika sampai mencela orang yang menjauhi larangan isbal dengan sebutan ‘kebanjiran‘, ‘kurang bahan‘, dll. Allahul musta’an.

Syubhat 2: Masak gara-gara celana saja masuk neraka?

Pernyataan ini tidak keluar kecuali dari orang-orang yang enggan taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Sungguh Allah Maha Berkehendak menentukan perbuatan apa yang menyebabkan masuk neraka, melalui firman-Nya atau pun melalui sabda Nabi-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
Allah tidak ditanya oleh hamba, namun merekalah yang akan ditanyai oleh Allah” (QS. Al Anbiya: 23)
Perbuatan yang dianggap sepele oleh manusia ternyata dapat menyebabkan masuk neraka bisa jadi merupakan ujian dari Allah untuk mengetahui mana hamba-Nya yang benar beriman. Karena orang yang beriman kepada Allah-lah yang senantiasa taat dan tunduk kepada hukum agama, Allah berfirman:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Hanya ucapan orang-orang beriman, yaitu ketika mereka diajak menaati Allah dan Rasul-Nya agar Rasul-Nya tersebut memutuskan hukum diantara kalian, maka mereka berkata: Sami’na Wa Atha’na (Kami telah mendengar hukum tersebut dan kami akan taati). Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. An Nuur: 51)
Bukan hanya masalah isbal, Islam mengatur hukum-hukum kehidupan sampai perkara terkecil. Ketika Salman Al Farisi ditanya:
قد علمكم نبيكم صلى الله عليه وسلم كل شيء . حتى الخراءة . قال ، فقال : أجل . لقد نهانا أن نستقبل القبلة لغائط أو بول . أو أن نستنجي باليمين . أو أن نستنجي بأقل من ثلاثة أحجار . أو أن نستنجي برجيع أو بعظم
Nabi kalian telah mengajari kalian segala hal hingga masalah buang air besar? (Beliau menjawab: ) Benar. Beliau melarang kami menghadap kiblat ketika kencing atau buang hajat, bersuci dengan tangan kanan, bersuci dengan kurang dari tiga buah batu, dan bersuci dengan kotoran atau tulang” (HR. Muslim, 262)
Orang-orang yang meremehkan larangan isbal, bagaimana lagi sikap mereka terhadap aturan-aturan Islam dalam buang hajat, dalam makan, dalam tidur, dalam memakai sandal, dan perkara lain yang nampaknya sepele?

Syubhat 3: Larangan isbal hanya berlaku pada kain sarung

Sebagian orang beranggapan larangan isbal hanya berlaku pada kain sarung saja, karena di dalam hadits hanya disebutkan من جر إزاره ‘barangsiapa yang menjulurkan izaar (kain sarung) nya‘. Atau ada juga yang beranggapan bahwa larangan isbal hanya berlaku pada kain sarung, gamis dan imamah sebagaimana hadits:
الإسبال في الإزار والقميص والعمامة من جر منها شيئا خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة
Isbal itu pada kain sarung, gamis dan imamah. Barangsiapa menjulurkannya sedikit saja karena sombong, tidak akan dipandang oleh Allah di hari kiamat
Sehingga mereka beranggapan bahwa isbal untuk pakaian lain, misalnya celana pantalon, itu bukan yang dimaksud oleh hadits-hadits larangan isbal.
Anggapan ini salah. Larangan isbal juga berlaku pada model pakaian zaman sekarang seperti celana panjang pantalon. Syaikh Ali Hasan Al Halabi membantah anggapan ini, beliau berkata, “Sebagian orang mengira bahwa hadits ini menunjukkan bahwa larangan isbal hanya pada tiga jenis pakaian: kain sarung (izaar), gamis dan imamah. Dan isbal pada celana pantalon tidak termasuk dalam larangan. Ini adalah klaim yang tertolak oleh hadist itu sendiri. Karena justru makna hadits ini adalah meniadakan anggapan bahwa larangan isbal itu hanya pada kain (izaar). Bahkan larangannya berlaku pada semua jenis pakaian, baik yang ada di zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam (seperti gamis, imamah dan sirwal), atau pakaian pada masa yang lain, seperti celana pantalon di zaman kita”. Beliau lalu memaparkan alasannya, secara ringkas sebagai berikut:
Alasan 1
Dalam Lisaanul Arab dijelaskan makna izaar:
الإزار : كل من واراكَ وسَتَرَكَ . وتعني أيضا : الملحفة
Izaar adalah apa saja yang menutupimu, termasuk juga selimut”
Alasan 2
Dalam sebagian hadits digunakan lafadz tsaub (الثوب), sedangkan dalamLisaanul Arab makna tsaub:
الثوب : من ثَوَبَ ويعني: اللباس .
“Tsaub, dari tsawaba, artinya pakaian”
Sehingga tsaub ini mencakup seluruh jenis pakaian
Alasan 3
Penjelasan para ulama:
Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan:
وَقَالَ الطَّبَرِيُّ : إِنَّمَا وَرَدَ الْخَبَر بِلَفْظِ الْإِزَار لِأَنَّ أَكْثَر النَّاس فِي عَهْده كَانُوا يَلْبَسُونَ الْإِزَار وَالْأَرْدِيَة ، فَلَمَّا لَبِسَ النَّاس الْقَمِيص وَالدَّرَارِيع كَانَ حُكْمهَا حُكْم الْإِزَار فِي النَّهْي . قَالَ اِبْن بَطَّال : هَذَا قِيَاس صَحِيح لَوْ لَمْ يَأْتِ النَّصّ بِالثَّوْبِ ، فَإِنَّهُ يَشْمَل جَمِيع ذَلِكَ ، وَفِي تَصْوِير جَرّ الْعِمَامَة نَظَر ، إِلَّا أَنْ يَكُون الْمُرَاد مَا جَرَتْ بِهِ عَادَة الْعَرَب مِنْ إِرْخَاء الْعَذْبَات ، فَمَهْمَا زَادَ عَلَى الْعَادَة فِي ذَلِكَ كَانَ مِنْ الْإِسْبَال
“At Thabari berkata, lafadz-lafadz hadits menggunakan kata izaar karena kebanyakan manusia di masa itu mereka memakai izaar [seperti pakaian bawahan untuk kain ihram] dan rida’ [seperti pakaian atasan untuk kain ihram]. Ketika orang-orang mulai memakai gamis dan jubah, maka hukumnya sama seperti larangan pada sarung. Ibnu Bathal berkata, ini adalah qiyas atau analog yang tepat, andai  tidak ada nash yang menggunakan kata tsaub. Karena tsaub itu sudah mencakup semua jenis pakaian [sehingga kita tidak perlu berdalil dengan qiyas, ed]. Sedangkan adanya isbal pada imamah adalah suatu hal yang tidak bisa kita bayangkan kecuali dengan mengingat kebiasaan orang Arab yang menjulurkan ujung sorbannya. Sehingga pengertian isbal dalam hal ini adalah ujung sorban yang kelewat panjang melebihi umumnya panjang ujung sorban yang dibiasa dipakai di masyarakat setempat” (Fathul Baari, 16/331)
Penulis Syarh Sunan Abi Daud (9/126)  berkata:
فِي هَذَا الْحَدِيث دَلَالَة عَلَى عَدَم اِخْتِصَاص الْإِسْبَال بِالْإِزَارِ بَلْ يَكُون فِي الْقَمِيص وَالْعِمَامَة كَمَا فِي الْحَدِيث .قَالَ اِبْن رَسْلَان : وَالطَّيْلَسَان وَالرِّدَاء وَالشَّمْلَة
“Hadits ini merupakan dalil bahwa isbal tidak khusus pada kain sarung saja, bahkan juga pada gamis dan imamah sebagaimana dalam hadits. Ibnu Ruslan berkata, juga pada thailasan [kain sorban yang disampirkan di pundak], rida’ dan syamlah [kain yang dipakai untuk menutupi bagian atas badan dan dipakai dengan cara berkemul]”
Al’Aini dalam ‘Umdatul Qari (31/429) menuturkan:
قوله من جر ثوبه يدخل فيه الإزار والرداء والقميص والسراويل والجبة والقباء وغير ذلك مما يسمى ثوبا بل ورد في الحديث دخول العمامة في ذلك …
“Perkataan Nabi ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya‘ ini mencakup kain sarung, rida’, gamis, sirwal, jubah, qubba’, dan jenis pakaian lain yang masih disebut sebagai pakaian. Bahkan terdapat riwayat yang memasukan imamah dalam hal ini”

Syubhat 4: Isbal khan cuma makruh! Jadi tidak mengapa setiap hari saya isbal

Terlepas dari perselisihan para ulama tentang hukum isbal antara haram dan makruh, perkataan ini sejatinya menggambarkan betapa dangkalnya sifat wara’ yang dimiliki. Karena seorang mu’min yang sejati adalah yang takut dan khawatir dirinya terjerumus dalam dosa sehingga ia meninggalkan hal-hal yang jelas haramnya, yang masih ragu halal-haramnya, atau yang mendekati tingkatan haram, inilah sikap wara’. Bukan sebaliknya, malah membiasakan diri dan terus-menerus melakukan hal yang mendekati keharaman atau yang makruh. Bukankah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الحَلاَلُ بَيِّنٌ، وَالحَرَامُ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى المُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ: كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى، يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ
Yang halal itu jelas, yang haram itu jelas. Diantaranya ada yang syubhat, yang tidak diketahui hukumnya oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa menjauhi yang syubhat, ia telah menjaga kehormatan dan agamanya. Barangsiapa mendekati yang syubhat, sebagaimana pengembala di perbatasan. Hampir-hampir saja ia melewatinya” (HR. Bukhari 52, Muslim 1599)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي من ابْن آدم مجرى الدم
Sesungguhnya setan ikut mengalir dalam darah manusia” (HR. Bukhari 7171, Muslim 2174)
Al Khathabi menjelaskan hadits ini:
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ مِنَ الْعِلْمِ اسْتِحْبَابُ أَنْ يَحْذَرَ الإِنْسَانُ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ مِنَ الْمَكْرُوهِ مِمَّا تَجْرِي بِهِ الظُّنُونُ وَيَخْطُرُ بِالْقُلُوبِ وَأَنْ يَطْلُبَ السَّلامَةَ مِنَ النَّاسِ بِإِظْهَارِ الْبَرَاءَةِ مِنَ الرِّيَبِ
“Dalam hadits ini ada ilmu tentang dianjurkannya setiap manusia untuk menjauhi setiap hal yang makruh dan berbagai hal yang menyebabkan orang lain punya sangkaan dan praduga yang tidak tidak. Dan anjuran untuk mencari tindakan yang selamat dari prasangka yang tidak tidak dari orang lain dengan menampakkan perbuatan yang bebas dari hal hal yang mencurigakan” (Talbis Iblis, 1/33)
Lebih lagi, jika para da’i, aktifis dakwah, dan pengajar ilmu agama gemar membiasakan diri melakukan hal yang makruh. Padahal mereka panutan masyarakat dan orang yang dianggap baik agamanya. Sejatinya, semakin bagus keislaman seseorang, dia akan semakin wara’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
فَضْلُ الْعِلْمِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ فَضْلِ الْعِبَادَةِ، وَخَيْرُ دِينِكُمُ الْوَرَعُ
Keutamaan dalam ilmu lebih disukai daripada keutamaan dalam ibadah. Dan keislaman kalian yang paling baik adalah sifat wara’” (HR. Al Hakim 314, Al Bazzar 2969, Ath Thabrani dalam Al Ausath 3960. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib 1740)
Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu berkata:
«إِنَّ الدِّينَ لَيْسَ بِالطَّنْطَنَةِ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ وَلَكِنَّ الدِّينَ الْوَرَعُ»
Agama Islam itu bukanlah sekedar dengungan di akhir malam, namun Islam itu adalah bersikap wara’” (HR Ahmad dalam Az Zuhd, 664)
Para penuntut ilmu agama, ustadz, kyai, atau ulama yang paham agama secara mendalam, semestinya lebih wara’ bukan malah asyik-masyuk mengamalkan yang makruh-makruh. Al Hasan Al Bashri berkata:
«أَفْضَلُ الْعِلْمِ الْوَرَعُ وَالتَّوَكُّلُ»
Ilmu yang paling utama adalah wara’ dan tawakal” (HR. Ahmad dalamAz Zuhd, 1500)
Yahya bin Abi Katsir berkata:
«الْعَالِمُ مَنْ خَشِيَ اللَّهَ , وَخَشْيَةُ اللَّهِ الْوَرَعُ»
Orang alim adalah orang yang takut kepada Allah. Takut kepada Allah itulah wara’” (Akhlaqul ‘Ulama, 1/70)
Berangkat dari sikap wara’ inilah maka para fuqaha yang berpendapat isbal itu makruh hendaknya tidak isbal kecuali ada kebutuhan, semisal karena hanya memiliki 1 pakaian, karena sakit atau karena ada udzur lain.
Demikian sedikit yang bisa kami paparkan. Semoga bermanfaat.
Penulis: Yulian PurnamaArtikel Muslim.Or.Id