Selasa, 24 Februari 2015

Perayaan Tahun Baru Hijriyah


HUKUM ISLAM TENTANG PERAYAAN TAHUN BARU HIJRIYAH


Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengingatkan kita tentang bahayanya taqlid dan tasyabbuh (menyerupakan diri) dengan orang-orang kafir dalam banyak hadits. Diantaranya, beliau bersabda,

مَنْ   تَشَبَّهَ  بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut” (HR. Abu Dawud (4031), Ahmad (5114), Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (8327), Ibnu Manshur dalamAs-Sunan (2370). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (4347)
Kendati demikian, masih banyak kita jumpai fenomena taqlid dan tasyabbuh tersebut. Karena jahilnya kaum muslimin tentang agamanya, dan adanya pengaruh globalisasi dalam semua lini membuat kaum muslimin berbaur dengan orang-orang kafir, dan taqlid buta kepada mereka. Belum lagi banyaknya propaganda yang menaburkan kerancuan berpikir bahwa orang-orang kafir itu adalah “hebat”“maju”“pemimpin dunia”, dan berbagai macam sangkaan lainnya. Semua ini membuat sebagian kaum muslimin yang jahil turun nyalinya, dan hormat kepada orang-orang kafir. Pada gilirannya, kaum muslimin kehilangan jati diri; tak tahu siapa yang harus dicontoh. Ketika melihat orang-orang kafir berhasil dunianya, maka sebagian kaum muslimin berpikir wah inilah yang harus dicontoh secara membabi buta!! Padahal tidaklah demikian; sungguh sebuah musibah !!!
Sekarang kaum muslimin mengikuti semua yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Dahulu orang hanya mengenal bahwa orang-orang kafir saja yang merayakan tahun baru masehi. Tapi sekarang kaum muslimin juga merayakan tahun masehi; bahkan saking parahnya penyakit mengekor dan taqlid kepada orang kafir, kaum muslimin pun mengadakan Perayaan Tahun Baru Hijriyah dengan berbagai macam tema dan topik yang maya dan semu. Dengan tema “Napaktilas Sejarah Islam”“Meningkatkan Iman & Taqwa”“Semarak Muharram”,“Menghidupkan Sunnah”. Tapi semua itu hanyalah khayalan dan harapan semu saja !!
Merebaknya Peringatan Tahun Baru Hijriyah dekade terakhir ini di setiap tempat, mulai dari desa sampai ke tingkat nasional; semua ini semakin mendesak dan memaksa kami menjelaskan masalah ini sebagai amanah ilmiah yang ada dipundak kami.
§ Orang yang Pertama Merayakan Tahun Baru Hijriyah
Jika kita merunut silsilah sejarah Perayaan Tahun Baru Hijriyah, maka kita tak menemukan jejak kakinya di zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, para sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia di atas Sunnah.
Perayaan ini muncul pertama kali melalui tangan orang-orang jahil dari kalangan Bani Ubaidiyyah alias Bani Fathimiyyah yang pernah memerintah Mesir dengan tangan besi. Para penguasa mereka banyak menzholimi kaum muslimin di zaman itu, dan juga banyak memunculkan amalan bid’ah, paham, dan aliran yang menyempal dari Al-Kitab dan Sunnah. Mereka dikenal pada hari ini dengan “kaum Syi’ah” yang memiliki permusuhan dan kedengkian yang besar kepada para sahabat dan orang-orang yang mengikutinya dari kalangan Ahlus Sunnah.
Ulama Syafi’iyyah, Al-Imam Al-Maqriziy -rahimahullah- berkata, “Dahulu para kholifah Daulah Bani Fathimiyyah memiliki perhatian dengan malam (baca: hari) pertama bulan Muharram pada setiap tahun, karena awal malam tahun baru, dan permulaan waktunya”.[Lihat Al-Khuthoth wa Al-Atsar (1/490)]
Jika kita melakukan riset lebih jauh lagi, maka kita akan dapatkan bahwa perayaan tahun baru hijriyah sebenarnya adalah sebuah upaya dalam mengikuti segala perbuatan orang-orang kafir. Sebab, menurut sejarah, orang-orang Yahudilah yang pertama kali merayakan tahun baru. Mereka menyebutnya dengan Ro’su Hiisyaa (Awal Bulan); mereka menyembelih hewan ternak pada hari itu sebagai tanda “syukur” mereka. [Lihat Nihayah Al-Arab (1/195) karya An-Nuwairiy]
Lalu datanglah orang-orang Nasrani mengikuti langkah Yahudi ini sehingga mereka pun merayakan malam tahun baru Masehi dengan berbagai macam acara dan kegiatan di dalamnya. Mereka adakan acara tersebut untuk menyambut hari pertama dari setiap tahun Masehi tersebut. Orang-orang yang ikut merayakannya berkumpul, dan begadang sambil menikmati hidangan yang halal dan haram !! Acara ini dilakukan di tempat-tempat umum (seperti, café, diskotik, bar, dan lainnya) yang dirancang untuk acara makan, minum, berjoget, dan menikmati seruling setan (baca: nyanyian). Na’udzu billah min dzalik.
Malam itu, mereka begadang semalam suntuk demi menyambut dan menunggu datangnya waktu tengah malam. Jika tepat pukul 12 malam, maka mereka memadamkan lampu-lampu. Akhirnya setiap orang mencium wanita yang ada di sampingnya kurang lebih 5 detik. Parahnya, acara itu memang telah diatur sedemikian rupa; setiap laki-laki di sampingnya ada seorang wanita yang ia kenal atau tidak!! Setiap orang sudah tahu bahwa ia akan dicium oleh orang yang ada di sampingnya saat lampu-lampu sedang dimatikan. Lampu itu mereka padamkan bukan untuk menutupi acara ciuman itu, tapi sebagai ungkapan tentang berakhirnya tahun itu, dan datangnya tahun baru. [Lihat Al-Bida’ Al-Hauliyyah (al-mabhats al-khomis) karya Abdullah At-Tuwaijiriy]
Perayaan ini pun pada akhirnya diikuti oleh kaum muslimin di zaman sekarang. Karena kejahilan mereka. Maka mereka menganggap perayaan bid’ah seperti ini sebagai bentuk “kemajuan”. Padahal itu adalah bentuk kemunduran dalam beragama.
Inilah yang pernah disinyalir oleh Panutan kita, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam sabdanya,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوْهُمْ. قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى ؟ قَالَ:  فَمَنْ؟
“Kalian benar-benar akan mengikuti orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, dan sehasta demi sehasta sampai andai mereka masuk ke lubang biawak, maka kalian pun mengikuti mereka”. Kami (Abu Sa’id Al-Khudriy, pent.) bertanya, “Apakah mereka adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani?” Beliau bersabda, “Siapa lagi lagi kalau bukan mereka?”.[HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Al-I’tishom (6889), dan Muslim dalam Kitab Al-Ilmi (2669)]
Lebih tragis lagi, kaum muslimin menjiplak model perayaan seperti ini sehingga mereka menciptakan perayaan yang tak ada sunnah (tuntunan)nya dalam Islam. Mereka sebut dengan “Perayaan Tahun Baru Islam” atau “Peringatan Tahun Baru Hijriyyah”. Pada hari itu, kaum muslimin mempersiapkan segala sesuatu dalam merayakannya. Mereka berkumpul di tempat tertentu (seperti, di lapangan) untuk melakukan acara pawai dan konvoi keliling kota. Di sebagian tempat adakan acara lomba puisi, mengarang, dan berdo’a di malam tahun baru, bahkan mereka adakan acara dendang qasidah yang haram dalam Islam !!
§ Hukum Merayakan Tahun Baru Hijriyah
Tidak syak lagi bahwa merayakan tahun baru merupakan perkara baru dalam agama; tak ada sunnah (tuntunan)nya dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, para sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, Imam yang Empat (Imam Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’iy, dan Ahmad). Jika tak ada sunnahnya dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka diketahuilah bahwa merayakannya adalah perkara mengada-ada dalam agama. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَ مُسْلِمٌ)
“Barang siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan termasuk darinya, maka ia (perkara) itu tertolak”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2697), dan Muslim dalam Shohih-nya (1718)
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-  bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tak ada padanya urusan (agama) kami, maka ia (amalan) itu tertolak”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (1718)]
Jadi, amalan orang yang mengada-adakan amalan atau ajaran yang tak ada contohnya dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah tertolak, bahkan mendapatkan dosa di sisi Allah.
Al-Imam Abu Zakariya An-Nawawiy -rahimahullah- berkata dalam Al-Minhaj (12/16), “Hadits ini merupakan sebuah kaedah agung di antara kaedah-kaedah Islam. Hadits ini termasuk jawami’ al-kalim (ucapan ringkas, tapi padat maknanya) dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, karena ia gamblang dalam menolak segala perbuatan bid’ah, dan sesuatu yang diada-adakan”.
Ibnu Daqiq Al-Ied -rahimahullah- dalam Syarah Al-Arba`in An-Nawawiyah (hal.43), “Hadits ini merupakan kaedah yang sangat agung di antara kaedah-kaedah agama. Dia termasuk“Jawami’ Al-Kalim” (ucapan ringkas, tapi padat maknanya) yang diberikan kepada Al-Mushthofa -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, karena hadits ini jelas sekali dalam menolak segala bentuk bid`ah dan perkara-perkara baru”.
Jika suatu amalan dan ibadah tak ada contohnya dalam Islam di zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka ia bukan dari agama Islam.
Imam Darul Hijroh, Malik bin Anas -rahimahullah- berkata, “Barangsiapa yang mengada-adakan suatu bid’ah (amalan baru dalam agama), sedang ia menganggapnya sebagai kebaikan, maka ia telah menyangka bahwa Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- telah mengkhianati risalah (Al-Qur’an), karena Allah -Ta’ala- berfirman,
tPöqu‹ø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu”. (QS. Al-Maa’idah : 3).
Apapun yang bukan agama pada hari itu (di zaman kenabian), maka hal itu juga bukan agama pada hari ini”. [Lihat Al-I’tishom (1/33) karya Asy-Syathibiy]
Di awal pembahasan, telah dinukilkan bahwa yang pertama kali merayakan dan memperingati tahun baru Hijriyah, bukan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-  dan para sahabat. Tapi dirayakan oleh orang-orang Syi’ah yang menyempal dari agama Islam, yaknipenguasa Syi’ah dari kalangan Bani Ubaidiyyah-Fathimiyyah. Mereka adalah kaum yang amat sial dan berbahaya bagi Islam dan kaum muslimin. Mereka tak segan-segan merusak dan menodai Islam dengan memasukkan dan menyusupkan ajaran dan amalan yang tak ada contohnya dalam agama Allah.
Selain itu, perayaan tahun baru Hijriyyah ini merupakan sikap tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, sedang ini dikecam dalam agama kita sebagaimana dalam beberapa riwayat. Diantaranya, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

مَنْ   تَشَبَّهَ  بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut” (HR. Abu Dawud (4031), Ahmad (5114), Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (8327), Ibnu Manshur dalamAs-Sunan (2370). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (4347)
Al-Imam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- berkata, “Hadits ini serendah-rendahnya mengharuskan pengharaman tasyabbuh (menyerupai orang kafir atau fasiq)”. [Lihat Iqtidho’ Ash-Shiroth Al-Mustaqim (83)]
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
جُزُّوْا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوْا اللِّحَى وَخَالِفُوْا الْمَجُوْسَ
Potonglah kumis kalian dan peliharah jenggot kalian; berbedalah kalian dari golongan Majusi (penyembah api)” [HR. Muslim dalam shohih-nya (260), dan Ahmad dalam Al-Musnad(8771) ]
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
اُعْفُوْا اللِّحَى وَخُذُوْا الشَّوَارِبَ وَغَيِّرُوْا شَيْبَكُمْ وَلَا تَشَبَّهُوْا بِالْيَهُوْدِ وَالنَّصَارَى
 “Biarkanlah jenggot kalian tumbuh, cukurlah kumis kalian, ubahlah (semirlah) uban kalian, dan janganlah kalian menyerupai orang Yahudi dan Nashrani”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad(8657). Di-shohih-kan oleh Al-Arna’uth dalam Takhrij Al-Musnad (2/356)]
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
خَالِفُوْا الْيَهُوْدَ فَإِنَّهُمْ لَا يُصَلُّوْنَ فِيْ نِعَالِهِمْ وَلَا خِفَافِهِمْ                                                                    
Kalian harus menyelisihi kaum yahudi karena mereka tidak mau shalat dengan memakai sandal ataupun terompah mereka”. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (652). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ats-Tsamr Al-Mustathob (hal.351)]
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
Perbedaan antara puasa kita dan puasa golongan Ahli Kitab adalah makan sahur”.[HR. Muslim dalam Shohih-nya (1096), Abu Dawud dalam Sunan -nya (2343), An-Nasa’iy dalamSunan-nya (2166), dan Ahmad dalam Musnad-nya (17796)]
Abu Abdillah Al-Qurthubiy -rahimahullah- berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa sahur merupakan ciri khas ummat ini (Islam). Diantara perkara yang diberi keringanan di dalamnya, yaitu makan sahur”. [Lihat Ad-Dibaj Syarh Shohih Muslim Ibnil Hajjaj (3/197)]
Ini semua menunjukkan bahwasanya menyelisihi orang-orang kafir adalah tujuan pokok syariat. Namun sangat disayangkan, karena jauhnya umat Islam dari agamanya dan enggannya mereka mempelajari agamanya, semua ini menyebabkan mereka terjatuh di dalam kesalahan ini yaitu meniru kaum kafir mulai dari pakaian, dan cara berpakaian, tradisi, adat, bahasa, dan hari-hari peringatan mereka seperti  Peringatan tahun Baru Masehi,Perayaan Hari ValentineHari Haloween, dan lain-lain.
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِيْ بِأَخْذِ الْقُرُوْنِ قَبْلَهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ كَفَارِسٍ وَالرُّوْمِ ؟ فَقَالَ : وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُوْلَئِكَ ؟
Kiamat tidak akan terjadi sampai umatku mengikuti apa yang terjadi pada generasi-generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta”. Lalu ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah apakah seperti bangsa Persia dan Rumawi? beliau menjawab: “manusia siapa lagi kalau bukan mereka”.[HR. Bukhariy (6888) dalam Shohih-nya, dan Ahmad dalam Al-Musnad (8414)]
Lihatlah ketika orang-orang Nashrani merayakan tahun baru mereka, maka umat Islam mengikuti mereka dengan merayakan tahun baru Hijriyah atau tahun baru Masehi itu sendiri.Ketika orang Nashrani merayakan kenaikan Isa Al-Masih, maka umat Islam mengikuti mereka dengan merayakan Isra’ dan Mi’raj. Ketika orang Nashrani merayakan hari lahirnya Isa Al-Masih, maka umat Islam mengikuti mereka dengan merayakan maulid, dan lainnyaNas’alullahal afiyah minal fitani wa ahliha
Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel.  Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar