HUKUM PENYEBARAN BERITA GERHANA DAN HUKUM SHOLAT GERHANA HANYA BERDASARKAN BERITA TERSEBUT;
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, tidaklah terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak pula karena kelahirannya, maka jika kalian melihat gerhana, berdoalah kepada Allah, bertakbir, sholat dan bersedekah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
Dalam hadits yang mulia ini Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengaitkan antara memperbanyak doa, takbir, sholat dan sedekah dengan “melihat” gerhana. Maka barangsiapa yang melihat kejadiannya, disyari’atkan baginya untuk melakukan amalan-amalan tersebut. Adapun yang tidak melihatnya secara langsung, apakah karena terhalang mendung atau sebab yang lainnya, maka tidak disyari’atkan baginya untuk melakukan itu hanya berdasarkan berita-berita media atau informasi dari ahli astronomi.
Asy-Syaikhul ‘Allaamah Ibnu Baz rahimahullah berkata,
أما أخبار الحسابيين عن أوقات الكسوف فلا يعول عليها , وقد صرح بذلك جماعة من أهل العلم , منهم: شيخ الإسلام ابن تيمية وتلميذه العلامة ابن القيم رحمة الله عليهما ; لأنهم يخطئون في بعض الأحيان في حسابهم , فلا يجوز التعويل عليهم , ولا يشرع لأحد أن يصلي صلاة الكسوف بناء على قولهم , وإنما تشرع صلاة الكسوف عند وقوعه ومشاهدته
فينبغي لوزارات الإعلام منع نشر أخبار أصحاب الحساب عن أوقات الكسوف حتى لا يغتر بأخبارهم بعض الناس ; ولأن نشر أخبارهم قد يخفف وقع أمر الكسوف في قلوب الناس , والله سبحانه وتعالى إنما قدره لتخويف الناس وتذكيرهم ; ليذكروه ويتقوه ويدعوه ويحسنوا إلى عباده، والله ولي التوفيق
“Adapun berita-berita ahli astronomi tentang waktu-waktu gerhana maka tidak boleh dijadikan sandaran untuk melakukan sholat gerhana, dan hal tersebut telah ditegaskan oleh banyak ulama, diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan murid beliau Al-‘Allamah Ibnul qoyyim rahmatullaahi ‘alaihima, karena para ahli astronomi tersebut kadang salah dan kadang benar dalam hisab mereka, maka tidak boleh bersandar kepada mereka, dan tidak disunnahkan bagi seorang pun untuk melakukan sholat gerhana dengan bersandarkan pendapat mereka, hanyalah sholat gerhana itu disyari’atkan ketika terjadinya dan disaksikan secara langsung.
Maka sepatutnya bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika melarang para ahli astronomi untuk mengabarkan waktu-waktu terjadinya gerhana, agar sebagian orang tidak tertipu dengan berita-berita mereka (yang kadang salah dan kadang benar), dan karena adanya penyebaran berita tersebut dapat mengurangi dahsyatnya pengaruh gerhana di hati-hati manusia, padahal Allah ta’ala menetapkannya untuk mempertakuti manusia dan mengingatkan mereka, agar mereka berdzikir kepada-Nya, bertakwa kepada-Nya, berdoa kepada-Nya dan berbuat baik kepada hamba-hamba-Nya. Wallaahu Waliyyuttaufiq.” [Majmu’ Al-Fatawa, 13/36]
Asy-Syaikhul Faqih Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
الأولى فيما أرى عدم الإخبار، لأن إتيان الكسوف بغتة أشد وقعاً في النفوس، ولهذا نجد أن الناس لما علموا الأسباب الحسية للكسوف، وعلموا به قبل وقوعه، ضعف أمره في قلوب الناس، ولهذا كان الناس قبل العلم بهذه الأمور، إذا حصل كسوف خافوا خوفاً شديداً، وبكوا وانطلقوا إلى المساجد خائفين وجلين، والله المستعان“Lebih baik menurutku tidak mengabarkan berita akan terjadinya gerhana, karena datangnya gerhana secara tiba-tiba tanpa diketahui sebelumnya lebih dahsyat pengaruhnya bagi jiwa, oleh karena itu kita dapati bahwa manusia apabila telah mengetahui sebab-sebab inderawi akan munculnya gerhana, dan mereka mengetahuinya sebelum terjadi, maka melemah pengaruhnya di dalam hati-hati manusia, dan sebaliknya, apabila manusia belum mengetahui akan terjadinya, ketika terjadi maka mereka akan sangat takut, menangis dan bersegera menuju masjid-masjid dalam keadaan takut dan gemetar. Wallaahul Musta’an.” [Majmu’ Al-Fatawa war Rosaail: 5931]
Asy-Syaikhul Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah juga berkata,
لا يجوز أن يصلي اعتماداً على ما ينشر في الجرائد، أو يذكر بعض الفلكيين، إذا كانت السماء غيماً ولم ير الكسوف؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم علق الحكم بالرؤية، فقال عليه الصلاة والسلام: «فإذا رأيتموهما فافزعوا إلى الصلاة»، ومن الجائز أن الله تعالى يخفي هذا الكسوف عن قوم دون آخرين لحكمة يريدها“Tidak boleh melakukan sholat gerhana hanya berdasarkan pada berita yang tersebar di koran-koran atau pengabaran ahli falak (tanpa melihat langsung), apabila langit mendung dan gerhana tidak terlihat, karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengaitkan hukum (sholat) dengan melihat (gerhana), beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Maka apabila kalian melihat gerhana bersegeralah untuk sholat.” Dan bisa jadi Allah ta’ala tidak menampakkan gerhana ini bagi suatu kaum sedang yang lainnya dapat melihatnya, karena suatu hikmah yang Allah inginkan.” [Majmu’ Al-Fatawa war Rosaail: 3041]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
══════════════════════════
✏ FB: Sofyan Chalid bin Idham Ruray
══════════════════════════
GERHANA MATAHARI DAN BULAN ADALAH TANDA KEBESARAN DAN KEAGUNGAN ALLAH TA'ALA;
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Rasulullah ﷺ Bersabda
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ، وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, tidaklah terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak pula karena kelahirannya, maka jika kalian melihat gerhana, berdoalah kepada Allah, bertakbir, sholat dan bersedekah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
Beberapa Pelajaran:
1) Dalam hadits yang mulia ini terdapat peringatan untuk memperhatikan tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah ta’ala di alam ini. Bahwa seluruh makhluk, yang besar maupun yang kecil, yang bergerak maupun yang diam, di bumi maupun di langit, semuanya tunduk di bawah pengaturan Allah ‘azza wa jalla, maka sudah sepatutnya kita hanya menyembah kepada Allah ta’ala yang satu saja, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
2) Kewajiban untuk takut kepada Allah ta’ala, karena keagungan dan kebesaran-Nya, seluruh makhluk tunduk di bawah kekuasaan-Nya, sangat mudah bagi-Nya untuk menimpakan azab terhadap orang-orang yang durhaka kepada-Nya. Bahkan disebutkan dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu bahwa ketika terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam maka beliau sangat takut akan terjadinya kiamat, sehingga beliau bersegera untuk datang ke masjid dan melakukan sholat gerhana.
3) Bantahan terhadap orang-orang yang bersikap ghuluw (berlebih-lebihan, melampaui batas) dalam menghormati orang-orang shalih sampai menganggap kejadian-kejadian di alam ini karena kematian atau kelahiran seorang yang shalih atau ada campur tangan orang-orang shalih tersebut, maka mereka telah menyekutukan Allah ta’ala dengan orang-orang shalih tersebut dengan dalih menghormati dan memuliakan mereka.
4) Sebagaimana dalam hadits ini juga terdapat bantahan terhadap orang-orang yang menyekutukan Allah ta’ala dengan matahari dan bulan, padahal kenyataannya kedua makhluk tersebut hanyalah makhluk yang lemah, selalu tunduk kepada Allah ta’ala, tidaklah patut dipersekutukan dengan Allah jalla wa ‘ala Yang Maha Besar lagi Maha Perkasa
5) Disunnahkan ketika gerhana untuk bersegera memperbanyak doa, dzikir, istighfar, taubat kepada Allah ta’ala dan bersedekah
6) Isyarat untuk selalu bersandar kepada Allah ta’ala dalam menghadapi hal-hal yang menakutkan (Lihat Ihkamul Ahkam, 1/239)
7) Juga terdapat isyarat bahwa hal-hal yang menakutkan itu muncul karena dosa-dosa para hamba, maka hendaklah kembali kepada Allah ta’ala dengan beribadah dan memohon ampun kepada-Nya agar Allah ta’ala menghilangkan musibah tersebut (Lihat Ihkamul Ahkam, 1/239)
8) Disunnahkan bagi yang “melihat” gerhana untuk melakukan sholat gerhana. Adapun bagi yang tidak melihatnya secara langsung, seperti karena terhalang mendung maka tidak disyari’atkan.
Asy-Syaikhul Faqih Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
لا يجوز أن يصلي اعتماداً على ما ينشر في الجرائد، أو يذكر بعض الفلكيين، إذا كانت السماء غيماً ولم ير الكسوف؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم علق الحكم بالرؤية، فقال عليه الصلاة والسلام: «فإذا رأيتموهما فافزعوا إلى الصلاة»، ومن الجائز أن الله تعالى يخفي هذا الكسوف عن قوم دون آخرين لحكمة يريدها
“Tidak boleh melakukan sholat gerhana hanya berdasarkan pada berita yang tersebar di koran-koran atau pengabaran ahli falak (tanpa melihat langsung), apabila langit mendung dan gerhana tidak terlihat, karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengaitkan hukum (sholat) dengan melihat (gerhana), beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Maka apabila kalian melihat gerhana bersegeralah untuk sholat.” Dan bisa jadi Allah ta’ala tidak menampakkan gerhana ini bagi suatu kaum sedang yang lainnya dapat melihatnya, karena suatu hikmah yang Allah inginkan.”[Majmu’ Al-Fatawa war Rosaail: 3041]
9) Hikmah sholat gerhana adalah dalam rangka menaati dan meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, dan menundukkan diri kepada Allah ta’ala agar diselamatkan dari berbagai bencana yang Allah peringatkan melalui gerhana (Majmu’ Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnil ‘Utsaimin rahimahullah: 1241)
10) Disunnahkan bersedekah dengan niat karena Allah ta’ala, dan boleh disertakan niat agar Allah ta’ala menghilangkan musibah.
Ibnu Daqiqil ‘Ied rahimahullah berkata,
وفي الحديث دليل على استحباب الصدقة عند المخاوف لاستدفاع البلاء المحذور
“Dan dalam hadits ini terdapat dalil disunnahkannya bersedekah dalam keadaan-keadaan genting, untuk menolak bencana yang dikhawatirkan.” [Ihkamul Ahkam, 1/238]
TATA CARA SHOLAT GERHANA:
1) Takbiratul ihram.
2) Membaca istiftah, ta’awwudz, dan basmalah secara pelan.
3) Membaca Al-Fatihah dan surat lain secara keras, dan hendaklah memanjangkan bacaan, yaitu memlih surat yang panjang.
4) Bertakbir lalu ruku’ dan memanjangkan ruku’, yaitu membaca bacaan ruku’ dengan mengulang-ngulangnya.
5) Kemudian bangkit dari ruku’ seraya mengucapkan, ”Sami’allahu liman hamidah,” jika badan sudah berdiri tegak membaca, ”Rabbana walakal hamdu.”
6) Setelah itu tidak turun sujud, namun kembali membaca Al-Fatihah dan surat panjang, akan tetapi lebih pendek dari yang pertama.
7) Bertakbir lalu ruku’ dengan ruku’ yang panjang, namun lebih pendek dari ruku’ yang pertama.
8) Kemudian bangkit dari ruku’ seraya mengucapkan, ”Sami’allahu liman hamidah,” jika badan sudah berdiri tegak membaca, ”Rabbana walakal hamdu.” Dan hendaklah memanjangkan berdiri I’tidal ini
9) Bertakbir lalu sujud dengan sujud yang panjang, yaitu dengan mengulang-ngulang bacaan sujud.
10) Kemudian bangkit untuk duduk di antara dua sujud seraya bertakbir, lalu duduk iftirasy dan hendaklah memanjangkan duduknya.
11) Kemudian sujud kembali seraya bertakbir dan hendaklah memanjangkan sujud, namun lebih pendek dari sujud sebelumnya.
12) Bangkit ke raka’at kedua seraya bertakbir, setelah berdiri untuk rakaat kedua maka lakukanlah seperti pada raka’at yang pertama, namun lebih pendek dari raka’at yang pertama
13) Kemudian duduk tasyahhud, membaca shalawat, dan salam ke kanan dan ke kiri.
14) Setelah itu disunnahkan bagi imam berkhutbah kepada manusia untuk mengingatkan mereka bahwa gerhana matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah untuk mempertakuti hamba-hamba-Nya dan agar mereka memperbanyak dzikir dan sedekah.
15) Waktu melakukan sholat gerhana adalah selama terjadinya gerhana, apabila gerhana telah selesai sedang sholatnya belum selesai maka hendaklah sholatnya dipendekkan dan tetap disempurnakan, namun tidak lagi dipanjangkan (Lihat Majmu' Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnil 'Utsaimin rahimahullah: 8241).
16) Apabila sholat selesai namun gerhana belum selesai maka tidak disyari'atkan untuk mengulang sholatnya, tapi hendaklah melakukan sholat sunnah yang biasa dikerjakan, atau memperbanyak dzikir dan do'a sampai gerhana selesai (Lihat Majmu' Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnil 'Utsaimin rahimahullah: 9241).
17) Disyari'atkan untuk melakukannya secara berjama'ah di masjid. Dan dibolehkan untuk melakukannya di rumah, namun lebih baik di masjid (Lihat Majmu' Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnil 'Utsaimin rahimahullah: 4041, 5041).
18) Disunnahkan menyeru manusia untuk sholat dengan ucapan, "Ash-Sholaatu Jaami'ah." Tidak ada adzan dan iqomah untuk sholat gerhana selain seruan tersebut, dan boleh diserukan berulang-ulang (Lihat Majmu' Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnil 'Utsaimin rahimahullah: 2241).
19) Apabila bertemu waktu sholat wajib dan sholat gerhana maka didahulukan sholat wajib (Lihat Majmu' Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnil 'Utsaimin rahimahullah: 9931). Dan boleh mengerjakan sholat gerhana meski di waktu-waktu terlarang, karena pendapat yang kuat insya Allah, yang terlarang hanyalah sholat-sholat sunnah mutlak, yang tidak memiliki sebab (Lihat Majmu' Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnil 'Utsaimin rahimahullah: 0341, 1341).
20) Apabila makmum tidak mendapatkan ruku' yang pertama maka ia tidak mendapatkan raka'at tersebut, hendaklah ia menyempurnakannya setelah imam salam dengan raka'at yang sempurna, yaitu tiap raka'at terdiri dari dua ruku' (Lihat Majmu' Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnil 'Utsaimin rahimahullah: 9141).
══════════════════════════
✏ FB: Sofyan Chalid bin Idham Ruray
══════════════════════════
Tidak ada komentar:
Posting Komentar