بِسْـــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Keagungan Sholat dalam Islam
Keagungan Sholat dalam Islam
Kewajiban sholat lima waktu adalah perkara yang disepakati oleh seluruh kaum muslimin, namun sangat disayangkan realitanya masih banyak kaum muslimin yang melalaikan kewajiban ini, bahkan meninggalkannya sama sekali.
Dan tidaklah hal ini terjadi kecuali karena telah semakin jauhnya umat Islam dari tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta bimbingan para ulama. Padahal seluruh ulama telah sepakat akan besarnya dosa meninggalkan sholat dan bahaya yang akan menimpa pelakunya di dunia dan akhirat.
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
“(Ulama) kaum muslimin tidak berbeda pendapat bahwa meninggalkan sholat wajib dengan sengaja termasuk dosa besar. Dosanya di sisi الله lebih besar dari dosa membunuh jiwa, dosa mengambil harta orang (tanpa alasan yang benar), juga lebih besar dari dosa zina, pencurian dan minum khamar. Meninggalkan sholat juga mengundang hukuman dan kemarahan الله serta kehinaan di dunia dan akhirat.” [Kitabus Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 29]Sesungguhnya fenomena kaum yang melalaikan sholat ini telah diperingatkan الله Ta’ala dalam firman-Nya,
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” [Maryam: 59]
Makna menyia-nyiakan sholat dalam ayat ini bukanlah meninggalkan sholat sama sekali, sebab meninggalkan sholat lebih besar bahayanya, yaitu kekafiran (sebagaimana akan datang penjelasannya اِنْشا ء الله Ta’ala). Akan tetapi makna menyia-nyiakan shalat -sebagaimana penjelasan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma- hanyalah sekedar menyia-nyiakan waktunya (lihat Syarhul Kabair lidz-Dzahabi, hal. 27).
Juga dalam firman-Nya,
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya.” [Al-Ma’un: 4-5]
Demikian pula makna melalaikan sholat dalam ayat ini mencakup orang yang meninggalkan sholat secara menyeluruh maupun melalaikan pelaksanaannya dari yang semestinya.
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“(Termasuk dalam kategori melalaikan sholat) apakah melalaikannya dari awal waktunya, yaitu mereka selalu mengakhirkan waktu sholat atau kebanyakan waktunya. Ataukah melalaikannya dari pelaksanaannya dengan benar, yaitu dengan memenuhi rukun-rukun sholat dan syarat-syarat sholat sebagaimana yang diperintahkan (oleh الله Ta’ala), ataukah melalaikannya dari khusyu’ dalam sholat dan mentadabburi makna-makna sholat. Sedang teks ayat ini mencakup semua bentuk pelalaian tersebut. Dan barangsiapa malakukan satu bentuk pelalaian tersebut maka dia mendapatkan bagian (ancaman) dari ayat ini. Dan barangsiapa yang melakukan semua bentuknya maka sempurnalah bagian ancaman terhadapnya dan lengkaplah pula sifat munafik ‘amaly dalam dirinya,
Sebagaimana dalam Ash-Shahihain bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
تلك صلاة المنافق، تلك صلاة المنافق، تلك صلاة المنافق، يجلس يَرْقُب الشمس، حتى إذا كانت بين قرني الشيطان قام فنقر أربعا لا يذكر الله فيها إلا قليلا
Itulah sholatnya munafik, itulah sholatnya munafik, itulah sholatnya munafik, yaitu ia duduk memperhatikan matahari, sampai ketika matahari berada pada kedua tanduk setan (hampir terbenam) lalu dia bangkit dan mematuk sebanyak empat (raka’at) tanpa mengingat الله dalam sholatnya itu kecuali sedikit.” [Tafsir Ibnu Katsir, 8/493]
Oleh karena itu, wajib atas setiap muslim untuk menasihati keluarga & masyarakatnya agar lebih memperhatikan perkara sholat lima waktu ini.
Kedudukan Sholat
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali حفظه الله menerangkan,“Sesungguhnya sholat merupakan perkara yang agung dalam Islam dan memiliki kedudukan yang tinggi di sisi الله Ta’ala, di sisi Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yaitu merupakan rukun kedua dari rukun Islam setelah dua kalimat syahadat.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma,
bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
بُني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وصوم رمضان وحج البيت لمن استطاع إليه سبيلا
Islam dibangun di atas lima rukun, bersaksi bahwasannya tiada yang berhak disembah kecuali الله dan Muhammad adalah utusan الله ;
Mendirikan sholat;
Menunaikan zakat;
Berpuasa pada bulan ramadhan;
Berhaji ke baitullah bagi yang mampu.”
[Makanatus Sholah fil Islam wa Atsaruhat Thoyibah, hal. 1]Karena pentingnya sholat, sampai-sampai dalam syari’at tidak ada alasan apapun untuk meninggalkan sholat, kecuali wanita yang haid atau nifas dan orang gila atau mati.
Sholat lima waktu tetap wajib ditegakkan dalam keadaan bagaimana pun juga, baik dalam keadaan perang maupun aman, ketika safar maupun muqim, saat sibuk maupun lapang, ketika kaya maupun miskin, saat sehat maupun sakit, separah apapun sakitnya, ada air maupun tidak, apakah mampu menggunakan air atau tidak, serta tidak pula dengan alasan lupa atau tertidur.
Karena الله yang Maha Penyayang dalam syari’at-Nya yang mulia ini telah memberikan keringanan-keringanan dalam pelaksanaan sholat, seperti:
1) Bolehnya menjama’ sholat (yakni melaksanakan dua shalat dalam satu waktu karena sebab tertentu)
2) Bolehnya menqoshor sholat ketika safar (yakni meringkas sholat yang tadinya empat raka’at menjadi dua raka’at)
3) Bolehnya bertayamum sebagai ganti wudhu’ dan mandi wajib ketika tidak ada air atau tidak mampu menggunakan air
4) Bolehnya sholat sambil duduk atau berbaring bagi yang tidak mampu berdiri atau karena sakit
5) Bolehnya mengqodho’ sholat yang terlewat waktunya karena tertidur atau lupa (yaitu tetap wajib melaksanakan sholat tersebut meski telah keluar dari waktunya jika karena lupa atau tertidur, adapun jika sengaja maka tidak ada qodho, melainkan taubat).Betapa pentingnya sholat, sehingga الله Ta’ala menjelaskan diantara sifat orang-orang yang beriman penghuni surga adalah:
وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ
“Dan orang-orang yang menjaga sholatnya.” [Al-Mu’minun: 9]
الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ
“Yang mereka itu senantiasa mengerjakan sholatnya.” [Al-Ma’arij: 23]
Sebaliknya, diantara sebab azab penghuni neraka karena meninggalkan sholat:
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ
“Apakah yang menyebabkan kalian masuk ke dalam neraka saqor, mereka menjawab, kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan sholat.” [Al-Mudatsir: 42-43]
Keutamaan Sholat
- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -
Diantara keutamaan sholat yang akan diraih seorang hamba apabila ia menjaga sholatnya dan menjauhi dosa-dosa besar adalah terhapusnya kesalahan-kesalahan.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
أرأيتم لو أن نهراً بباب أحدكم يغتسل منه كل يوم خمس مراتٍ هل يبقى من درنه شيءٌ قالوا لا يبقى من درنه شيءٌ قال فذلك مثل الصلوات الخمس يمحو الله بهن الخطايا
“Bagaimana pendapat kalian seandainya di depan pintu seorang dari kalian ada sungai yang darinya ia mandi setiap hari lima kali, apakah masih tersisa kotorannya walau sedikit? Mereka (sahabat) berkata: Tidak tersisa kotorannya sedikit pun. Beliau bersabda: Demikianlah sholat lima waktu, dengannya الله Ta’ala menghapus kesalahan-kesalahan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairoh radhiyallahu’anhu]
Bahkan sholat adalah amalan pertama yang akan diadili pada hari kiamat dan menjadi penentu bagi baiknya amalan-amalan yang lain.
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إن أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة من عمله الصلاة فإن صلحت فقد أفلح و أنجح و إن فسدت فقد خاب و خسر و إن انتقص من فريضة قال الرب انظروا هل لعبدي من تطوع ؟ فيكمل بها ما انتقص من الفريضة ثم يكون سائر عمله على ذلك
“Sesungguhnya amalan pertama seorang hamba yang akan diadili pada hari kiamat adalah sholat, apabila baik sholatnya maka ia telah menang dan selamat, namun apabila rusak sholatnya maka ia telah celaka dan merugi. Dan jika kurang (sholat) wajibnya, الله berfirman, ‘lihatlah apakah hamba-Ku memiliki (sholat) sunnah?’ Maka dengan (sholat) sunnah tersebut disempurnakanlah (sholat) wajibnya, kemudian semua amalan dihisab seperti itu.” [HR. At-Tirmidzi, Shohihul Jami’: 2020]
Juga sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam ,
أول ما يحاسب عليه العبد يوم القيامة الصلاة فإن صلحت صلح سائر عمله وإن فسدت فسد سائر عمله
“Amalan pertama seorang hamba yang akan dihisab pada hari kiamat adalah sholat, jika baik sholatnya maka baik pula seluruh amalannya, namun jika rusak sholatnya maka rusak pula seluruh amalannya.” [HR. Thabrani dalam Al-Aushat, Shohihut Targhib: 376]
Hukum Meninggalkan Sholat
- - - - - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - - - - -
Orang yang meninggalkan sholat ada dua bentuk:
● Pertama: Orang yang meninggalkan sholat dan sekaligus mengingkari, membenci atau menentang kewajiban sholat. Bentuk yang pertama ini sepakat para Ulama akan kafirnya orang tersebut, bahkan meskipun ia melaksanakan sholat secara lahirnya, namun jika batinnya mengingkari, membenci atau menentang kewajiban sholat, orang tersebut tetaplah kafir, kecuali orang yang baru masuk Islam yang belum mengerti dengan kewajiban sholat.
● Kedua: Orang yang meninggalkan sholat karena lalai atau malas. Bentuk yang kedua ini terdapat perbedaan pendapat ulama akan kekafirannya [lihat Nailul Authar, 1/369]Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan dalam risalah Hukmu Tarikis Sholah:
Pendapat Al-Imam Ahmad rahimahullah tentang orang yang meninggalkan sholat (dengan segala bentuknya) adalah kafir dan keluar dari agama Islam (murtad), hukumannya adalah dibunuh (karena telah murtad) apabila ia tidak mau bertaubat dan melaksanakan sholat kembali.
Adapun pendapat Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Malik dan Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahumullah tentang orang yang meninggalkan sholat adalah fasik (pelaku dosa besar) dan tidak sampai kafir.
Kemudian mereka berbeda pendapat tentang hukumannya; pendapat Al-Imam Malik dan Al-Imam Asy-Syafi’i bahwa hukumannya adalah dibunuh sebagai had (bukan karena murtad, tapi hanya seperti hukuman pezina yang pernah menikah). Sedangkan pendapat Al-Imam Abu Hanifah hukumannya terserah kepada hakim dan tidak sampai dibunuh.
Lalu Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah menguatkan pendapat Al-Imam Ahmad, yaitu kafirnya orang yang meninggalkan sholat dengan segala bentuknya, berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta pendapat para sahabat radhiyallahu’anhum.
Diantaranya firman الله Ta’ala,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Apabila mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” [At-Taubah: 11]
Sisi pendalilannya adalah, dalam ayat ini الله Ta’ala menjadikan sholat sebagai syarat ukhuwah dalam agama, apabila seseorang meninggalkan sholat maka ia bukan saudara seagama karena dia telah kafir.
Adapun dalil dari as-Sunnah,
diantaranya sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ,
diantaranya sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ,
إن بين الرجل وبين الشرك، والكفر، ترك الصلاة
“Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan sholat.” [HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu‘anhuma]
Juga sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam ,
العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة، فمن تركها فقد كفر
“Perjanjian antara kami dengan mereka adalah sholat, barangsiapa yang meninggalkannya maka dia telah kafir.” [HR. At-Tirmidzi, Al-Misykah: 574]
Seorang tabi’in yang mulia, Abdullah bin Syaqiq rahimahullah berkata,
كان أصحاب محمد صلى الله عليه و سلم لا يرون شيئا من الأعمال تركه كفر غير الصلاة
“Dahulu para Sahabat Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak melihat suatu amalan yang apabila ditinggalkan merupakan kekafiran, kecuali sholat.” [HR. At-Tirmidzi, Shohihut Targhib: 565]
Hukum Sholat Jama’ah
- - - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - - -
Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan bahwa para ulama telah sepakat akan disyari’atkannya sholat jama’ah, namun mereka berbeda pendapat tentang hukumnya menjadi empat pendapat:- Pertama : Fardhu ‘ain.
- Kedua : Fardhu kifayah.
- Ketiga : Sunnah mu’akkadah.
- Keempat : Syarat sahnya sholat.
Adapun dalil-dalil wajibnya sholat berjama’ah dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan amalan para sahabat radhiyallahu’anhum diantaranya firman الله Ta’ala,
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُواْ فَلْيَكُونُواْ مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّواْ فَلْيُصَلُّواْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) telah sujud (telah selesai sholat), maka hendaklah datang golongan yang kedua yang belum sholat, lalu sholatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.” [An-Nisa’: 102]
Ayat ini menjelaskan tentang tata cara sholat ketika perang, yaitu sholat khauf (dalam keadaan takut). الله Ta’ala memerintahkan sholat berjama’ah meski dalam keadaan khauf, sedang ‘perintah’ hukum asalnya adalah ‘wajib’ dan ia tetap pada hukum asal tersebut selama tidak ada dalil yang memalingkan dari hukum asalnya. Dan jika dalam keadaan khauf saja diwajibkan sholat berjama’aham apalagi dalam keadaan aman.
Dalil dari As-Sunnah, diantaranya:
عن ابن أم مكتوم – رضي الله عنه- أنه سأل النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله، إني رجل ضرير البصر، شاسع الدار، ولي قائد لا يلائمني، فهل لي رخصة أن أصلي في بيتي؟ قال: هل تسمع النداء؟ قال: نعم، قال: لا أجد لك رخصة
“Dari Abdullah bin Ummi Maktum radiyallahu’anhu bahwasannya beliau bertanya kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku seorang lelaki buta, rumahku jauh (dari masjid) dan penuntunku tidak selalu menemaniku, apakah ada keringanan bagiku untuk sholat di rumahku?
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
Apakah kamu mendengar azan? Dia berkata: Ya. Beliau bersabda: Saya tidak mendapati keringanan untukmu.” [HR. Abu Daud, Shohih Sunan Abi Daud: 561]
Dari atsar sahabat:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلاَءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِى بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّى هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِى بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلاَّ مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِى الصَّفِّ
“Dari Abdullah bin Mas’ud radiyallahu’anhu beliau berkata:
Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan الله besok (hari kiamat) dalam keadaan muslim maka hendaklah ia menjaga sholat lima waktu dengan melaksanakannya di tempat dikumandangkan azan, karena sesungguhnya الله telah mensyari’atkan kepada Nabi kalian Shallallahu 'Alaihi Wasallam jalan-jalan hidayah, sedang sholat lima waktu berjama’ah adalah termasuk jalan-jalan hidayah tersebut. Dan seandainya kalian sholat di rumah-rumah kalian -sebagaimana sholatnya orang yang meninggalkan ini di rumahnya-, maka sungguh kalian telah meninggalkan petunjuk Nabi kalian Shallallahu 'Alaihi Wasallam , sedang jika kalian meninggalkan petunjuk Nabi kalian Shallallahu 'Alaihi Wasallam maka kalian pasti tersesat. Dan tidaklah ada orang yang bersuci dengan baik, kemudian ia bermaksud ke masjid kecuali الله menuliskan baginya pada setiap langkahnya satu kebaikan, mengangkat satu derajatnya dan menghapus satu kesalahannya (dengan setiap satu langkahnya). Dan sungguh aku melihat kami (para sahabat), tidaklah ada yang meninggalkan sholat berjama’ah kecuali (kami menganggapnya) seorang munafik yang jelas kemunafikannya, bahkan dahulu seorang (sahabat yang sakit) didatangkan (ke masjid) dengan dibopong oleh dua orang sampai diberdirikan ke dalam shaf.” [HR. Muslim]
Adapun bagi wanita maka hukumnya boleh sholat jama’ah di masjid (tentu dengan syarat memperhatikan adab-adab Islami), namun sholatnya wanita di rumahnya itu lebih baik [lihat Asy-Syarhul Mumti’, 4/60]
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ,
لا تمنعوا نساءكم المساجد و بيوتهن خير لهن
“Janganlah kalian melarang wanita-wanita kalian mendatangi masjid-masjid (untuk sholat), dan (sholatnya mereka) di rumah-rumah mereka itu lebih baik bagi mereka.” [HR. Al-Hakim, Shohihul Jami’: 7458]
Demikianlah penjelasan ringkas seputar pentingnya sholat dalam kehidupan seorang hamba, semoga الله Ta’ala menganugerahkan kepada kita kemampuan untuk selalu mengamalkannya dalam keadaan bagaimanapun juga. ●
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Sumber: sofyanruray.info
● - - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - - ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar