Minggu, 31 Agustus 2014

PILAR-PILAR KEHIDUPAN SEORANG MUKMIN

PILAR-PILAR KEHIDUPAN SEORANG MUKMIN

بِسْـــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Rasulullah ﷺ bersabda,

اَلْمُؤْمِنُ اَلْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اَللَّهِ مِنْ اَلْمُؤْمِنِ اَلضَّعِيفِ, وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ, اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ, وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ, وَلَا تَعْجَزْ, وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَذَا لَكَانَ كَذَا وَكَذَا, وَلَكِنْ قُلْ: قَدَّرَ اَللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ; فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ اَلشَّيْطَانِ

"Mukmin yang kuat imannya lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah imannya, namun pada keduanya terdapat kebaikan. Bersemangatlah dalam meraih apa yang bermanfaat bagimu, minta tolonglah kepada Allah, dan janganlah kamu lemah. Dan apabila kamu ditimpa suatu musibah, maka janganlah kamu katakan: "Andaikan aku melakukan yang ini, tentunya yang akan terjadi ini dan itu" tetapi katakanlah:


قَدَّرَ اَللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ

"QoddaroLlaahu wa maa syaa fa'ala" (bisa juga dibaca: QodaruLlaahi wa maa syaa fa'ala)

"Allah telah menakdirkan, dan apa yang Dia kehendaki maka Dia melakukannya" karena sesungguhnya ucapan "Andaikan" membuka amalan setan." [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu]

Dalam hadits yang mulia ini terdapat pilar-pilar penting yang menopang kehidupan seorang mukmin untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat, yaitu:
  • 1) Kekuatan iman, inilah kekuatan yang dimaksudkan dalam hadits ini, bukan kekuatan fisik belaka
  • 2) Bersemangat dalam meraih sesuatu yang bermanfaat, ini mencakup manfaat untuk kehidupan dunia, terlebih lagi akhirat
  • 3) Meninggalkan yang tidak bermanfaat, apalagi yang membahayakan di dunia dan akhirat
  • 4) Senantiasa meminta pertolongan kepada Allah ta'ala dan berharap serta bergantung hanya kepada-Nya
  • 5) Tidak takjub dan tidak sombong dengan kemampuan diri
  • 6) Tidak merasa lemah, selalu optimis dan bersemangat
  • 7) Apabila yang ditakdirkan tidak sesuai harapan dan cita-cita maka terimalah takdir tersebut dengan lapang dada seraya tetap bergantung kepada Allah ta'ala untuk meraih yang lebih baik di masa yang akan datang
  • 8) Apabila telah terjadi musibah tidak lagi berandai-andai ke belakang, karena itu tanda kelemahan
  • 9) Beriman dengan takdir Allah ta'ala dan berserah diri kepada-Nya serta beradab dalam ucapan terhadap takdir-Nya
  • 10) Tidak membuka pintu bagi setan dan tidak menuruti godaan dan tipu dayanya.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -














Perintah Bekerja dan Larangan Meminta-minta

Perintah Bekerja dan Larangan Meminta-minta:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Rasulullah ﷺ bersabda,


لأَنْ يَحْتَطِبَ أحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أنْ يَسْألَ أحداً فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ

"Sungguh, seorang yang bekerja memikul seikat kayu bakar di punggungnya, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, apakah orang itu memberinya atau tidak memberinya." [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyaLlaahu'anhu]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -







Pesona Keindahan Surga di Rumahmu, Jangan Sia-siakan...!



JANGAN SIA-SIAKAN...!
PESONA KEINDAHAN SURGA DI RUMAHMU

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Rasulullah ﷺ  bersabda,

أَلا أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ قَالُوا : بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ ، قَالَ : كُلُّ وَدُود وَلُود ، إِذَا غَضِبَتْ أَوْ أُسِيءَ إِلَيْهَا أَوْ غَضِبَ زَوْجُهَا ، قَالَتْ : هَذِهِ يَدِي فِي يَدِكَ لا أَكْتَحِلُ بِغُمْضٍ حَتَّى تَرْضَى

“Maukah kalian aku kabarkan tentang istri-istri kalian di surga? Para sahabat berkata: Tentu wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Setiap istri yang penyayang lagi peranak, apabila ia marah atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: Ini tanganku di tanganmu, aku tidak akan bisa terpejam sampai engkau ridho.” [HR. Ath-Thabrani dari Anas, Ibnu ‘Abbas dan Ka’ab bin ‘Ujroh radhiyallaahu’anhum, Ash-Shahihah: 3880]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -










KEUTAMAAN SHOLAT TAUBAT



KEUTAMAAN SHOLAT TAUBAT:


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا ثُمَّ يَقُومُ فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّى ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ. ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Tidaklah seseorang melakukan dosa, kemudian ia bangkit untuk bersuci (berwudhu), lalu melakukan sholat (dua raka’at), kemudian memohon ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuninya.” 

Lalu Rasulullah  ﷺ  membaca ayat,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali Imron: 135)." [HR. At-Tirmidzi dari Ali, dari Abu Bakr radhiyallahu’anhuma, Shahihut Targhib: 680]

- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -















Peringatan untuk Pemilik Dua Istri atau Lebih

Peringatan untuk Pemilik Dua Istri atau Lebih:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ


Rasulullah  ﷺ bersabda,



مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ


“Barangsiapa yang memiliki dua istri, kemudian ia condong kepada salah satunya saja, maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tubuhnya miring.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Shahih Abi Daud: 1851]

Abu Ath-Thayyib rahimahullah berkata,


وَالْحَدِيث دَلِيل عَلَى أَنَّهُ يَجِب عَلَى الزَّوْج التَّسْوِيَة بَيْن الزَّوْجَات


"Hadits ini adalah dalil atas wajibnya berlaku adil (menyamakan nafkah lahir) antara para istri, dan haram atas suami hanya condong (memberi nafkah lahir) kepada salah satunya saja." ['Aunul Ma'bud, 6/171]

Oleh karena itu bagi siapa saja yang akan atau telah memiliki dua istri atau lebih (maksimal empat), hendaklah ia memiliki minimalnya empat kemampuan:

  • 1) Ilmu syar'i, khususnya terkait dengan hukum-hukum poligami
  • 2) Fisik, untuk dapat memberi nafkah batin kepada semua istrinya
  • 3) Harta, untuk dapat memberi nafkah lahir kepada semua istrinya
  • 4) Mampu berbuat adil, jika tidak mampu maka cukup satu saja.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -












Di Antara Sebab Terkabulnya Doa


Di Antara Sebab Terkabulnya Doa

عن أبي هريرة - رضي الله عنه - : أنَّ رسولَ الله -صلى الله عليه وسلم- قال : «مَن سَرَّهُ أنْ يَسْتَجِيبَ اللهُ له عند الشَّدَائِدِ والْكُرَبِ فَليُكْثِرِ الدُّعَاءَ في الرَّخَاءِ».أخرجه الترمذي

Dari Abu Hurairah -radhiallahu 'anhu- bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Siapa yang suka doanya dikabulkan oleh Allah pada masa-masa sulit dan pelik maka perbanyaklah doa ketika lapang." (HR. At Tirmidzy Al Albany berkata : Hasan li ghorihi)

- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -









Sabtu, 30 Agustus 2014

Harta  Adalah Cobaan Yang Berat Bagi Ummat


HARTA ADALAH COBAAN YANG BERAT BAGI UMMAT :

Rasulullah ﷺ Bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِى الْمَالُ

“Sesungguhnya bagi setiap umat ada cobaan, dan cobaan bagi umatku adalah harta.” [HR. At-Tirmidzi dari Ka’ab bin ‘Iyadh radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 592]

Al-Mubarakfuri rahimahullah berkata,

أَيْ اللَّهْوُ بِهِ لِأَنَّهُ يُشْغِلُ الْبَالَ عَنْ الْقِيَامِ بِالطَّاعَةِ وَيُنْسِي الْآخِرَةَ

“Makna cobaan dunia adalah bersenang-senang dengan kenikmatan dunia, karena ia dapat menyibukkan diri dari melakukan ketaatan & membuat lupa akhirat.” [Tuhfatul Ahwadzi, 6/121]

Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata dalam “Syarhu Riyadhis Shaalihin”,

والحاصل أن الإنسان يجب عليه أن يكون زاهدا في الدنيا راغبا في الآخرة، وأن الله إذا رزقه مالا فيجعله عونا على طاعة الله، وليجعل الدنيا في يده لا في قلبه، حتى يفوز بخيري الدنيا والآخرة

“Walhasil, wajib atas manusia untuk hidup zuhud di dunia serta mengharapkan kebahagiaan di akhirat, dan bahwa Allah apabila memberi rezeki harta kepadanya maka hendaklah ia jadikan sebagai sarana untuk taat kepada Allah, dan hendaklah ia jadikan dunia di tangannya bukan di hatinya, sehingga ia meraih kesuksesan dengan dua kebaikan; dunia & akhirat.”

Beliau rahimahullah juga berkata, "Maka manusia tidaklah mendapatkan bagian dari hartanya kecuali tiga perkara ini:
  • 1) Apakah yang ia makan & minum,
  • 2) Ataukah yang ia kenakan dari berbagai macam jenis pakaian,
  • 3) Ataukah yang ia sedekahkan.
Dan yang akan terus menemaninya hanyalah harta yang ia sedekahkan. Adapun yang ia makan & kenakan; apabila ia gunakan sebagai sarana untuk taat kepada Allah, maka harta itu adalah kebaikan baginya, namun apabila ia gunakan sebagai sarana untuk bermaksiat kepada Allah serta untuk berbangga-bangga & menyombongkan diri, maka harta itu adalah bencana atasnya. Dan hanya kepada Allah kita mohon perlindungan."

Silakan share: http://fb.me/6HphfWxQT

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -


Hakikat Kekayaan adalah Qona'ah, Merasa Cukup dengan Pemberian ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ , Bukan Banyaknya Harta

بِسْـــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Rasulullah ﷺ bersabda,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Bukanlah kekayaan itu dari banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah rasa cukup yang ada di dalam hati.” [HR. Al-Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah radhiyallaahu’anhu]

Beberapa Pelajaran:
- - - - - - -✽- - - - - - -

  • 1) Anjuran bersifat qona'ah & menerima takdir (ketetapan) ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ dengan lapang dada
  • 2) Celaan terhadap sifat rakus kepada harta dunia, & rendahnya nilai dunia di sisi ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ 
  • 3) Peringatan untuk tidak menempuh cara-cara yang haram dalam mengumpulkan harta dunia
  • 4) Nasihat untuk mengejar kenikmatan di akhirat, bukan mengejar dunia & lupa akhirat
  • 5) Pentingnya memperbaiki hati dengan ilmu & iman.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
*- - - - - - - 〜✽ - - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -*






















ADAB-ADAB MEMBERI SALAM

Silsilah Adab dan Akhlaq


بِسْـــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

ADAB-ADAB MEMBERI SALAM

1.    Makruh memberi salam dengan ucapan: "Alaikumus salam" karena di dalam hadits Jabir Rodhiallōhu 'anhu diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan : Aku pernah menjumpai Rasulullōh Shallallōhu 'alaihi wa sallam maka aku berkata: "Alaikas salam ya Rasulallōh". Nabi menjawab: "Jangan kamu mengatakan: Alaikas salam". Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan: "karena sesungguhnya ucapan "alaikas salam" itu adalah salam untuk orang-orang yang telah mati". (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani).

2.    Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak jumlahnya. 

Di dalam hadits Anas disebutkan bahwa Nabi Shallallōhu 'alaihi wa sallam apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila ia datang kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali" (HR. Al- Bukhari).

3.    Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Huroiroh yang muttafaq'alaih.

4.    Dianjurkan untuk mengeraskan ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. 

Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: "dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami sediakan bagian untuk Nabi Shallallōhu 'alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun".(HR. Muslim).

5.    Disunatkan memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan meninggalkannya. 

Karena hadits menyebutkan: "Apabila salah seorang kamu sampai di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak keluar, hendaklah memberikan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang kedua”. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).

6.    Dianjurkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu kosong, karena Allōh telah berfirman: 
فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ 

"Dan apabila kamu akan masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian" (An-Nur: 61)

7.    Dan karena ucapan Ibnu Umar Rodhiallōhu 'anhuma : "Apabila seseorang akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan : 
السلام علينا وعلى عبادالله الصالحين
[Assalamu `alaina wa `ala `ibadillōhis shōlihin]"
 (HR. Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).

8.    Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat), karena hadits Ibnu Umar Rodhiallōhu 'anhuma yang menyebutkan "Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullōh Shallallōhu 'alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya". (HR. Muslim)

9.    Dianjurkan memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang bersumber dari Anas Rodhiallōhu 'anhu menyebutkan: Bahwasanya ketika ia lewat di sekitar anak-anak ia memberi salam, dan ia mengatakan: "Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullōh Shallallōhu 'alaihi wa sallam". (Muttafaq'alaih).

10.    Tidak memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab, sebab Rasulullōh Shallallōhu 'alaihi wa sallam bersabda : "Janganlah kalian terlebih dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani....." (HR. Muslim). 

Dan apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan mengucapkan "wa `alaikum" saja, karena sabda Rasulullōh Shallallōhu 'alaihi wa sallam : "Apabila Ahlu Kitab memberi salam kepada kamu, maka jawablah: wa `alaikum".(Muttafaq'alaih).

11.    Dianjurkan memberi salam kepada orang yang kamu kenal ataupun yang tidak kamu kenal. Di dalam hadits Abdullōh bin Umar Rodhiallōhu 'anhu disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallōhu 'alaihi wa sallam : "Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau memberikan makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu kenal dan yang belum kamu kenal". (Muttafaq'alaih).

12.    Dianjurkan menjawab salam orang yang menyampaikan salam lewat orang lain dan kepada yang dititipinya. Pada suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullōh Shallallōhu 'alaihi wa sallam lalu berkata: Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab :
عليك وعلى أبيك السلام
 "`alaika wa`ala abikas salam"

13.    Dilarang memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur, seperti karena sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu jauh jaraknya. 

Di dalam hadits Jabir bin Abdillāh Rodhiallōhu 'anhuma diriwayatkan bahwasanya Rasulullōh Shallallōhu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian memberi salam seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya pemberian salam mereka memakai isyarat dengan tangan". (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

14.    Dianjurkan kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya. 

Rasulullōh mengatakan: "Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa lalu berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah" (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).

15.    Dianjurkan tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di saat berjabat tangan sebelum orang yang dijabat tangani itu melepasnya. 

Hadits yang bersumber dari Anas Rodhiallōhu 'anhu menyebutkan: "Nabi Shallallōhu 'alaihi wa sallam apabila ia diterima oleh seseorang lalu berjabat tangan, maka Nabi tidak melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya...." (HR. At- Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).

16.    Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud kadab-adab memberi penghormatan, karena hadits yang bersumber dari Anas menyebutkan: Ada seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullōh, kalau salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shallallōhu 'alaihi wa sallam menjawab: "Tidak". Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jika ia mau. (HR. At-Tirmidzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

17.    Haram berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Rasulullōh Shallallōhu 'alaihi wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum wanita di saat bai’at, beliau bersabda: "Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum wanita". (HR.Tirmidzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh Albani).
________________


Co-Pas dari:
“Adab-Adab Kehidupan Muslim Sehari-Hari”, Judul Asli: “Al-Qismu Al-Ilmi”, Penerbit Dār Al-Wathōn. Karya: Asy-Syaikh Àbdul Àzīz bin Abdullōh bin Bāz -Rohimahullōh-.

Dengan sedikit peng-editan oleh al-Ustadz Hudzaifah Abu Khodijah


وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


📚✒ Silsilah Durus ✒📚
- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -











IPAR ADALAH KEMATIAN


 بِسْـــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

KERABAT LAKI-LAKI DARI SUAMI,
MAHRAMKAH ???

بِسْـــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Rasulullah ﷺ bersabda,
إيَّاكُمْ والدخول على النساءِ فقالَ رجلٌ منَ الأنصار يا رسولَ الله أفرأيتَ الْحَمُو قالَ الْحَمُو الموت
"Janganlah kalian memasuki tempat para wanita. Maka berkata seorang lelaki dari kaum Anshar: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan ipar? Rasulullah ﷺ berkata: Ipar adalah kematian." [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari 'Uqbah bin 'Amir radhiyallahu'anhu]


Makna "Ipar adalah Kematian"
Ath-Thobari rahimahullah berkata,
المعنى أن خلوة الرجل بامرأة أخيه أو بن أخيه تنزل منزلة الموت والعرب تصف الشيء المكروه بالموت
"Maknanya adalah seorang laki-laki yang berdua-duaan dengan istri saudaranya atau istri ponakannya sama seperti kematian (yang tidak disukai), dan kebiasaan orang Arab mensifatkan sesuatu yang tidak disukai dengan kematian." [Fathul Baari, 9/332]


An-Nawawi rahimahullah berkata,
وإنما المراد أن الخلوة بقريب الزوج أكثر من الخلوة بغيره والشر يتوقع منه أكثر من غيره والفتنة به أمكن لتمكنه من الوصول إلى المرأة والخلوة بها من غير نكير عليه بخلاف الأجنبي
"Maknanya adalah berdua-duaan dengan kerabat suami lebih berbahaya dibanding dengan selainnya, demikian pula kejelekan dan fitnah (godaan yang menjerumuskan kepada zina) dengan ipar lebih besar, karena (umumnya) sangat memungkinkan untuk berhubungan dan berdua-duaan dengannya tanpa mendapat teguran, berbeda dengan wanita lain (yang umumnya mendapat teguran orang)." [Fathul Baari, 9/332]


Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
قيل المراد أن الخلوة بالحمو قد تؤدي إلى هلاك الدين أن وقعت المعصية أو إلى الموت أن وقعت المعصية ووجب الرجم أو إلى هلاك المرأة بفراق زوجها إذا حملته الغيرة على تطليقها أشار إلى ذلك كله القرطبي
"Dikatakan bahwa berdua-duaan bersama ipar (adalah maut) maksudnya dapat mengantarkan kepada kebinasaan agama seseorang apabila terjadi kemaksiatan, atau mengantarkan kepada kematian apabila terjadi kemaksiatan (zina) dan wajib untuk dirajam (dilempari batu sampai mati dengan perintah penguasa), atau mengantarkan kepada kehancuran wanita tersebut karena bercerai dengan suaminya apabila suaminya cemburu sehingga menceraikan istrinya itu, semua makna ini diisyaratkan oleh Al-Qurthubi." [Fathul Baari, 9/332]


Al-Qusyairi rahimahullah berkata,
كأنه يقال : من قصد ذلك فليكن الموت في دخوله عوضا من دخول الحمو الذي قصد دخوله ، ويجوز أن يكون شبه الحمو بالموت ، باعتبار كراهته لدخوله ، وشبه ذلك بكراهة دخول الموت
"Seakan dikatakan: Barangsiapa yang sengaja melakukan hal itu maka lebih baik mati daripada berdua-duaan dengan ipar. Bisa juga maknanya adalah diserupakannya ipar dengan kematian, dari sisi tidak disukainya berdua-duaan dengannya, maka sebagaimana kematian itu tidak disukai demikian pula berdua-duaan dengan ipar tidak dibolehkan." [Ihkaamul Ahkaam, hal. 398]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Semoga bermanfaat
- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -












Jumat, 29 Agustus 2014

Bulan Dzul Qo'dah



بِسْـــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Salah satu dari empat bulan haram. Apa kutamaan dan kekhususan bulan ini?

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah 12 bulan dalam kitab Allah pada hari Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada 4 bulan yang haram, itulah agama yang lurus, maka janganlah kalian menzalimi diri-diri kalian di bulan-bulan itu.” [At-Taubah: 36]

Empat bulan haram tersebut telah diterangkan dalam sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Tahun itu terdiri dari 12 bulan, diantaranya 4 bulan haram; tiga bulan berurutan: Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah dan Muharram. Adapun Rajab yang juga merupakan bulannya kaum Mudhar, berada diantara Jumaada dan Sya’ban.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah radhiyallahu’anhu]

Hadits di atas menunjukkan bahwa Dzul Qo’dah termasuk bulan haram. Dinamakan bulan haram karena peperangan diharamkan di bulan-bulan ini dan Allah ta’ala memberikan penkhususan terhadap bulan ini dengan mengagungkannya melebihi bulan-bulan yang lain, demikian pula dosa dan amal shalih di bulan-bulan ini dilipatgandakan.

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

وقال علي بن أبي طلحة، عن ابن عباس قوله: { إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا } الآية { فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ } في كلِّهن، ثم اختص من ذلك أربعة أشهر فجعلهن حراما، وعَظم حُرُماتهن،وجعل الذنب فيهن أعظم، والعمل الصالح والأجر أعظم.

“Dan berkata Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma: Firman Allah ta’ala,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا

“Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah 12 bulan.” [At-Taubah: 36]

فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Maka janganlah kalian menzalimi diri-diri kalian di bulan-bulan itu.” [At-Taubah: 36]

Maksudnya adalah pada seluruh bulan diharamkan berbuat zalim, kemudian Allah ta’ala mengkhususkan empat bulan, menjadikannya haram (mulia), mengagungkan kemuliaan bulan-bulan tersebut, Allah ta’ala menjadikan dosa di bulan-bulan itu lebih besar, demikian pula amal shalih dan pahala lebih agung.” [Tafsir Ibnu Katsir, 4/148]

Ini menunjukkan bahwa di bulan-bulan ini kita harus lebih berhati-hati dari perbuatan dosa, dan meningkatkan amal shalih di bulan-bulan ini sangat dianjurkan.

Akan tetapi amal shalih yang dimaksud di sini adalah amalan-amalan yang biasa kita kerjakan, seperti sholat, puasa, membaca Al-Qur’an, dzikir, do’a, dan lain-lain. Contohnya, sholat tahajjud, sholat dhuha, puasa 3 hari tiap bulan, puasa Senin Kamis, dan lain-lain.

Adapun melakukan amalan khusus di waktu-waktu khusus maka membutuhkan dalil, contohnya puasa Arafah tgl. 9 Dzulhijjah, Asyuro’ tgl. 10 Muharram, dan lain-lain, boleh dikhususkan karena adanya dalil yang menunjukkannya. Barangsiapa mengkhususkan suatu amalan tanpa dalil maka berarti ia telah mengada-ada; berbuat bid’ah dalam agama.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -





Rabu, 27 Agustus 2014

Pelajaran Penting dari "Iyyaaka Na'budu wa Iyyaaka Nasta'iin"


بِسْـــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Dalam sholat kita selalu membaca firman Allah ta’ala,

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.” [Al-Fatihah: 4]

Beberapa Pelajaran:

1) “Hanya kepada-Mu kami beribadah” adalah hakikat Tauhid Uluhiyah, yaitu meyakini hanya Allah ta’ala satu-satunya sesembahan yang benar, adapun sesembahan selain Allah ta’ala adalah salah. Maka seorang hamba hanya boleh beribadah kepada Allah ta’ala yang satu saja, tidak boleh mempersembahkan ibadah kepada selain-Nya.

2) “Hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan” adalah hakikat Tauhid Rububiyah, yaitu meyakini hanya Allah ta’ala yang mencipta, menguasai dan mengatur, maka hanya Dialah yang mampu menolong kita, mengabulkan doa-doa kita dan menghilangkan kesusahan dari kita, sehingga hanya kepada-Nya kita bersandar (tawakkal) dan mohon pertolongan.

Oleh karena itu sangat mengherankan jika ada orang yang membaca ayat ini setiap hari namun tidak mentauhidkan Allah ta’ala dalam uluhiyah dan rububiyah, ada yang masih menganggap boleh-boleh saja beribadah kepada selain Allah karena itu hak asasi manusia, ketika ditimpa musibah bukannya minta tolong kepada Allah ta’ala malah lari ke dukun, kuburan keramat, mempersembahkan sesajen kepada setan, pake jimat, takut bulan sial, hari sial, angka sial, dan berbagai macam keyirikan serta kekufuran lainnya.

3) Ibadah membutuhkan pertolongan Allah ta’ala. Al-‘Allamah Al-Mufassir As-Sa’di rahimahullah berkata,

وذكر { الاستعانة } بعد { العبادة } مع دخولها فيها، لاحتياج العبد في جميع عباداته إلى الاستعانة بالله تعالى فإنه إن لم يعنه الله، لم يحصل له ما يريده من فعل الأوامر، واجتناب النواهي

“Dan disebutkan isti’anah (mohon pertolongan) setelah ibadah, padahal isti’anah juga ibadah, sebab seorang hamba membutuhkan pertolongan Allah ta’ala dalam seluruh ibadahnya, karena jika Allah ta’ala tidak menolongnya maka ia tidak akan berhasil dalam mengamalkan ibadah yang ia inginkan, apakah menjalankan perintah atau menjauhi larangan.” [Tafsir As-Sa’di, hal. 39]

4) Seorang hamba tidak patut untuk berbangga diri ('ujub, kagum terhadap diri sendiri) dan menyombongkan diri (kibr, meremehkan orang lain) karena ibadah yang telah mampu ia kerjakan, karena hakikatnya itu adalah pertolongan Allah kepadanya, dan Allah tidak mencintai orang yang berbangga diri dan menyombongkan diri

5) Apabila dalam nikmat ibadah tidak patut untuk berbangga dan sombong maka dalam nikmat dunia tentu lebih tidak patut lagi.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم











Hidayah Milik Allah Ta’ala dan Penjelasan tentang Batilnya Kesyirikan:



بِسْـــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” [Al-Qoshosh: 56]


Makna ayat Secara Global:

Allah ta’ala berkata kepada Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam: Sesungguhnya engkau tidak mampu memberikan hidayah taufiq kepada orang yang engkau cintai untuk masuk ke dalam Islam, akan tetapi kemampuan itu hanyalah milik Allah, Dialah yang memberikan hidayah taufiq kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Dia lebih tahu siapa yang berhak dan siapa yang tidak berhak mendapatkan hidayah.


Kesesuaian Ayat dengan Bab Tauhid:

Sungguh dalam ayat ini ada penunjukkan yang jelas bahwa Rasul shallallahu’alaihi wa sallam tidak memiliki kekuasaan untuk menimpakan mudarat, manfaat, memberi dan mencegah, dan bahwa urusan tersebut seluruhnya di tangan Allah, maka dalam ayat ini terdapat bantahan terhadap orang-orang yang menyeru (berdoa) kepada beliau untuk menghilangkan kesusahan-kesusahan atau menunaikan hajat-hajat mereka.


Pelajaran dari Ayat:

1) Bantahan terhadap orang-orang yang meyakini bahwa para wali dapat memberikan manfaat atau menimpakan mudarat dan mengatur urusan-urusan setelah mati dalam bentuk karomah.

2) Bahwa hidayah taufiq (memampukan seseorang untuk beramal) di tangan Allah subhanahu wa ta’ala

3) Penetapan sifat ilmu bagi Allah

4) Penetapan sifat hikmah bagi Allah

5) Penjelasan batilnya ketergantungan kepada selain Allah
[Al-Mulakhkhos fi Syarhi Kitab At-Tauhid, 153-154]


Pelajaran Lainnya:

6) Cinta yang sifatnya tabiat manusia terhadap kerabat yang kafir yang tidak memerangi Islam tidak menafikan keimanan.

7) Penetapan sifat "kehendak" bagi Allah sesuai dengan kebesaran-Nya (yang tidak sama dengan sifat makhluk)
[Al-Jadid fi Syarhi Kitab At-Tauhid, hal. 165]

- - - - - - - 〜✽〜 - - - - - - -