Jumat, 30 Mei 2014

Teman Yang Sempurna



 بِسْـــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

💐 Berkata Al-fudhail ibn 'iyadh_:
"BARANGSIAPA YANG MENCARI TEMAN YANG TIDAK MEMILIKI AIB/KEKURANGAN, SUNGGUH DIA AKAN HIDUP SEORANG DIRI TANPA TEMAN."

🔹Ketahuilah wahai saudaraku_semoga Allah senantiasa menjagamu_,
   Sesungguhnya "persaudaraan" bukanlah semata-mata sebuah slogan,akan tetapi "persaudaraan" tersebut adalah suatu akhlak yang bersumber dari dalam jiwa.

🔹Kita semua butuh untuk saling menasehati.

🔹Memegang teguh adab di antara kita merupakan perkara yang penting demi kelanggengan dan kelangsungan sebuah persaudaraan.

🔹Jangan engkau menyangka akan mendapatkan seorang teman yang tidak pernah terjatuh dalam kesalahan.

🔹Jika aku terjatuh dalam kesalahan terhadapmu,maka dimanakah engkau dari sifat pemaaf????
Allah berfirman:
   {DAN ORANG-ORANG YANG MENAHAN AMARAHNYA,SERTA MEMA'AFKAN KESALAHAN ORANG.ALLAHU MENCINTAI ORANG-ORANG YANG BERBUAT KEBAIKAN}.
[al-imron:134].

🔹Apakah engkau telah mencarikan uzur/alasan buatku ketika telah sampai kabar kepadamu bahwa aku telah terjatuh dalam kesalahan terhadapmu????

🔹Aku menduga engkau akan mendatangiku dan menasehatiku(terhadap kesalahanku) serta mendoakanku agar tetap istiqomah.
🔗Berkata 'amir bin 'abdil qois:
"Suatu ucapan(nasehat) ketika keluar/bersumber dari hati,maka pengaruhnya sampai ke hati,
Apabila ucapan tersebut hanya keluar dari mulut maka (pengaruhnya) tidak akan melebihi telinga.

🔹Akan tetapi aku terkejut,ketika aku mengetahui bahwa engkau telah berbicara terhadap harga diriku dan telah menggibahiku.,

Sungguh mengherankan perbuatanmu!

➡ INIKAH "NILAI PERSAUDARAAN" YANG ENGKAU PAHAMI???
🔗Berkata abu qilabah:
Jika sampai kepadamu suatu berita yang engkau benci dari saudaramu,maka carikanlah uzur/alasan,jika engkau tidak mendapatkan uzur/alasan buat dia,maka katakanlah:
Mungkin saja dia memiliki alasan yang aku tidak ketahui.
[Lihat kitab: raudhatul 'uqolaa].

🔹Sesungguhnya hubungan/interaksi sesama manusia membutuhkan kesabaran yang besar.
Jiwa manusia secara fitrah terdapat padanya kekurangan,kebodohan dan kedzoliman.

➡ "MAKA JADILAH ENGKAU: PRIBADI YANG MEMILIKI AKHLAK YANG TERPUJI".

🔹Sesungguhnya bersabar terhadap teman-teman,merupakan tabi'at/sifat orang-orang yang mulia.
Orang yang bersabar terhadap teman-teman adalah orang yang mampu memikul,memahami dan mema'afkan kesalahannya,melupakan kejelekannya serta mencarikan uzur/alasan untuk mereka.

🔹Jangan engkau menunggu dan berharap (sampai) aku mengucapkan terima kasih atas kebaikanmu,sungguh aku telah lupa perkara tersebut.

🔹Janganlah engkau mencari seseorang/teman yang sempurna(tidak pernah terjatuh dalam kesalahan),
sesungguhnya KESEMPURNAAN hanya milik Allah semata.
🔗Berkata sebagian orang bijak:
Barangsiapa yang memcari teman yang tidak memiliki aib/kekurangan maka hendaklah ia hidup seorang diri,
Barangsiapa yang mencari seorang alim ulama yang tidak pernah tergelincir dalam kesalahan maka hendaklah ia hidup dalam kebodohan,
Barangsiapa yang mencari seorang teman tanpa mau mengerti dan memahami kesalahannya hendaklah ia berteman dengan penghuni kuburan.

  🌺BETAPA INDAHNYA JIKA HUBUNGAN DIANTARA KITA SEMATA-MATA TULUS KARENA ALLAH TA'ALA!!!


    💞Ya Allah jadikanlah kami orang-orang yang saling mencintai di atas kemuliaan-Mu dan naungilah kami di atas naungan-Mu,di hari yang tidak ada lagi naungan kecuali naungan-Mu(naungan arsy Allah rabbul'izzah).



✏ abu 'abdillah al-bugisy,
Yaman,


Rabu, 28 Mei 2014

Zakat Alat Produksi





Tanya:

Ana punya pendapatan dan punya usaha. Usaha Ana Alhamdulillah punya pemasukan yang lumayan , namun Ana tidak punya tabungan dan hanya punya alat - alat produksi yang jumlahnya (yakni nilainya ) sekitar 50 juta. Apakah (alat- alat produksi) dapat dikenai zakat?


Jawab:

Alat - alat produksi tidaklah terkena zakat.
Zakat hanyalah dikenakan pada hasil produksi bila hasil tersebut telah mencapai nishab dan telah tersimpan selama setahun.
Wallahu A’ lam.

Klik
Sumberdzulqarnain.net


Minggu, 25 Mei 2014

HuKum TenTang MeNikah DaLam KeaDaan HaMiL

 بِسْـــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم


▁▂▃▄▅▆▇ Pertanyaan ▇▆▅▄▃▂▁
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

  • ➡1. Bagaimana hukum pernikahan dengan wanita hamil?
  • ➡2. Bila terlanjur menikah, apa yang harus dilakukan? Apakah harus bercerai terlebih dahulu kemudian menikah lagi, atau langsung menikah tanpa harus bercerai terlebih dahulu?
  • ➡3. Dalam hal ini, apakah mas kawin (mahar) masih diperlukan?
 Kami menjawab - Dengan meminta pertolongan dari Allah Al-‘Alim Al-Hakim-sebagai berikut.

▁▂▃▄▅▆ Jawaban Pertama ▆▅▄▃▂▁

Perempuan yang dinikahi dalam keadaan hamil ada dua macam:
  •  Perempuan yang diceraikan oleh suaminya dalam keadaan hamil. [1]
  •  Perempuan yang hamil karena berzina sebagaimana yang banyak terjadi pada zaman ini - wal ‘iya dzu billah, mudah-mudahan Allah menjaga kita dan seluruhkaum muslimin dari dosa terkutuk ini-. [2]
Adapun perempuan hamil yang diceraikan oleh suaminya, ia tidak boleh dinikahi sampai ‘ iddah[3] Nya Lepas, Sedang ‘iddahnya ialah sampai ia melahirkan sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

ﻭَﺃُﻭﻟَﺎﺕُ ﺍﻟْﺄَﺣْﻤَﺎﻝِ ﺃَﺟَﻠُﻬُﻦَّ ﺃَﻥْ ﻳَﻀَﻌْﻦَ ﺣَﻤْﻠَﻬُﻦَّ

“ Dan perempuan-perempuan hamil, ‘iddah mereka adalah sampai mereka melahirkan kandungannya".
[Ath-Thalaq:4]

Hukum tentang menikah dengan perempuan hamil seperti ini adalah haram, sedang nikahnya batil, tidak sah,
Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,

ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻌْﺰِﻣُﻮﺍ ﻋُﻘْﺪَﺓَ ﺍﻟﻨِّﻜَﺎﺡِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺒْﻠُﻎَ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏُ ﺃَﺟَﻠَﻪُ

" Dan janganlah kalian berazam (bartatap hati) untuk berakad nikah sebelum " iddahnya habis ".
[Al-Baqarah:235]

Tentang makna ayat ini, Ibnu Katsir, berkata “Yaitu, janganlah kalian melaksanakan akad nikah sampai ‘iddahnya lepas,” kemudian beliau berkata, “Para ulama telah bersepakat bahwa akad tidaklah sah pada masa ‘iddah.” [4] 

Adapun perempuan yang hamil karena zina, kami perlu merinci lebih meluas karena pentingnya perkara ini dan banyaknya kasus yang terjadi di seputar masalah ini. Oleh karena itu, dengan mengharap curahan taufik dan hidayah dari Allah Al-‘Alim Al-Khabir, masalah ini kami uraikan sebagai berikut.
Tentang perempuan yang telah berzina dan menyebabkan dia hamil atau tidak, dalam hal pembolehan menikahinya, terdapat persilangan pendapat di kalangan ulama. Secara global, para ulama berbeda pendapat dalam pensyaratan dua perkara tentang keabsahan nikah dengan perempuan yang berzina.

Syarat Pertama: Bertaubat dari Perbuatan Zinanya yang Nista,

✔Dalam pensyaratan taubat, Ada dua pendapat di kalangan ulama:
  • ➡1. Dipersyaratkan bertaubat. Ini merupakan madzhab Imam Ahmad dan pendapat Qatadah, Ishaq, dan Abu ‘Ubaid.
  • ➡2. Tidak dipersyaratkan bertaubat. Ini merupakan pendapat Imam Malik, Syafi’iy, dan Abu Hanifah.

▁▂▃▄▅▆▇ Tarjih ▇▆▅▄▃▂▁

Yang lebih benar dalam masalah ini adalah pendapat pertama: dipersyaratkan bertaubat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Menikahi perempuan pezina adalah haram sampai ia bertaubat, baik yang menikahinya itu adalah orang yang menzinahinya atau orang lain. Inilah (pendapat) yang benar tanpa keraguan.” [5]

Tarjih di atas berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla,

ﺍﻟﺰَّﺍﻧِﻲ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻜِﺢُ ﺇِﻟَّﺎ ﺯَﺍﻧِﻴَﺔً ﺃَﻭْ ﻣُﺸْﺮِﻛَﺔً ﻭَﺍﻟﺰَّﺍﻧِﻴَﺔُ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻜِﺤُﻬَﺎﺇِﻟَّﺎﺯَﺍﻥٍ ﺃَﻭْ ﻣُﺸْﺮِﻙٌ ﻭَﺣُﺮِّﻡَ ﺫَﻟِﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ

" Lelaki pezina tidaklah menikah, kecuali dengan perempuan pezina atau perempuan musrik , sedang perempuan pezina tidaklah dinikahi, kecuali oleh lelaki pezina atau lelaki musyrik. Dan hal tersebut telah diharamkan terhadap kaum mukminin".
[An-Nur:3]

Lalu, dalam hadits ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, beliau berkata,

ﺃَﻥَّ ﻣَﺮْﺛَﺪَ ﺑْﻦَ ﺃَﺑِﻲْ ﻣَﺮْﺛَﺪٍ ﺍﻟْﻐَﻨَﻮِﻱَّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺤْﻤِﻞُﺍﻟْﺄَﺳَﺎﺭَﻯ ﺑِﻤَﻜَّﺔَ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺑِﻤَﻜَّﺔَ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٌ ﺑَﻐِﻲٌّ ﻳُﻘَﺎﻝُ ﻟَﻬَﺎ ﻋَﻨَﺎﻕٌﻭَﻛَﺎﻧَﺖْ ﺻَﺪِﻳْﻘَﺘَﻪُ. ﻗَﺎﻝَ : ﻓَﺠِﺌْﺖُ ﺇِﻟﻰَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠﻰَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﻧْﻜِﺢُ ﻋَﻨَﺎﻗًﺎ ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻓَﺴَﻜَﺖَﻋَﻨِّﻲْ ﻓَﻨَﺰَﻟَﺖْ : (( ﻭَﺍﻟﺰَّﺍﻧِﻴَﺔُ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻜِﺤُﻬَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﺯَﺍﻥٍ ﺃَﻭْ ﻣُﺸْﺮِﻙٌ)) ﻓَﺪَﻋَﺎﻧِﻲْ ﻓَﻘَﺮَﺃَﻫَﺎ ﻋَﻠَﻲَّ. ﻭَﻗَﺎﻝَ : ﻻَ ﺗَﻨْﻜِﺤْﻬَﺎ 

" Sesungguhnya Martsad bin Abi Martsad Al-Ghanawy radhiyallahu ‘anhu membawa tawanan perang dari Makkah, sedang di Makkah ada seorang perempuan pelacur yang disebut dengan (nama) ‘Anaq, dan ia adalah teman (Martsad ‏).

(Martsad) berkata, ‘Maka, saya datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya,  ‘Wahai Rasulullah, (apakah) saya (boleh) menikahi ‘Ana q?’.
’ Martsad berkata, ‘Namun, beliau diam, lalu turunlah (ayat), ‘Dan perempuan pezina tidaklah dinikahi, kecuali oleh lelaki pezina atau lelaki musyrik.’ Kemudian beliau memanggilku lalu membacakan (ayat) itu kepadaku seraya berkata, ‘Janganlah kamu menikahi dia.’ [6]

Ayat dan hadits ini secara tegas menunjukkan keharaman menikah dengan perempuan pezina. Namun, hukum haram tersebut berlaku bila perempuan tersebut belum bertaubat. Adapun, kalau perempuan tersebut telah bertaubat, terhapuslah hukum haram menikah dengan perempuan pezina tersebut berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ﺍﻟﺘَّﺎﺋِﺐُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺬَّﻧْﺐِ ﻛَﻤَﻦْ ﻟَﺎ ﺫَﻧْﺐَ ﻟَﻪُ

" Orang yang bertaubat dari dosa adalah seperti orang yang tidak berdosa.” [7]

Adapun para ulama yang mengatakan bahwa kata nikah dalam ayat 3 surah An-Nur ini bermakna jima’ , atau mengatakan bahwa ayat ini mansukh (hukumnya terhapus), itu adalah pendapat yang jauh dari kebenaran, dan pendapat ini (yaitu tentang bermakna jima’ atau mansukh) telah dibantah secara tuntas oleh Ibnu Taimiyah [8].

Pendapat yang menyatakan keharaman menikah dengan perempuan pezina yang belum bertaubat juga dikuatkan oleh Asy-Syinqi thy [9] .


▁▂▃▄▅▆▇ Catatan ▇▆▅▄▃▂▁

Sebagian ulama berpendapat bahwa kesungguhan taubat perempuan pezina ini perlu diketahui dengan cara dirayu untuk berzina. Kalau ia menolak, berarti taubatnya telah baik. Pendapat ini disebutkan oleh Al-Mardawy [10],

diriwayatkan dari Umar dan Ibnu ‘Abba s, serta merupakan pendapat Imam Ahmad. Ibnu Taimiyah [11]

kelihatan condong ke pendapat ini. Akan tetapi, Ibnu Qudamah berpendapat lain. Beliau berkata, “Seorang muslim tidak pantas mengajak perempuan untuk berzina dan meminta (untuk berzina) karena permintaannya ini (dilakukan) pada saat berkhalwat (berduaan), padahal (seorang muslim) tidak halal berkhalwat dengan ajnabiyah ‘perempuan yang bukan mahram’, walaupun untuk mengajarkan Al-Qur`an kepada (ajna biyah) tersebut. Oleh karena itu, bagaimana (bisa) hal tersebut dihalalkan dalam merayu(ajnabiyah ) tersebut untuk berzina?”[12]

Oleh karena itu, hal yang benar adalah ia bertaubat atas perbuatan zinanya sebagaimana ia bertaubat kalau melakukan dosa besar lain.

Taubat yang benar mengandung lima hal:
  • ✔1. Ikhlas karena Allah.
  • ✔2. Menyesali perbuatannya.
  • ✔3. Meninggalkan dosa tersebut.
  • ✔4. Berazam dgn sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi dosa tersebut.
  • ✔5. Dilakukan pada waktu taubat masih bisa diterima, yakni sebelum matahari terbit dari Barat dan sebelum ruh sampai ke tenggorokan. Namun, di sini bukan tempat untuk menguraikan dalil-dalil tentang lima hal ini.
Wallahu A’lam .

█▇ Syarat Kedua: 'Iddah Telah Lepas

Para ulama berbeda pendapat tentang ‘iddah yang telah berlalu, apakah merupakan syarat yang membolehkan seseorang untuk menikahi wanita pezina atau tidak?

Ada dua pendapat dalam hal ini:
  • ➡✔ Pertama :  Wajib ‘iddah. Ini adalah pendapat Hasan Al-Bashry, An-Nakha’iy, Rabi’ah bin Abdurrahman, Malik, Ats-Tsaury, Ahmad, dan Ishaq bin Rahawaih.
  • ➡✔ Kedua:  Tidak wajib ‘iddah. Ini adalah pendapat Asy-Syafi’iy dan Abu Hanifah, tetapi keduanya berbeda pendapat tentang menjima’ perempuan tersebut:
  • ➡ 1. Menurut Asy-Sya fi’iy, seorang lelaki boleh melakukan akad nikah dengan perempuan pezina dan boleh berjima’ setelah akad, baik lelaki yang menikahinya itu adalah orang yang menzinahinya maupun orang lain.
  • ➡ 2. Sedangkan, Abu Hanifah berpendapat bahwa seorang lelaki boleh melakukan akad nikah dan boleh berjima’ dengan perempuan pezina tersebut apabila dia yang menzinahi perempuan tersebut. Namun kalau bukan dia yang menzinahi perempuan itu, dia boleh melakukan akad nikah, tetapi tidak boleh berjima’ sampai istibra ` ‘rahim telah tampak kosong dari janin’ dalam masa sekali haid atau sampai melahirkan (kalau perempuan tersebut dalam keadaan hamil).


▁▂▃▄▅▆▇ Tarjih ▇▆▅▄▃▂▁

Yang lebih benar dalam masalah ini adalah pendapat pertama: wajib ‘iddah, berdasarkan dalil-dalil berikut.

✔  Dalil Pertama

hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu bahwa sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang tawanan perang Authas,

ﻻَ ﺗُﻮْﻃَﺄُ ﺣَﺎﻣِﻞٌ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﻀَﻊُ ﻭَﻻَ ﻏَﻴْﺮُ ﺣَﺎﻣِﻞٍ ﺣَﺘَّﻰﺗَﺤِﻴْﺾَ ﺣَﻴْﻀَﺔً 

Janganlah mempergauli perempuan hamil sampai ia melahirkan, jangan pula (mempergauli perempuan) yang tidak hamil sampai ia telah haid sebanyak sekali ”.[13]

✔  Dalil kedua

hadits Ruwaifi’ bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa (Nabi) bersabda,

ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻓَﻼَ ﻳَﺴْﻖِ ﻣَﺎﺀَﻩُ ﺯَﺭْﻉَﻏَﻴْﺮِﻩِ

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, janganlah ia menyiramkan airnya pada tanaman orang lain”.[14]

✔  Dalil ketiga

hadits Abu Ad-Darda` riwayat Muslim dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ﺃَﻧَّﻪُ ﺃَﺗَﻰ ﺑِﺎﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻣُﺠِﺢٍّ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﺎﺏِ ﻓُﺴْﻄَﺎﻁٍ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻌَﻠَّﻪُ ﻳُﺮِﻳْﺪُﺃَﻥْ ﻳُﻠِﻢَّ ﺑِﻬَﺎ ﻓَﻘَﺎﻟُﻮْﺍ ﻧَﻌَﻢْ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠﻰَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻟَﻘَﺪْ ﻫَﻤَﻤْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃَﻟْﻌَﻨَﻪُ ﻟَﻌْﻨًﺎﻳَﺪْﺧُﻞُ ﻣَﻌَﻪُ ﻗَﺒْﺮَﻩُ ﻛَﻴْﻒَﻳُﻮَﺭِّﺛُﻪُ ﻭَﻫُﻮَ ﻻَ ﻳَﺤِﻞُّ ﻟَﻪُ ﻛَﻴْﻒَ ﻳَﺴْﺘَﺨْﺪِﻣُﻪُ ﻭَﻫُﻮَ ﻻَ ﻳَﺤِﻞُّ ﻟَﻪُ 

Beliau mendatangi seorang perempuan yang hampir melahirkan di pintu Fusthath. Beliau bersabda, ‘Barangkali lelaki itu ingin menggauli perempuan tersebut?’ (Para sahabat) menjawab, ‘Benar.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Sungguh saya telah berkehendak untuk melaknat lelaki itu dengan laknat yang dibawa ke kuburnya . Bagaimana bisa ia mewarisinya, sedangkan itu tidak halal baginya, dan bagaimana bisa ia memperbudakkannya, sedangkan ia tidak halalbaginya’.

” Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Dalam (hadits) ini ada dalil yang sangat jelas akan keharaman menikahi perempuan hamil, baik kehamilan itu karena suaminya, tuannya (kalau ia seorang budak-pent.), Śyubhat (yaitu menikahi lelaki yang haram ia nikahi karena tidak tahu atau karena ada kesamaran,-pent.), atau karena zina.” Dari sini, tampaklah kekuatan pendapat yang mengatakan wajib ‘iddah.
Pendapat ini yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Asy-Syinqithy, Syaikh Ibnu Baz, dan Al-LajnahAd-Da` imah (Lembaga Fatwa Arab Saudi).

Wallahu A’lam .


▁▂▃▄▅▆▇ Catatan ▇▆▅▄▃▂▁

Dari dalil-dalil yang disebutkan di atas, tampak bahwa perempuan yang hamil karena zina tidak boleh dinikahi sampai ia melahirkan maka hal ini adalah ‘iddah bagi perempuan yang hamil karena zina tersebut. Hal ini juga ditunjukkan oleh keumuman firman Allah ‘Azza wa Jalla,

ﻭَﺃُﻭﻟَﺎﺕُ ﺍﻟْﺄَﺣْﻤَﺎﻝِ ﺃَﺟَﻠُﻬُﻦَّ ﺃَﻥْ ﻳَﻀَﻌْﻦَ ﺣَﻤْﻠَﻬُﻦَّ

"Dan perempuan-perempuan hamil, ‘iddah mereka adalah sampai mereka melahirkan kandungannya ”.
[Ath-Thalaq:4]

Adapun perempuan pezina yang kehamilannya belum tampak, ‘iddahnya diperselisihkan oleh para ulama yang mewajibkan ‘iddah bagi perempuan pezina. Sebagian ulama menyatakan bahwa ‘iddahnya adalah istibra ` dalam masa sekali haid, sedangkan sebagian ulama lain berpendapat dengan tiga kali haid, yaitu sama dengan ‘iddah perempuan yang ditalak. Namun, pendapat yang dikuatkan oleh Imam Malik dan Ahmad-dalam satu riwayat-adalah cukup dengan istibra ` dalam masa sekali haid.
Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudry di atas. Adapun ‘iddah dalam masa tiga kali haid hanya disebutkan dalam Al-Qur`an bagi perempuan yang ditalak (diceraikan) oleh suaminya sebagaimana dalam firman Allah Jalla Sya`nuhu,

ﻭَﺍﻟْﻤُﻄَﻠَّﻘَﺎﺕُ ﻳَﺘَﺮَﺑَّﺼْﻦَ ﺑِﺄَﻧْﻔُﺴِﻬِﻦَّ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔَ ﻗُﺮُﻭﺀٍ 

Dan wanita-wanita yang ditalak (hendaknya) menahan diri (menunggu) selama tiga kali quru` (haid‏)”.
[Al-Baqarab:28]

▁▂▃▄▅▆▇ Simpulan ▇▆▅▄▃▂▁    [15]
  • ✔Pertama : Tidak boleh menikah dengan perempuan pezina, kecuali dengan dua syarat: perempuan tersebut telah bertaubat dari perbuatan nistanya dan ‘iddahnya telah berlalu.
  • ✔Kedua: ketentuan seputar perempuan pezina yang ‘iddahnya dianggap telah berlalu adalah sebagai berikut.
  • ✔1. Kalau hamil, ‘iddahnya adalah sampai iamelahirkan.
  • ✔2. Kalau belum hamil, ‘iddahnya adalah sampai ia telah haid sekali semenjak berzina tersebut.
Wallahu Ta’ala A’lam .

▁▂▃▄▅▆▇ Jawaban Kedua ▇▆▅▄▃▂▁

Telah jelas, dari jawaban diatas, bahwa perempuan hamil, baik hamil karena pernikahan sah, karena syubhat, maupun karena zina, ‘iddahnya adalah sampai ia melahirkan. Para ulama bersepakat bahwa akad nikah pada masa ‘iddah adalah batil lagi tidak sah. Kalau tetap melakukan akad nikah dan melakukan hubungan suami-istri setelah mengetahui keharaman melakukan akad pada masa ‘iddah, keduanya dianggap pezina dan harus diberi had (hukuman) sebagai pezina kalau negara mereka menerapkan hukum Islam. Demikianlah keterangan Ibnu Qudamah [16].

Kalau ada yang bertanya, “Setelah berpisah, apakah keduanya boleh kembali setelah ‘iddah berlalu?”

Jawabannya adalah bahwa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Jumhur (kebanyakan) ulama berpendapat, “Perempuan tersebut tidak diharamkan bagi lelaki tersebut, bahkan ia boleh dipinang setelah ‘iddahnya lepas.” Akan tetapi, pendapat mereka diselisihi oleh Imam Malik. Beliau berpendapat bahwa perempuan tersebut telah menjadi haram bagi lelaki tersebut selama-lamanya. Beliau berdalilkan dengan atsar Umar bin Al-Khaththab radhiyalla hu ‘anhu yang menunjukkan hal tersebut. Pendapat Imam Malik ini juga merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’iy yang terdahulu, tetapi, belakangan, Imam Syafi’iy berpendapat akan kebolehan menikah kembali setelah dipisahkan.

 Pendapat terakhir ini merupakan zhahir yang dikuatkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya, seraya beliau melemahkan atsar Umar yang menjadi dalil bagi Imam Malik, bahkan beliau juga membawakan atsar serupa dari Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang menunjukkan kebolehan menikah.

 Oleh karena itu, simpulan pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah bahwa keduanya boleh menikah kembali setelah ‘iddah lepas. Wal ‘ilmu ‘indallah. [17]

▁▂▃▄▅▆▇ Jawaban Ketiga ▇▆▅▄▃▂▁

Laki-laki dan perempuan hamil, yang menikah dalam keadaan keduanya mengetahui tentang keharaman menikahi perempuan hamil, kemudian keduanya tetap berjima’, dianggap berzina dan wajib dikenai hukum had -kalau keduanya berada pada negara yang menerapkan hukum Islam- serta tiada mahar bagi perempuan tersebut. Adapun kalau keduanya tidak mengetahui tentang keharaman menikahi perempuan hamil, hal ini dianggap sebagai nikah syubhat dan keduanya harus dipisahkan karena nikah seperti ini tidaklah sah sebagaimana yang telah diterangkan. Adapun mahar, perempuan hamil tersebut berhak mendapatkan maharnya kalau ia memang belum mengambil atau mahar tersebut belum dilunasi.

Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

ﺃَﻳُّﻤَﺎ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻧَﻜَﺤَﺖْ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺇِﺫْﻥِ ﻭَﻟِﻴِّﻬَﺎ ﻓَﻨِﻜَﺎﺣُﻬَﺎ ﺑَﺎﻃِﻞٌ ﻓَﻨِﻜَﺎﺣُﻬَﺎﺑَﺎﻃِﻞٌ ﻓَﻨِﻜَﺎﺣُﻬَﺎ ﺑَﺎﻃِﻞٌ ﻓَﺈِﻥْ ﺩَﺧَﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﻓَﻠَﻬَﺎ ﺍﻟْﻤَﻬْﺮُ ﺑِﻤَﺎ ﺍﺳْﺘُﺤِﻞَّﻣِﻦْ ﻓَﺮْﺟِﻬَﺎ ﻓَﺈِﻥْ ﺍﺷْﺘَﺠَﺮُﻭْﺍ ﻓَﺎﻟﺴُّﻠْﻄَﺎﻥُ ﻭَﻟِﻲُّ ﻣَﻦْ ﻻَ ﻭَﻟِﻲَّﻟَﻬَﺎ

Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin walinya, nikahnya batil, nikahnya batil, dan nikahnya batil . Apabila (lelaki) tersebut telah masuk kepadanya(untuk berjima), baginya mahar dari penghalalan kemaluannya, tetapi, apabila mereka berselisih, penguasa adalah wali bagi yang tidak mempunyai wali.” [18]

Nikah tanpa wali hukumnya adalah batil, tidak sah,sebagaimana nikah saat ‘iddah hukumnya batil, tidak sah. Oleh karena itu, kandungan hukum dalam hadits mencakup semuanya. Demikian rincian Ibnu Qudamah, Ibnu Taimiyah, dan Ibnul Qayyim.
Adapun lelaki yang ingin meminang kembali perempuan hamil ini setelah ia melahirkan, ia kembali diwajibkan membayar mahar berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,

ﻭَﺁﺗُﻮﺍ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀَ ﺻَﺪُﻗَﺎﺗِﻬِﻦَّ ﻧِﺤْﻠَﺔً 

Kepada para perempuan (yang kalian nikahi), berikanlah mahar mereka dengan penuh kerelaan”.
[An-Nisa`:4] 

Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

ﻓَﺂﺗُﻮْﻫُﻦَّ ﺃُﺟُﻮْﺭَﻫُﻦَّ ﻓَﺮِﻳْﻀَﺔً 

Berikanlah mahar mereka kepada mereka sebagai suatu kewajiban”. ‏
[An-Nisa`:24]

Banyak lagi dalil lain yang semakna dengannya.

Wallahu A’lam. [19]
♡♡♡♡♥♡♡♡♡

[01]   Lihatlah Al-Mughny 11/227, Takmilah Al-Majmu’ 17/347-348, Al-Muhalla 10/263, dan Za d Al-Ma’ad 5/156.
[02]   Lihatlah permasalahan diatas dalam Al-Ifshah 8/81-84, Al-Mughny 9/562-563 (cet.Dari‘ Alam Al-Kutub), dan Al-Ja mi’ Li Al-Ikhtiya rat Al-Fiqhiyyah 2/582-585.
[03]   Sebagaimana dalam Nail Al-Authar 4/438,Al-Ha fizh Ibnu Hajar berkata, “‘Iddah adalah istilah bagi waktu penantian seorang perempuan untuk menikah (lagi) setelah suaminya meninggal atau menceraikannya. (Berakhirnya waktu ini adalah) dengan (sebab dia) melahirkan (jika hamil), quru ` (yaitu haid menurut pendapat yang kuat, -pen.), atau dengan (berlalunya)beberapa bulan.”
[04]   Dalam Tafsir -nya.
[05]   Dalam Al-Fata wa 32/109.
[06]   Hadits hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud no.2051, At-Tirmidzy no. 3177, An-Nasa`iy 6/66 dan dalam Al-Kubra 3/269, Al-Hakim 2/180, Al-Baihaqy 7/153, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqi q no. 1745, serta disebutkan oleh Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Ash-Shahi h Al-Musnad Min Asbab An-Nuzul
[07]   Dihasankan oleh Syaikh Al-Alba ny dalam Adh-Dha’i fah 2/83 dari seluruh jalan-jalannya.
[08]   Dalam Al-Fata wa 32/112-116.
[09]   Dalam Adhwa ` Al-Bayan 6/71-84. Lihat pulalah Zad Al-Ma’a d 5/114-115.
[10]   Dalam Al-Insha f 8/133.
[11]   Dalam Al-Fata wa 32/125.
[12]   Dalam Al-Mughny 9/564.
[13]   Diriwayatkan oleh Ahmad 3/62, 87, Abu Dawud no.2157, Ad-Darimy 2/224, Al-Hakim 2/212, Al-Baihaqy 5/329, 7/449, Ath-Thabarany dalam Al-Ausath no. 1973, dan Ibnul Jauzy dalam At-Tahqi q no.307. Di dalam sanadnya, ada rawi yang bernama Syarik bin Abdullah An-Nakha’iy, sedang ia lemah karena hafalannya jelek, tetapi hadits ini mempunyai dukungan dari jalan lain dari beberapa orang shahabat sehingga dishahihkan dari seluruh jalan-jalannya oleh Syaikh Al-Alba ny dalam Al-Irwa` no.187.
[14]   Diriwayatkan oleh Ahmad 4/108, Abu Dawud no.2158, At-Tirmidzy no. 1131, Al-Baihaqy 7/449, Ibnu Qani’ dalam Mu’jam Ash-Shahabah 1/217, Ibnu Sa’ddalam Ath-Thabaqat 2/114-115, dan Ath-Thabarany 5/no.4482. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Al-Irwa`no,2137.
[15]   Lihatlah pembahasan diatas dalam Al-Mughny 9/561-565, 11/196-197, Al-Ifshah 8/81-84, Al-Inshaf 8/132-133, Takmilah Al-Majmu ’ 17/348-349, Raudhah Ath-Thalibin 8/375, Bidayah Al-Mujtahid 2/40, Al-Fatawa 32/109-134, Za d Al-Ma’ad 5/104-105, 154-155, Adhwa ` Al-Baya n 6/71-84, dan Jami’ Li Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah 2/582-585,847-850.
[16]   Dalam Al-Mughny 11/242.
[17]   Lihatlah Tafsir Ibnu Katsir 1/355 (cet. Dar Al-Fikr).
[18]   Diriwayatkan oleh Asy-Syafi’iy sebagaimana dalam Musnad-nya 1/220, 275 dan dalam Al-Umm 5/13, 166, 7/171, 222, Abdurrazzaq dalam Mushannaf-nya 6/195, Ibnu Wahb sebagaimana dalam Al-Mudawwah Al-Kubra ` 4/166, Ahmad 6/47, 66, 165, Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad-nya 2/no. 698, Ibnu Abi Syaibah 3/454, 7/284, Al-Humaidy dalam Musnad-nya 1/112, Ath-Thayalisy dalam Musnad-nya no.1463, Abu Dawud no. 2083, At-Tirmidzy no. 1102, Ibnu Majah no. 1879, Ibnu Jaru d dalam Al-Muntaqa no. 700, Sa’id bin Manshur dalam Sunan-nya 1/175, Ad-Da rimy 2/185, Ath-Thahawy dalam Syarh Ma’ani Al-Atsar 3/7, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no.4682, 4750, 4837, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsa n no.4074, Al-Hakim 2/182-183, Ad-Da raquthny 3/221, Al-Baihaqy 7/105, 124, 138, 10/148, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 6/88, As-Sahmy dalam Tari kh Al-Jurjan hal. 315, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqi q no.1654, serta Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhi d 19/85-87. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Al-Irwa ` no.1840.
[19]   Lihatlah Al-Mughny 10/186-188, Shahih Al-Bukhary (Fath Al-Bary) 9/494, Al-Fatawa 32/198, 200, dan Zad Al-Ma’ad 5/104-105



Dikutip  dari;
▁▂▃ Dzulqarnain.net ▃▂▁
♡♡♡♡♡♡♡♡♥♡♡♡♡♡♡♡♡








Kamis, 22 Mei 2014

Syi'ah Rofidhoh




Mereka Bukan Saudara kita!!! 


Asy-Syaikh DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan

(ulama besar kota Riyadh)

 -semoga Allah menjaganya- 



ditanya sebagai berikut: 


Penanya : Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, Sebagian dai dan penuntut ilmu ketika berbicara tentang Syi’ah dan  Rofidhoh, mengatakan: “sesungguhnya mereka adalah saudara kita”. 

Apakah boleh kita mengatakan demikian? 

Dan kewajiban apa (yang harus dilakukan) dalam hal itu? 


Asy Syaikh: “Kita berlepas diri kepada Allah dari mereka, dan kita berlepas diri kepada Allah dari ucapan ini , mereka (Syi’ah Rofidhoh) bukan saudara-saudara kita, demi Allah! Mereka bukan saudara-saudara kita,  bahkan mereka adalah saudara-saudaranya syaithan. 

Karena mereka mencaci-maki ibu kaum mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah Allah pilih (sebagai istri) nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia (Aisyah) adalah As-Shiddiiqah (wanita jujur) putri As-Shiddiiq (Abu Bakar) Mereka juga mengkafirkan dan melaknat Abu Bakar dan Umar, mereka mengkafirkan para Shahabat secara menyeluruh kecuali Ahlulbait Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, sedangkan Ali (radhiyallahu ‘anhu) berlepas diri dari mereka (Syi’ah Rofidhoh), Ali radhiyallahu ‘anhu berlepas diri dari mereka. 

Ali (radhiyallahu ‘anhu) adalah imam kita dan bukan imam mereka, ia (Ali radhiyallahu ‘anhu) adalah imam Ahlussunnah dan bukan imam (syi’ah) Rofidhoh yang keji. 

Maka kita berlepas diri kepada Allah dari mereka, mereka bukan saudara-saudara kita, barangsiapa yang mengatakan mereka adalah saudara-saudara kita, maka hendaknya ia bertaubat kepada Allah dan beristighfar kepada Allah.

Allah Jalla wa ‘Alaa telah mewajibkan kita untuk berlepas diri dari orang-orang sesat dan berloyalitas kepada orang-orang yang beriman”.

(Sumber : http://m.youtube.com/watch?v=q6N0gR8eYUs&desktop_uri=%2Fwatch%3Fv%3Dq6N0gR8eYUs

Keterangan  tambahan: Wajar jika seorang ulama berkata demikian, karena mereka mengetahui dan mengilmui tentang kesesatan dan kekufuran agama Syi’ah Rofidhoh. 

Berikut sedikit fakta dari sekian banyak fakta kesesatan agama saudara-saudara syaithan (Syi’ah Rofidhoh) : 

1. Abu Jakfar Ath-Thusiy(ulama agama Syi’ah Rofidhoh) berkata: 

“Dahulu Aisyah terus-menerus memerangi Ali, sedangkan ia(Aisyah) belum bertaubat.

 Hal ini menunjukkan tentang kekafirannya dan tetap berada di atas kekafirannya”. (Al-Iqtishaad fiimaa Yata’allaqu fi Al-I’tiqaad, hal. 36, karya Ulama Agama Syiah Abu Jakfar Ath-Thuusiy) 

2. Muhammad Husain Asy-Syiraaziy berkata: “di antara perkara yang menunjukkan kepemimpinan 12 imam kita, sesungguhnya Aisyah adalah wanita kafir yang berhak masuk neraka, hal ini merupakan konsekwensi kebenaran madzhab kita dan kebenaran kepemimpinan 12 imam kita…setiap orang yang berkeyakinan tentang kepemimpinan 12 imam mengatakan: ia(Aisyah) berhak mendapatkan laknat dan adzab” (Al-Arba’in fi Imaamti Aimmah Al-Muthahhiriin, halaman 615) 

3. Muhammad bin Mas’ud Al-’Ayyaasyi berkata, ketika ia menafsirkan ayat dalam surah Al-Hijr ayat 44 : “Neraka Jahannam akan didatangkan yang memiliki tujuh pintu…dan pintu ke enam untuk Askar”. (Tafsir Al-’Ayyaasyi, karya Muhammad bin Mas’uud bin Muhammad Al-’Ayyasyi ulama agama syi’ah) Tahukah anda siapa yang dimaksud dengan “Askar”(tentara)? Yang dimaksud adalah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Aisyah Radhiyallahu ‘anha, hal ini sebagaimana yang diungkapkan sendiri oleh Al-Majlisiy(ulama agama Syi’ah) : “bentuk ungkapan penamaan “askar”  bagi namanya, karena ia(Aisyah) dahulu menunggangi unta dalam perang Jamal, maka ia disebut “askar” (Bihaar Al-Anwaar 4/378, 8/220, karya Muhammad Baaqir Al-Majlisiy wafat 1111 Hijriyyah)

4. Muhammad Baaqir Al-Majlisiy ini juga berkata: “akidah (keyakinan) dalam madzhab kita : sesungguhnya kita berlepas diri dari empat berhala: Abu Bakar, Umar, Utsman dan Mu’awiyah, dan juga empat wanita: Aisyah, Hafshah, Hindun, dan Ummu Al-Hakam, beserta seluruh pembela dan pengikut mereka, dan sesungguhnya mereka adalah makhluk paling buruk dipermukaan bumi ini, dan sesungguhnya keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya tidak akan sempurna kecuali setelah berlepas diri dari musuh-musuh mereka”. (Haqqul Yaqiin, halaman 519 dalam bahasa Persia, buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh Syaikh Muhammad Abdus Sattaar At-Tuunisiy dalam bukunya yang berjudul “Buthlaan ‘Aqaaid Asy-Syi’ah, halaman 53)

 Mungkin masih ada para penganut agama Syi’ah Rofidhoh yang berkata: 
“itu kan dulu!!”, Hal itu wajar, karena memang agama Syi’ah Rofidhoh ini dibangun di atas “taqiyyah” (berbohong) untuk menutupi keburukan dan kehinaan agama mereka.

 Tapi ternyata sampai sekarang warisan keyakinan sesat dan kufur ini masih saja diwarisi oleh tokoh-tokoh agama syi’ah, 

berikut faktanya: 

Seorang tokoh revolusi Iran bernama Al-Khumainy (pernah dengar nama glamour ini kan?) berkata: “adapun seluruh sekte dari kalangan An-Nasshoob (maksudnya selain Syi’ah) bahkan khawarij, maka tidak ada dalil yang menunjukkan tentang kenajisan mereka, walaupun adzab yang mereka dapatkan lebih berat daripada orang-orang kafir. 

Seandainya penguasa memberontak atas Amiirul mukminin bukan berdasarkan agama, bahkan atas dasar merebut kekuasaan atau tujuan lainnya seperti Aisyah, Az-Zubair, Tholhah, Mu’awiyah dan yang semisal dengan mereka, atau salah seorang mereka menancapkan kebencian kepadanya(Ali), atau kepada salah seorang imam bukan atas dasar agama, bahkan karena permusuhan Quraisy, atau Bani Hasyim, atau bangsa Arab, atau karena ia telah membunuh anak atau ayahnya atau yang lainnnya, (semua) ini tidaklah mengharuskan kenajisan (mereka) secara lahiriyyah, walaupun (sebenarnya) mereka lebih keji dari anjing-anjing dan babi-babi” (Kitab At-Thaharah jilid 3, halaman 457, karya Al-Khumainiy, cetakan Muassasah Tanzhiim wa Nasyr Aatsaar Al-Imaam Al-Khumainiy)

(lihat screenshoot kitabnya di sini:http://alshia-tashi3.blogspot.com/2010/10/blog-post_14.html

Tidak ketinggalan pula, seorang tokoh agama syi’ah Rofidhoh asal Kuwait yang bernama Yaasir Al-Habiib (sang munafik,  ulama agama Syi’ah yang menjadi buronan pemerintah Kuwait atas perilaku bejatnya menghina Istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, disebabkan hal tersebut  dan memiliki kewarganegaraan ganda (Kuwait-Inggris) pemerintah Kuwait mencabut kewarganegaraannya. 

Berikut ucapannya: 

“Sesungguhnya aku ingin menetapkan, sesungguhnya Aisyah binti Abu Bakar  pada hari berada dalam neraka, bahkan ia berada dalam kerak Neraka Jahannam!” Dalam acara yang sama ia mengatakan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi sallam sering memperingatkan Aisyah dari bahaya lisannya, untuk diketahui, bahwasanya lisan Asiyah itu kotor, keji. Pencela sampai derajat paling rendah. 

Ia adalah wanita yang tidak beradab, ia mencaci banyak orang”.

(Saksikan videonya di sini :http://m.youtube.com/watch?v=iXKErTAjgb0&desktop_uri=%2Fwatch%3Fv%3DiXKErTAjgb0)


(Selanjutnya baca di : http://www.drsregeb.com/index.php?action=detail&nid=51)

Dan masih banyak lagi ucapan-ucapan kejinya terhadap istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam demikian pula terhadap para Shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in. 

Maha Suci Allah, sesungguhnya ini adalah kudustaan yang sangat keji!!! 

Berat rasanya menulis kalimat di atas, namun semua ini demi membela kehormatan Ibunda kaum mukminin (Aisyah radhiyallahu ‘anha) dan agar kamu muslimin mengetahui dan mengerti tentang bahaya serta kekufuran agama Syi’ah. 

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Janganlah kalian mencela shahabatku, Allah melaknat orang yang mencela shahabatku” (Diriwayatkan Ath-Thobariniy dalam Mu’ajmul Ausath 5/94, seluruh perawinya adalah perawi Ash-Shahih kecuali Ali bin Sahl ia adalah tsiqoh, lihat Majma’ Az-Zawaaid karya Al-Haitsamiy, 10/21) 

Al-Imam Ibnu Katsiir rahimahullah ketika menafsirkan ayat dalam surah An-Nuur ayat 23-25, berkata: “Sesungguhnya para ulama –semoga Allah merahmati mereka- telah bersepakat secara pasti, bahwa sesungguhnya barangsiapa yang mencacinya (Aisyah radhiyallahu ‘anha) setelah ini dan menuduhnya dengan tuduhannya setelah apa yang disebutkan dalam ayat ini, sesungguhnya ia telah kafir karena ia telah membangkang terhadap Al-Qur’an”(Tafsir Ibnu Katsiir, 8/4150, tepatnya pada tafsir surah An-Nuur ayat 23-25, cetakan Maktabah Aulaad Asy-Syaikh Li At-Turots)

Ayat yang dimaksud adalah penjelasan tentang kesucian ibunda kajm mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Masih banyak lagi ucapan ulama Islam yang mengecam ajaran sesat bahkan kekufuran agama Syi’ah, namun ucapan Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah di atas sudah cukup sebagai peringatan bagi kaum muslimin. 

Terkhusus bagi sebagian tokoh masyarakat di Indonesia yang masih membela Agama Syi’ah, entah karena benar-benar tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. 

Intinya mereka akan mempertanggungjawabkan semua statement mereka di hadapan Allah Azza wa Jalla pada hari kiamat kelak. 

Semoga Allah Azza wa Jalla mengokohkan kita semua di atas agama Islam yang mulia ini dan menyelamatkan kita dan anak-keturunan kita dari kesesatan dan kekufuran agama Syi’ah.

 و صلى الله على نبينا محمد و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين



Masjid An-Nabawiy, Madinah.



05 Shafar 1435 Hijriyyah/ 08 Desember 2013.



Sumber




WASPADA BUKU BUKU SESAT SYIAH BEREDAR DI TENGAH MASYARAKAT

Sebelum membeli buku di toko buku anda patut waspada, cek dahulu daftar penerbit buku Syiah Sesat Mengelabui Umat Islam termasuk Penerbit Gramedia.

Simak dan Sebarkan Daftar Penerbit buku-buku SESAT ALIRAN Syiah ini :

(1) Penerbit : Lentera

01. Akhlak Keluarga Nabi, Musa Jawad Subhani
02. Ar-Risalah, Syaikh Ja’far Subhani
03. As-Sair Wa As-suluk, Sayid Muhammad Mahdi Thabathaba’i Bahrul Ulum
04. Bagaimana Membangun Kepribadian Anda, Khalil Al Musawi
05. Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, Khalil al-Musawi
06. Bagaimana Menyukseskan Pergaulan, Khalil al-Musawi
07. Belajar Mudah Tasawuf, Fadlullah Haeri
08. Belajar Mudah Ushuluddin, Syaikh Nazir Makarim Syirasi
09. Berhubungan dengan Roh, Nasir Makarim Syirazi
10. Ceramah-Ceramah (1), Murtadha Muthahhari
11. Ceramah-Ceramah (2), Murtadha Muthahhari
12. Dunia Wanita Dalam Islam, Syaikh Husain Fadlullah
13. Etika Seksual dalam Islam, Murtadha Muthahhari
14. Fathimah Az-Zahra, Ibrahim Amini
15. Fiqih Imam Ja’far Shadiq [1], Muhammad Jawad Mughniyah
16. Fiqih Imam Ja’far Shadiq Buku [2], Muh Jawad Mughniyah
17. Fiqih Lima Mazhab, Muh Jawad Mughniyah
18. Fitrah, Murthadha Muthahhari
19. Gejolak Kaum Muda, Nasir Makarim Syirazi
20. Hak-hak Wanita dalam Islam, Murtadha Muthahhari
21. Imam Mahdi Figur Keadilan, Jaffar Al-Jufri (editor)
22. Kebangkitan di Akhirat, Nasir Makarim Syirazi
23. Keutamaan & Amalan Bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan, Sayid Mahdi al-Handawi
24. Keluarga yang Disucikan Allah, Alwi Husein,Lc
25. Ketika Bumi Diganti Dengan Bumi Yang Lain, Jawadi Amuli
26. Kiat Memilih Jodoh, Ibrahim Amini
27. Manusia Sempurna, Murtadha Muthahhari
28. Mengungkap Rahasia Mimpi, Imam Ja’far Shadiq
29. Mengendalikan Naluri, Husain Mazhahiri
30. Menumpas Penyakit Hati, Mujtaba Musawi Lari
31. Metodologi Dakwah dalam Al-Qur’an, Husain Fadhlullah
32. Monoteisme, Muhammad Taqi Misbah
33. Meruntuhkan Hawa Nafsu Membangun Rohani, Husain Mazhahiri
34. Memahami Esensi AL-Qur’an, S.M.H. Thabatabai
35. Menelusuri Makna Jihad, Husain Mazhahiri
36. Melawan Hegemoni Barat, M. Deden Ridwan (editor)
37. Mengenal Diri, Ali Shomali
38. Mengapa Kita Mesti Mencintai Keluarga Nabi Saw, Muhammad Kadzim Muhammad Jawad
39. Nahjul Balaghah, Syarif Radhi (penyunting)
40. Penulisan dan Penghimpunan Hadis, Rasul Ja’farian
41. Perkawinan Mut’ah Dalam Perspektif Hadis dan Tinjauan Masa Kini, Ibnu Mustofa (editor)
42. Perkawinan dan Seks dalam Islam, Sayyid Muhammad Ridhwi
43. Pelajaran-Pelajaran Penting Dalam Al-Qur’an (1), Murtadha Muthahhari
44. Pelajaran-Pelajaran Penting Dalam Al-Qur’an (2), Murtadha Muthahhari
45. Pintar Mendidik Anak, Husain Mazhahiri
46. Rahasia Alam Arwah, Sayyid Hasan Abthahiy
47. Suara Keadilan, George Jordac
48. Yang Hangat dan Kontroversial dalam Fiqih, Ja’far Subhani
49. Wanita dan Hijab, Murtadha Muthahhari

--------------------

(2) Penerbit : Pustaka Hidayah

01. 14 Manusia Suci, WOFIS IRAN
02. 70 Salawat Pilihan, Al-Ustads Mahmud Samiy
03. Agama Versus Agama, Ali Syari’ati
04. Akhirat dan Akal, M Jawad Mughniyah
05. Akibat Dosa, Ar-Rasuli Al-Mahalati
06. Al-Quran dan Rahasia angka-angka, Abu Zahrah Al Najdiy
07. Asuransi dan Riba, Murtadha Muthahhari
08. Awal dan Sejarah Perkembangan Islam Syiah, S Husain M Jafri
09. Belajar Mudah Ushuluddin, Dar al-Haqq
10. Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam,Husain Ali Turkamani
11. Catatan dari Alam Ghaib, S Abd Husain Dastaghib
12. Dari Saqifah Sampai Imamah, Sayyid Husain M. Jafri
13. Dinamika Revolusi Islam Iran, M Riza Sihbudi
14. Falsafah Akhlak, Murthadha Muthahhari
15. Falsafah Kenabian, Murthada Muthahhari
16. Gerakan Islam, A. Ezzati
17. Humanisme Antara Islam dan Barat, Ali Syari’ati
18. Imam Ali Bin Abi Thalib & Imam Hasan bin Ali Ali Muhammad Ali
19. Imam Husain bin Ali & Imam Ali Zainal Abidin Ali Muhammad Ali
20. Imam Muhammad Al Baqir & Imam Ja’far Ash-Shadiq Ali Muhammad Ali
21. Imam Musa Al Kadzim & Imam Ali Ar-Ridha Ali Muhammad Ali
22. Inilah Islam, SMH Thabataba’i
23. Islam Agama Keadil

Semoga Bermanfaat.


Lihat Link dibawah;
















Minggu, 18 Mei 2014

KEUTAMAAN MEMELIHARA UBAN



 KEUTAMAAN MEMELIHARA UBAN


Asy Syaikh Al-Albany Rahimahullah


| | |


Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda:

لَا تَنْتِفُوْا الشَّيْبَ فإنَّهُ نُوْرٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ شَابَ شَيْبَةً فِيْ الْإِسْلَامِ كُتِبَ لَهُ بِهَا حَسَنَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيْئَةٌ وَرُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ.

“Janganlah kalian mencabut uban, karena dia merupakan cahaya pada hari kiamat nanti, dan siapa saja yang memiliki satu uban dalam keadaan dia di atas agama Islam, maka dengan setiap ubannya itu dia akan dicatatkan satu kebaikan untuknya, dihapus satu kesalahannya darinya, dan diangkat baginya satu derajat.

Asy-Syaikh Al-Albany rahimahullah berkata dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 1243: “Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban no. 1479 dengan sanad hasan.”


Alih Bahasa: Abu almass

Jum’at 16 rajab


Sumber: Forum Salafy


HUKUM MENCABUT UBAN DI KEPALA DAN JENGGOT.

Berkata Al-Imam An-Nawawi rahimahullah :

‎يُكْرَهُ نَتْفُ الشَّيْبِ،
‎لِحَدِيثِ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ :

‎ ( لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ ، فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ) 

‎حَدِيثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُمْ بِأَسَانِيدَ حَسَنَةٍ. 

‎هَكَذَا قَالَ أَصْحَابُنَا يُكْرَهُ ,

‎صَرَّحَ بِهِ الْغَزَالِيُّ وَالْبَغَوِيُّ وَآخَرُونَ , وَلَوْ قِيلَ :

‎ يَحْرُمُ لِلنَّهْيِ الصَّرِيحِ الصَّحِيحِ لَمْ يَبْعُدْ , وَلَا فَرْقَ بَيْنَ نَتْفِهِ مِنْ اللِّحْيَةِ وَالرَّأْسِ.

Mencabut uban merupakan perkara yang dibenci.

Berdasarkan hadits 'amr bin syu'aib dari bapaknya dari kakeknya dari nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

*Janganlah kalian mencabut uban,*
*Karena uban adalah cahaya muslim pada hari kiyamat.*

Hadits hasan,
Riwayat Abu daud,tirmidzi,nasai dan selainnya dengan sanad yang hasan.

Demikianlah pendapat mazhab syafi'iyyah :
Di benci mencabut uban.

Pendapat ini disebutkan secara tegas oleh al-imam ghozali,al-baghowi dan selainnya.

Jika dikatakan DIHARAMKAN mencabut uban karena pelarangan yang sangat jelas dan shohih sungguh pendapat ini tidak jauh dari kebenaran.
DAN TIDAK PERBEDAAN ANTARA MENCABUT UBAN DI JENGGOT DAN KEPALA.

📚.Sumber :
Al-Majmu' : 1 / 344.
___________________
✒ Abu 'abdillah Sahal.
_____________________________________
Percayakan ZAKAT, INFAQ, & SEDEKAH anda kepada kami PEDULI DAKWAH dengan menyalurkan ke:
- Bank BNI Syariah nomor
7882178829 [khusus zakat]
- Bank BNI Syariah nomor
7882078824 [khusus shadaqah, dakwah, dan umum]
*Seluruhnya a.n. Peduli Dakwah*

Semoga Allah membalas dengan kebaikan yang banyak dan menjadikannya sebagai pemberat timbangan pahala kita di akhirat kelak.
‎[آمين اللهمّ آمين]

Info, hasil, dan laporan PEDULI DAKWAH akan kami tampilkan secara berkala di website http://pedulidakwah.or.id

Info lain bisa disimak di:
facebook.com/lazpedulidakwah
telegram.me/lazpedulidakwah
instagram.com/lazpedulidakwah

Jika ingin menjadi DONATUR TETAP dari PEDULI DAKWAH, silakan hubungi kontak informasi:
0811 444 2882

[Telepon, SMS, Whatsapp, Telegram]