Kamis, 30 Januari 2014

Pohon Angker Atau Keramat


         Angker Atau Keramat
   Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
     Di berbagai daerah, ada saja pepohonan yang dianggap keramat atau angker. Berbagai kisah mistis beredar di masyarakat seputar pepohonan tersebut. 
    Ada cerita tentang sundel bolong, atau gondoruwo, atau nomor jitu, atau ajimat dan lainnya. Sobat, sebagai orang islam, mungkin pepohonon semacam ini menjadi dilema tersendiri. Di satu sisi anda hanya percaya bahwa hidup, mati, rejeki dan petaka hanyalah kuasa Allah. Namun di sisi lain, banyak saksi mata atau saksi hidup yang menceritakan pengalaman mereka  dengan pohon angker atau keramat tersebut. Tak ayal lagi, betapa sering bulu kuduk anda berdiri, badan anda sekejap terasa dingin karena ketakutan.
Nah, untuk mengetahui fakta sejatinya tentang pepohonan angker tersebut, saya suguhkan kisah nyata tentang pepohonan semacam itu. 
    Semoga dengan memahaminya, anda bisa bersikap moderat, dan tepat, sebagaimana bulu kuduk anda tidak lagi berdiri karenanya. Abu Thufail mengisahkan, setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berhasil menundukkan kota Makkah, beliau segera mengutus sahabat Khalid bin Walid untuk pergi ke daerah Nakhlah. Di tempat tersebut terdapat berhala Uzza. Mendapat perintah tersebut, sahabat Khalid bin Walid yang baru saja masuk Islam bergegas berangkat menuju ke daerah Nakhlah. Di sana beliau mendapatkan tiga pohon besar, yang segera ia potong dan beliau juga meruntuhkan bangunan yang ada di sebelahnya. Seusai meronbohkan ketiga pohon itu, beliau segera kembali menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam guna melaporkan tugasnya. Namun betapa terkejutnya sahabat Khalid, karena ternyata Rasulullah bersabda kepadanya:

ﺍﺭﺟﻊ ﻓﺈﻧﻚ ﻟﻢ ﺗﺼﻨﻊ ﺷﻴﺌﺎ

“Kembalilah, karena sejatinya engkau belum berbuat apa-apa“. Segera sahabat Khalid kembali lagi ke daerah Nakhlah sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ketika para juru kunci berhala Uzza menyaksikan kedatangan sahabat Khalid, mereka segera lari tunggang langgang ke arah gunung sambil berteriak: “Wahai Uzza, Wahai Uzza“. 
  Segera sahabat Khalid mendatangi Uzza, ternyata Uzza adalah jin wanita yang menampakkan dirinya dalam kondisi telanjang, rambutnya terurai, dan kepalanya belepotan dipenuhi tanah. Seakan tidak ingin menyia nyiakan kesempatan, segera sahabat Khalid mengayuhkan pedangnya ke arah Uzza, sehingga ia tersungkur dan mati. 
   Setelah berhasil menebas Uzza, segera sahabat Khalid pulang guna menjumpai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sesampainya di hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau menceritakan perihal wanita tersebut.
Mendapat laporan tersebut, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻌﺰﻯ

“Itulah sejatinya yang selama ini disebut dengan Uzza” (HR. An Nasai, Al Baihaqy dan lainnya, dihasankan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i dalam Shahih Al Musnad, 533).
    Sahabat Khalid yang baru saja masuk Islam, sama sekali tidak gentar menghadapi setan yang selama itu menyesatkan dan dipuja puji oleh orang orang musyrik. Semua itu berkat iman yang baru saja merasuki jiwa beliau.
   Begaimana dengan anda sobat?
_________





























Rabu, 29 Januari 2014

Ganjaran Shalat Di Daratan (tanah yang luas)



GANJARAN SHALAT DI DARATAN ( TANAH YANG LUAS ) ........

🔸Apabila kamu berada di daratan (padang sahara) dan masuk ketika itu waktu shalat wajib, jangan kamu berpindah dari tempat tersebut untuk pergi ke mesjid !!! akan tetapi kebalikannya, bangkit dan kumandangkanlah adzan, tinggikan suaramu dan tegakkanlah shalat setelah itu serta hadirkan kekhusyu'an dalam shalatmu, karena kamu tidak mengetahui berapa banyak makhluq yang shalat dibelakangmu !!! dalil akan amalan ini adalah.

 Dari Abu sa'id Alkhudry radhiyallahu 'anhu berkata.."Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.."shalat bersama jamaah, menyamai dua puluh lima shalat, apabila seorang shalat di padang sahara (tanah yang lapang) kemudian ia sempurnakan rukuknya dan sujudnya maka (yang demikian) akan mencapai lima puluh shalat."

📃diriwayatkan Al Hakim dan di shohihkan Al Albany.

 Dari 'Uqbah bin 'Aamir radhiyallahu 'anhu berkata.."Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.."Rabbmu merasa takjub dari seorang pengembala kambing yang berada di puncak gunung dimana ia mengumandangkan adzan untuk shalat kemudian ia pun shalat, lalu Allah 'azza wajalla berkata.."lihatlah hambaku ini ia mengumandangkan adzan lalu ia tegakkan shalat dan ia takut kepadaku, sungguh aku telah mengampuninya dan aku masukkan ia ke surga."

📃diriwayatkan Abu Daud dan Annasa'i dan di shohihkan Al Albany.

 Dari salman Alfaarisy radhiyallahu 'anhu berkata.."Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.."Apabila seseorang berada di padang sahara kemudian datang padanya waktu shalat maka hendaklah ia berwudhu', kalau seandainya ia tidak mendapati air maka bertayamumlah, jika ia iqamah ( untuk shalat ) akan shalat bersamanya dua malaikat dan jika ia adzan dan iqamah maka akan shalat bersamanya bala tentara Allah yang tidak terlihat ujungnya."

📃diriwayatkan Abdur Razaq dan dishohihkan Al Albany.

Dan diambil faedah dari kalimat-kalimat diatas :
🔹Anjuran dan motifasi untuk menunaikan shalat-shalat lima waktu pada waktunya yang disyari'atkan di padang sahara atau di tanah yang lapang dimanapun seorang muslim berada dan datang padanya ketika itu waktu shalat .
🔹Menjelaskan tentang keutamaan dan pahala yang banyak yang ada padanya apabila didahului afzan dan iqamah .

Rabb ku jadikanlah aku termasuk orang-orang yang menegakkan shalat dan juga anak keturunan ku, Rabb kami terimalah doa kami .......
Bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.."Telah dekat hari kiamat, tidaklah bertambah semangatnya manusia terhadap dunia, tidaklah menambah mereka kecuali jauhnya mereka dari Allah."

📃shohihul jaami' Al Albany rahimahullahu ta'ala. dan disinilah haditsnya : http://cutt.us/F8cs

📚📙Abu Hudzaifah Ahmad riau faedah WA Ta'zhiim Assunnah riau.



Senin, 27 Januari 2014

MENGENAI AIR KETUBUN


  ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢِ

 Beberapa Hal Sebagai Berikut:
               ↓ 

1. Apakah air ketuban itu najis?

2. Apabila seorang wanita sudah mengeluarkan air ketuban, apakah masih dihukumi suci, Sehingga wajib shalat?

3. Apabila pakaian tenaga medis yang menolong persalinan terkena darah nifas apakah boleh dibawa shalat?

Penjelasan:   

Beberapa hal sebagai berikut:


Pertama : air ketuban adalah air yang berasal dari rahim, keluar
sebelum melahirkan. 
Air ketuban bukanlah najis, karena tidak ada dalil kuat menunjukkan najisnya.


Kedua : bila air ketuban keluar tanpa disertai darah, hal tersebut
tidak memberi pengaruh hukum terhadap seorang perempuan
sehingga dia tetap wajib untuk menunaikan shalat lima waktunya.


Ketiga : bila air ketuban keluar disertai darah, perlu ditimbang kedudukan darah tersebut.
Menimbangnya adalah dengan melihat kondisi perempuan tersebut:


-♥   Bila darah keluar disertai oleh rasa sakit seperti lumrahnya
seorang perempuan yang akan melahirkan, darah tersebut dianggap sebagai darah nifas.


-♥   Bila darah tersebut keluar tanpa disertai rasa sakit, darah tersebut dianggap darah rusak dan bukan darah nifas.



Keempat : darah nifas adalah sama dengan darah haidh sebagai darah yang najis.
 Tidak ada silang pendapat di kalangan ulama tentang kenajisannya.
Oleh karena itu, tidak boleh seorang melakukan shalat
dengan memakai pakaian yang tertimpa darah nifas yang najis.
Wallâhu A’lam .


KEUTAMAAN HARI JUM'AT



ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢ
      Kabar gembira untuk kita semua bahwa ternyata kita mempunyai hari yang istimewa dalam deretan 7 hari yang kita kenal.
Hari itu adalah hari jum’at. ,
hari jum’at memang istimewa namun tidak selayaknya kita berlebihan dalam menanggapinya.
Dalam artian, kita mengkhususkan dengan ibadah tertentu misalnya puasa tertentu khusus hari Jum’at,
tidak boleh pula mengkhususkan bacaan dzikir, do’a dan membaca surat-surat tertentu pada malam dan hari jum’at kecuali yang disyari’atkan.
Nah artikel kali ini, akan menguraikan beberapa keutamaan-keutamaan serta amalan-amalan yang disyari’atkan pada hari jum’at.
Semoga dengan kita memahami keutamaannya, kita bisa lebih bersemangat untuk memaksimalkan dalam melaksanakan amalan-amalan yang disyari’atkan pada hari itu, dan agar bisa meraihkeutamaan-keutamaan tersebut.


1. Hari paling utama di dunia
Ada beberapa peristiwa yang terjadi pada hari jum’at ini, antara lain:
Allah menciptakan Nabi Adam ‘alaihissallam dan mewafatkannya.
Hari Nabi Adam‘alaihissallam dimasukkan ke dalam surga.
Hari Nabi Adam‘alaihissallam diturunkan dari surga menuju bumi.
Hari akan terjadinya kiamat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Hari paling baik dimana matahari terbit pada hari itu adalah hari jumat, pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga, serta diturunkan dari surga, pada hari itu juga kiamat akan terjadi, pada hari tersebut terdapat suatu waktu dimana tidaklah seorang mukmin shalat menghadap Allah mengharapkan kebaikan kecuali Allah akan mengabulkan permintannya.” (HR.Muslim)

2. Hari bagi kaum muslimin Hari jum’at adalah hari berkumpulnya umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masjid-masjid mereka yang besar untuk mengikuti shalat dan sebelumnya mendengarkan dua khutbah jum’at yang berisi wasiat taqwa dan nasehat-nasehat, serta do’a.
Dari Kuzhaifah dan Rabi’i bin Harrasy radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Allah menyesatkan orang-orang sebelum kami pada hari jum’at, Yahudi pada hari sabtu, dan Nasrani pada hari ahad, kemudian Allah mendatangkan kami dan memberi petunjuk pada hari jum’at, mereka umat sebelum kami akan menjadi pengikut pada hari kiamat, kami adalah yang terakhir dari penghuni dunia ini dan yang pertama pada hari kiamat yang akan dihakimi sebelum umat yang lain.” (HR. Muslimdan Ibnu Majah)

3. Hari yang paling mulia dan merupakan penghulu dari hari-hari Dari Abu Lubabah bin Ibnu Mundzir radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Hari jum’at adalah penghulu hari-hari dan hari yang paling mulia di sisi Allah, hari jum’at ini lebih mulia dari hari raya Idhul Fitri dan Idul Adha di sisi Allah, pada hari jum’at terdapat lima peristiwa, diciptakannya Adam dan diturunkannya ke bumi, pada hari jum’at juga Adam dimatikan, di hari jum’at terdapat waktu yang mana jika seseorang meminta kepada Allah maka akan dikabulkan selama tidak memohon yang haram, dan di hari jum’at pula akan terjadi kiamat, tidaklah seseorang malaikat yang dekat di sisi Allah, dibumi dan dilangit kecuali dia dikasihi pada hari jum’at.” (HR. Ahmad)

4. Waktu yang mustajab untuk berdo’a,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hari jum’at lalu beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di hari jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat didalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.
” Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yg menunjukkan sedikitnya waktu itu. (HR. Bukhari Muslim) Namun mengenai penentuan waktu, para ulama berselisih pendapat.

   Diantara pendapat-pendapat tersebut ada dua pendapat yang paling kuat:
a. Waktu itu dimulai dari duduknya imam sampai pelaksanaan shalat jum’at Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata padanya, “Apakah engkau telah mendengar ayahmu meriwayatkan hadits dari Rasulullah sehubungan dengan waktu ijaabah pada hari jum’at?”
Lalu Abu Burdah mengatakan,
“Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Yaitu waktu antara duduknya imam sampai shalat dilaksanakan.’” (HR.Muslim) Imam Nawawi rahimahullah menguatkan pendapat di atas.
Sedangkan Imam As-Suyuthirahimahullah menentukan waktu yang dimaksud adalah ketika shalat didirikan.
b. Batas akhir dari waktu tersebut hingga setelah ‘ashar Dari Jabir bin‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hari jum’at itu dua belas jam.
Tidak ada seorang muslimpun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah.
Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘ashar.” (HR. Abu Dawud) Dan yang menguatkan pendapat kedua ini adalah Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau mengatakn bahwa, “Ini adalah pendapat yang dipegang oleh kebanyakan generasi salaf dan banyak sekali hadits-hadits mengenainya.”

5. Dosa-dosanya diampuni antara jum’at tersebut dengan jum’at sebelumnya,
Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“ Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyak, atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan  (dengan seksama) ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari)


1. Memperbanyak shalawat,
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“ Perbanyaklah shalawat kepadaku setiap hari jum’at karena shalawatnya umatku akan dipersembahkan untukku pada hari jum’at, maka barangsiapa yang paling banyak bershalawat kepadaku, dia akan paling dekat derajatnya denganku.” (HR. Baihaqi dengan sanad shahih)

2. Membaca surat Al Kahfi,
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari jum’at akan diberikan cahaya baginya diantara dua jum’at.” (HR. Al Hakim dan Baihaqi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)


3. Memperbanyak do’a (HR Abu Daud poin 4b.)

4. Amalan-amalan shalat jum’at (wajib bagi laki-laki) Mandi, bersiwak, dan memakai wangi-wangian.
Berpagi-pagi menuju tempat shalat jum’at.
Diam mendengarkan khatib berkhutbah.
Memakai pakaian yang terbaik.
Melakukan shalat sunnah selama imam belum naik ke atas mimbar.
Setelah membaca artikel tersebut semoga kita bisa mendapat manfaat yang lebih besar dengan menambah amalan-amalan ibadah yang disyari’atkan.
Sungguh begitu banyak jalan agar kita bisa meraup pahala sebanyak-banyaknya sebagai bekal perjalanan kita di akhirat kelak.
Wallahu a’lam.
Maraji’: Do’a dan Wirid, Pustaka Imam Asy-Syafi’i Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-ladziina Aamanuu, Pustaka Al-Kautsar Amalan dan Waktu yang Diberkahi, Pustaka Ibnu Katsir...
***



Rabu, 22 Januari 2014

Hukum Makanan Dari Perayaan Bid'ah

17 Sep, th 2012 › Ust Dzulqarnain↓ 

        Terdapat sejumlah pertanyaan seputar makanan-makanan yang berasal dari acara-acara bid’ah atau yang tidak disyari’atkan.
Berikut beberapa fatwa ulama tentang hal tersebut.

Guru kami, Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbâd Al-Badr, pernah ditanya, “Apakah boleh memakan makanan ahlul bid’ah? Perlu diketahui bahwa mereka membuat makanan ini untuk bid’ah tersebut, seperti makanan untuk maulid Nabi.

Beliau menjawab, “Yang wajib adalah mengingatkan mereka untuk menjauhi bid’ah-bid’ah dan meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan. Terhadap seorang manusia, (kita mengingatkan) agar tidak memakan makanan yang dibuat untuk perkara-perkara bid’ah dan perkara-perkara yang diharamkan.” [Pelajaran Sunan Abu Dawud, kaset no. 137]

Dalam fatwa Al-Lajnah Ad- Dâ`imah 22/270-271 yang ditandatangani oleh Syaikh Abdul ‘Aziz Âlu Asy-Syaikh, Syaikh Shalih Al-Fauzân, dan Syaikh Bakr Abu Zaid, disebutkan tanya-jawab sebagai berikut.

“Apa hukum memakan makanan yang dipersiapkan untuk acara-acara tertentu atau suatu kebiasaan, seperti memakan makanan musim semi yang siapkan dengan tepung putih dan tanaman ketika musim semi telah tiba?”

Jawaban

Apabila makanan-makanan ini tidak berhubungan dengan hari-hari raya dan acara-acara bid’ah, serta tidak ada penyerupaan terhadap orang-orang kafir, tetapi hanya kebiasaan-kebiasaan untuk menganekaragamkan makanan seiring pergantian musim, tidak masalah dalam memakannya karena asal dalam kebiasaan adalah pembolehan.”

Dari jawaban di atas, tampak bahwa pensyaratan pembolehan adalah bila tidak berhubungan dengan hari hari raya dan acara-acara bid’ah, serta tidak ada penyerupaan terhadap orang-orang kafir.


Risalah Ilmiyah An-Nashihah, vol. 09 Th. 1/1426 H/2005 M, hal.2-3, memuat tanya-jawab berikut.

Pertanyaan

Di negeri kami, sebagian orang mengadakan perayaan maulid dan perayaan-perayaan bid’ah lainnya. Kemudian mereka mengirim sebagian makanan dari perayaan-perayaan tersebut ke rumah kami. Apakah kami boleh memakannya?

Jawaban

Mufti Umum Arab Saudi, Abdul Aziz bin Abdullah bin
Muhammad Âlu Asy-Syaikh, pada malam Jum’at, 8 Sya’ban
1425 H, bertepatan dengan 29 September 2004, menjawab sebagai berikut.

“Wallahu a’lam, tentang acara-acara yg diselenggarakan untuk perkara-perkara bid’ah, tidaklah boleh memakan (makanan) pada (acara) tersebut karena makanan tersebut diletakkan di atas hal yang tidak disyariatkan.”

Syaikh Abdullah bin Abdurrahim Al-Bukhâry, pada sore 5 Syawal 1425 H, bertepatan dengan 17 November 2004, menjawab sebagai berikut.

“Makanan perayaan-perayaan maulid adalah bid’ah dalam agama -menurut (pendapat) yang benar- dan menyelisihi petunjuk Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat beliau. Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana dalam kitab Ash-Shahîhain
(Shahîh Al-Bukhâry dan Shahih Muslim),

ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻲ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan perkara baru, dalam agama kami, yang tidak termasuk dari (agama) tersebut (perkara) itu tertolak.”

Tentunya, manusia tidak hanya terbatas dengan mengadakan maulid-maulid, bid’ah-bid’ah seperti perayaan maulid ini, perayaan-perayaan lain yang berkaitan dengan hal seperti ini, bahkan mereka juga menambahnya dengan sembelihan-sembelihan dan berbagai jenis makanan. Oleh karena itu, kiriman makanan tersebut kepada manusia, menurutku, tidaklah pantas untuk diambil dan dimakan karena ada bentuk menolong ahlil bid’ah ‘pelaku bid’ah’. Jika seseorang melihat seorang Sunni (pengikut sunnah), atau selainnya, mengambil atau memakan makanan seperti itu dan membolehkan hal seperti ini untuk dirinya, manusia akan menjadi bingung sehingga mereka tidak mengetahui yang haq dari yang batil. Maka, manusia seharusnya diberitahu bahwa hal seperti ini tidaklah boleh dan makanan-makanan seperti itu tidaklah boleh, juga bahwa tidaklah pantas menghidupkan bentuk (perayaan) seperti ini. Jelaskanlah kepada mereka, ingatkanlah mereka, dan buatlah mereka takut terhadap Allah Jalla wa ‘Azza .

Sesungguhnya, makanan seperti ini seharusnya ditinggalkan berdasarkan atsar Abu Bakr radhiyallâhu ‘anhu bahwa seorang maulanya (budaknya) menghadiahkan makanan kepadanya kemudian berkata,
‘Makanan ini berasal dari perdukunan yang saya lakukan pada masa jahiliyah.’ Maka, Abu Bakr memasukkan tangannya lalu mengeluarkan makanan tersebut dari perutnya, seraya berkata, ‘Demi Allah, andaikata Saya tahu bahwa ruhku akan keluar bersama makanan tersebut, niscaya saya akan mengeluarkan (ruhku).’ [1]Hal ini menunjukkan kesempurnaan wara’ beliau radhiyallâhu ‘anhu. Maka, dibangun di atas dasar nash ini dan selainnya, seseorang tidaklah pantas membantu orang-orang tersebut serta tidak boleh memakan makanannya, tetapi meninggalkan (makanan) itu. Itulah yang terbaik.”
Demikian fatwa-fatwa ulama kita yang tidak memperbolehkan.

Dalam catatan kaki Hâsyiyah Fathul Majîd , Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz meluruskan pendapat Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqiy. Di antara penjelasan beliau adalah, “… akan tetapi, bila makanan tersebut berasal dari daging sembelihan kaum musyrikin, lemak, atau kuah (daging) itu, hal tersebut adalah haram karena sembelihan (kaum musyrikin) berada pada hukum bangkai sehingga menjadi haram dan menajisi makanan yang bercampur dengannya. Berbeda dengan roti dan yang semisalnya berupa hal-hal yang tidak bercampur dengan suatu sembelihan kaum musyrikin apapun, hal tersebut adalah halal bagi siapa saja yang mengambilnya ….”
~~~~~~~~~~~~~~~~~~


[1] Dalam konteks riwayat Al-Bukhâry no. 3842 dari hadits
Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ , Aisyah bertutur,

ﻛَﺎﻥَ ﻟِﺄَﺑِﻲ ﺑَﻜْﺮٍ ﻏُﻼَﻡٌ ﻳُﺨَﺮِّﺝُ ﻟَﻪُ ﺍﻟﺨَﺮَﺍﺝَ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺃَﺑُﻮ ﺑَﻜْﺮٍﻳَﺄْﻛُﻞُ ﻣِﻦْ ﺧَﺮَﺍﺟِﻪِ، ﻓَﺠَﺎﺀَ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﺑِﺸَﻲْﺀٍ ﻓَﺄَﻛَﻞَ ﻣِﻨْﻪُ ﺃَﺑُﻮﺑَﻜْﺮٍ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻪُ ﺍﻟﻐُﻼَﻡُ: ﺃَﺗَﺪْﺭِﻱ ﻣَﺎ ﻫَﺬَﺍ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺃَﺑُﻮﺑَﻜْﺮٍ: ﻭَﻣَﺎ ﻫُﻮَ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻛُﻨْﺖُ ﺗَﻜَﻬَّﻨْﺖُ ﻟِﺈِﻧْﺴَﺎﻥٍ ﻓِﻲﺍﻟﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ، ﻭَﻣَﺎ ﺃُﺣْﺴِﻦُ ﺍﻟﻜِﻬَﺎﻧَﺔَ، ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻧِّﻲ ﺧَﺪَﻋْﺘُﻪُ،ﻓَﻠَﻘِﻴَﻨِﻲ ﻓَﺄَﻋْﻄَﺎﻧِﻲ ﺑِﺬَﻟِﻚَ، ﻓَﻬَﺬَﺍ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺃَﻛَﻠْﺖَ ﻣِﻨْﻪُ،ﻓَﺄَﺩْﺧَﻞَ ﺃَﺑُﻮ ﺑَﻜْﺮٍ ﻳَﺪَﻩُ، ﻓَﻘَﺎﺀَ ﻛُﻞَّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓِﻲ ﺑَﻄْﻨِﻪِ

“Adalah Abu Bakr memiliki seorang budak yang memberi setoran kepadanya, dan Abu Bakr makan dari setoran tersebut.   Pada suatu hari, budak itu datang membawa sesuatu, dan Abu Bakr memakan (sesuatu) itu. Budak tersebut berkata kepadanya, ‘Tahukah engkau, apa ini?’ Abu Bakr balik bertanya, ‘Apa ini?’ (Budak) itu menjawab, ‘Dahulu, Saya melakukan perdukunan pada seseorang di masa jahiliyah. Saya sebenarnya tidak pandai melakukan perdukunan tersebut, tetapi Saya menipunya. Lalu, ia memberi (makanan) tersebut kepadaku, dan inilah makanan yang telah engkau makan.’ Maka, Abu Bakr memasukkan tangannya lalu memuntahkan seluruh isi perutnya.”
Dikutip dari: Artikel Dzulqarnain.net


Senin, 20 Januari 2014

JAUHI DEBAT KUSIR

 ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢِ 

      1. Nabi Muhammad shållallåhu‘alayhi wa sallam“Aku akan menjamin sebuah rumahdi dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. 
 Dan aku menjamin sebuah rumah ditengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda.
 Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.”(HR. AbuDawud dalam Kitab al Adab, hadits no: 4167. Dihasankan oleh al-Albani dalam as-Shahihah [273] as-Syamilah)

        2. Nabi Sulaiman ‘alaihissalam Nabi Sulaiman ‘alaihissalam berkata kepada putranya :“Tinggalkanlah mira’ (jidal,mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit.

 Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” [Ad-Darimi: 309,al Baihaqi, Syu’abul Iman: 1897]

         3. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa“ Cukuplah engkau sebagai orangzhalim bila engkau selalu mendebat.

Dan cukuplah dosamu jika kamu selalu menentang, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu berbicara dengan selain dzikir kepada Allah.” [al-Fakihi dalam Akhbar Makkah]

       4. Abud Darda radhiyallahu ‘anhu“ Engkau tidak menjadi alim sehingga engkau belajar, dan engkau tidak disebut mengerti ilmu sampai engkau mengamalkannya. Cukuplah dosamu bila kamu selalu mendebat, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu menentang.

 Cukuplah dustamu bila kamu selalu berbicara bukan dalam dzikir tentang Allah.” [Darimi:299]

      5. Muslim Ibn Yasar rahimahullah“Jauhilah perdebatan, karena ia adalah saat bodohnya seorang alim, di dalamnya setan menginginkan ketergelincirannya.

”[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra; Darimi: 404]

        6.Hasan Bashri rahimahullah Ada orang datang kepada Hasan Bashri rahimahullah lalu berkata :“Wahai Abu Sa’id kemarilah, agar aku bisa mendebatmu dalam agama!" 

Maka Hasan Bashri rahimahullah berkata :“ 

Adapun aku maka aku telah memahami agamaku,  jika engkau telah menyesatkan (menyia-nyiakan) agamamu maka carilah (orang lain).” 
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 588]

        7. Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah “Barang siapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk perdebatan maka ia akan banyak berpindah-pindah (agama/keyakina/aqidah).”

[Ibnu Baththah, al-Ibanahal-Kubra: 565]

        8. Abdul Karim al-Jazari rahimahulah “Seorang yang wira’i

   (1) tidak akan pernah mendebat sama sekali.” 
[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 636; Baihaqi dalam Syu’ab:8249]

       9. Ja’far ibn Muhammad rahimahullah“Jauhilah oleh kalian pertengkaran dalam agama, karena ia menyibukkan (mengacaukan) hati dan mewariskan kemunafikan. 


        10. Mu’awwiyah ibn Qurrah rahimahullah “Dulu dikatakan : pertikaian dalam agama itu melebur amal.” [Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 562]


        11. Al Auza’i rahimahullah“Jika Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum maka Allah menetapkan jidal pada diri mereka dan menghalangi mereka dari amal.” [Siyar al-A’lam 16/104; Tadzkiratul Huffazh: 3/924; Tarikh Dimsyq: 35/202]


        12. Imran al-Qashir rahimahullah“Jauhi oleh kalian perdebatan dan permusuhan, jauhi oleh kalian orang-orang yang mengatakan : Bagaimana menurutmu, bagaimana pendapatmu.” 

[Ibnu Baththah, al-Ibanah al-Kubra: 639]

        13. Muhammad ibn Ali ibn Husain rahimahullah“Pertikaian itu menghapuskan agama dan menumbuhkan permusuhan di hati orang-orang.”

[al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]

         14. Abdullah ibn Hasan ibn Husain rahimahullah Dikatakan kepada Abdullah ibn alHasan ibn al Husain rahimahullah : “Apa pendapatmu tentang perdebatan (mira’)?

"Dia menjawab : “Merusak persahabatan yang lamadan mengurai ikatan yang kuat.
Minimal ia akan menjadi sarana untuk menang-menangan itu adalah sebab pemutus talit silaturrahim yang paling kuat.” 
[Tarikh Dimasyq:27-380]

          15. Bilal ibn Sa’d rahimahullah (kedudukannya di Syam sama dengan Hasan Bashri di Bashrah) “Jika kamu melihat seseorang terus-terusan menentang dan mendebat maka sempurnalah kerugiannya.”

[al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23]

          16. Wahab ibnu Munabbih rahimahullah“ Tinggalkanlah jidal dari perkaramu, karena ia tidak akan dapat mengalahkan salah satu dari dua orang : seseorang yang lebih alim darimu, bagaimana engkau memusuhi dan mendebat orang yang lebih alim darimu? Dan seseorang yang engkau lebih alim dari padanya, bagaimana engkau memusuhi orang yang engkau lebih alim dari padanya dan ia tidak mentaatimu? Maka tinggalkanlah itu.

”[Tahdzibul Kamal:31/148; Siyarul A’lam: 4/549; Tarikh Dimasyq: 63/388]

          17. Malik ibnu Anas rahimahullah Ma’n rahimahullah berkata :“ Pada suatu hari Imam Malik ibn Anas berangkat ke masjid sambil berpegangan pada tangan saya, lalu beliau dikejar oleh seseorang yang dipanggil dengan Abu al-Juwairah yang dituduh memiliki Aqidah Murji’ah.

 "Dia berkata :"Wahai Abu Abdillah dengarkanlah dariku sesuatu yang ingin saya kabarkan kepada anda, saya ingin mendebat anda dan memberi tahu anda tentang pendapatku.
 "Imam Malik berkata :"Hati-hati, jangan sampai aku bersaksi atasmu.
 "Dia berkata :"Demi Allah, saya tidak menginginkan kecuali kebenaran.
Dengarlah, jika memang benar maka ucapkan.
          "Imam Malik bertanya :"Jika engkau mengalahkan aku?"
            Dia menjawab : "Maka ikutlah aku! 
          "Imam Malik bertanya lagi :" Kalau aku mengalahkanmu?"
            Dia menjawab : "Aku mengikutimu? 
          "Imam Malik bertanya : Jika datang orang ketiga 
            lalu kita ajak bicara dan kita dikalahkannya? "
            Dia berkata : Ya kita ikuti dia.
          "Imam Malik rahimahullah berkata :Hai Abdullah, Allah azza wa jallah telah mengutus Muhammad dengan satu agama, aku lihat engkau banyak berpindah-pindah (agama), padahal Umar ibnu Abdil Aziz telah berkata : “Barang siapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk perdebatan maka dia akan banyak berpindah-pindah ”Imam Malik rahimahullah berkata : "Jidal dalam agama itu bukan apa-apa (tidak ada nilainya sama sekali).
- "Imam Malik rahimahullah berkata :"Percekcokan dan perdebatan dalam ilmu itu menghilangkan cahaya ilmudari hari seorang hamba. "Imam Malik rahimahullah berkata : "Sesungguhnya jidal itu mengeraskan hati dan menimbulkan kebencian. 
"Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki ilmu sunnah, apakah ia boleh berdebat membela sunnah..?? Dia menjawab :"Tidak, tetapi cukup memberitahukan tentang sunnah." 
(Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik, QadhiIyadh: 1/51; Siyarul A’lam: 8/106; al-Ajjurri dalam al-Syari’ah, hal.62-65)

           18. Muhammad ibn Idris as-Syafi’Irahimahullah “Percekcokan dalam agama itu mengeraskan hati dan menanamkan kedengkian yang sangat.”

[Thobaqat Syafiiyyah 1/7, Siyar, 10/28]

           19. Ahmad bin Hambal rahimahullah Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya oleh seseorang : Saya ada di sebuah majelis lalu disebutlah didalamnya sunnah yang tidak diketahui kecuali oleh saya,apakah saya mengatakan? "Dia menjawab : Beritakanlah sunnah itu, dan janganlah mendebat karenanya! "Orang itu mengulangi pertanyaannya, maka Imam Ahmad rahimahullah berkata : Aku tidak melihatmu kecuali seorang yang mendebat. "

[al-Adab as-Syar’iyyah: 1/358, dalam bab menyebar sunnah dengan ucapan dan perbuatan tanpa perdebatan dan kekerasan; al-Bashirah fid-Da’wah Ilallah: 57]

           20. Shafwan ibn Muhammad al-Mazini rahimahullah Saat Shafwan rahimahullah melihat para pemuda berdebat di Masjid Jami’ maka ia mengibaskan tangannya sambil berkata : Kalian adalah jarab2, kalian adalah jarab.” [Ibnu Battah: 597] Dahulu dikatakan :"Janganlah engkau mendebat orang yang santun dan orang yang bodoh; orang yang santun mengalahkanmu, sedang orang yang bodoh menyakitimu.

"[Al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23] 

Semoga Allah menjauhkan kita semua dari jidal, dan menganugerahkan pada kita agar istiqomah... 

     Semoga Allah tidak menyimpangkan hati kita setelah Allah memberi hidayah-Nya pada kita.. 
Sumber : Alqiyamah Wasiat asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin Ali al-Yamani al-Wushobi al-Abdali Wahai Penuntut ilmu, jika kamu membuka pintu debat bersama temanmu maka sungguh kamu telah membuka pintu penyakit fitnah buat dirimu..
Apabila seseorang penuntut ilmu tidak menjauhkan diri darinya tentu akan mendapatkan marabahaya..
Rasulullah shållallåhu ‘alayhi wasallam bersabda :

ﻣﺎ ﺿﻞ ﻗﻮﻡ ﺑﻌﺪ ﻫﺪﻯ ﻛﺎ ﻧﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﻻﺃﻭﺗﻮﺍﺍﻟﺠﺪﺍﻝ : ﺛﻢﻗﺮﺃ 

: ﻣﺎﺿﺮﺑﻮﻩ ﻟﻚ ﺇﻻﺟﺪ ﻻ ﺑﻞ ﻫﻢ ﻗﻮﻡ ﺧﺼﻤﻮﻥ –ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺃﻣﺎﻣﺔ ﺍﻟﺒﺎﻫﻠﻲ –

“Tidaklah sesat suatu kaum setelah mereka mendapatkan petunjuk kecuali Allah berikan kepada mereka ilmu debat. 

Kemudian beliau membaca : mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” 
(HR Tirmidzi dari Abu Umamah al Bahily) 

Saya masih teringat seorang teman ketika awal belajar di Madinah, mungkin kurang lebih dua puluh empat atau dua puluh lima tahunyang silam, dia terkenal banyak berdebat. 
   Terkadang dia mulai berdebat dari setelah Isya’ sampai akhir malam. 
Ternyata pada akhirnya dia mendapatkan kegagalan, tidak menjaga waktu, tidak ber'istighfar, bertasbih, bertahlil, bangun malam, dan tidak melaksanakan bimbingan Rasulullah shållallåhu ‘alayhi wasallam..
   Rasulullah shållallåhu ‘alayhi wasallam bukanlah pendebat.
 Tatkala Rasulullah shållallåhu ‘alayhi wasallam pergi kerumah Fatimah dan Ali ketika beliau ingin membangunkan keduanya untuk sholat malam, beliau mengetuk pintu dan berkata :"Tidaklah kalian bangun untuk melaksanakan sholat? "Ali mengatakan :
"Sesungguhnya jiwa kami di Tangan Allah, Dia membangunkan sesuai kehendak-Nya.
"Beliau Sholallahu Alaihi Wa Sallam balik sambil memukul pahanya dan berkata :

ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻹﻧْﺴَﺎﻥُ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺷَﻲْﺀٍ ﺟَﺪَﻻ


  "Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak mendebat / membantah." 

(QS Al Kahfi :54)

 Rasulullah tidak mendebat Ali dan beliau menganggap bahwa apa yang dijawab Ali termasuk dari jidal (debat) dengan berdalilkan firman Allah :

ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻹﻧْﺴَﺎﻥُ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺷَﻲْﺀٍ ﺟَﺪَﻻ


   "Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak mendebat / membantah."

(QS Al Kahfi :54) 

Wahai penuntut ilmu jauhilah dari perdebatan, karena hal yang demikian itu menyebabkan kemurkaan dan kebencian di dalam hati..
   Katakan kepada temanmu apa yang kamu ketahui, kalau temanmu mengatakan tidak, kembalikanlah permasalahannya kepada Syaikhmu,dan sekali lagi menjauhlah kamu dari perdebatan, Rasulullah bersabda :

ﺇﺫﺍﺍﺧﺘﻠﻔﺘﻢ ﻗﻲ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻓﻘﻮﻣﻮﺍ – ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ


    "Apabila kalian berselisih di dalamAl Qur’an maka tinggalkan tempat tempat itu."(Muttafaqun Alaihi) Apabila terjadi disuatu majelis perdebatan, satu menyatakan demikian yang lain menyatakan demikian, maka dengarkan sabda Rasulullah diatas dan janganlah kalian duduk ditempat itu dan jangan mencoba untuk membuka perdebatan..

     Berhati-hatilah kamu dari debat dan peliharalah waktumu, insya Allah kamu akan saling mencintai dan saling menyayangi..
[Disalin oleh Abu Aufa dari buku
 ﻋﺸﺮﻭﻥ ﺍﻟﻨﺼﻴﺤﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭ ﺍﻟﺪ ﺍ ﻋﻲ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ 

yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul ” 20 Mutiara Indah bagi penuntut Ilmu dan Da’i Ilallah“] Maksud perkataan ‘ulama diatas,Syaikhul Islam berkata: Jadi, yang dimaksud larangan parasalaf dalam berdebat adalah yang dilakukan oleh :- orang yang tidak memenuhi syarat untuk melakukan perdebatan (kurang ilmu dan lain-lain)- atau perdebatan yang tidak mendatangkan kemaslahatan yang pasti;- berdebat dengan orang yang tidak menginginkan kebenaran,- serta berdebat untuk saling unjuk kebolehan dan saling mengalahkan yang berujung dengan ujub (banggadiri) dan kesombongan..

     Beliau melanjutkan : "Jidal (adu hujjah) adalah masalah yang hukumnya belum pasti; dan untuk menentukan hukum tentang masalah ini, tergantung kepada kondisi yang ada. 
    Sedangkan debat yang sesuai dengan syari’at, maka hukumnya terkadang wajib dan terkadang mustahab" Kesimpulannya : Debat itu terkadang terpuji dan terkadang tercela; terkadang membawa mafsadat (kerusakan) dan terkadang membawa mashlahat (kebaikan); terkadang merupakan sesuatu yang haq dan terkadang merupakan sesuatu yang bathil..
        Wallåhu Ta’ala A’lamu Bishshåwwab·